Persaingan Usaha yang Sehat dalam Industri Perbankan
Makassar – Senin (25/11) KPPU menyelenggarakan Forum Group Discussion (FGD) berjudul “Persaingan Usaha yang Sehat dalam Industri Perbankan terkait dengan Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah” ini turut dihadiri oleh Komisioner KPPU, Syarkawi Rauf sebagai Narasumber, Suhaedi selaku Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I Sulampua sebagai Narasumber dan Zulkarnain Arief selaku Ketua KADIN Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Narasumber, serta dimoderatori oleh Yunan Andika Putra, selaku Staf KPD KPPU Makassar.
FGD dihadiri lebih dari 42 stakeholder terkait yang terdiri dari Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan, Bappeda Kota Makassar, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Makassar, Bank Swasta dan Bank Perkreditan Rakyat di Makassar, Pelaku Usaha UMKM, Koperasi dan rekan-rekan jurnalis di Makassar.
FGD diadakan di Hotel Imperial Aryaduta Makassar pada tanggal 25 November 2013, pembukaannya disampaikan oleh Syarkawi Rauf. Salah satu sektor yang menjadi prioritas pengawasan dan pencegahan adalah sektor perbankan terkait kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Perbankan merupakan salah satu motor pengerak perekonomian. Melihat pentingnya fungsi perbankan bagi perkembangan perekonomian, pemerintah akan berusaha menjaga agar industri perbankan tetap dapat menjalankan fungsi mediasi yang diembannya. Berbagai kebijakan akan dikeluarkan pemerintah untuk meningkatkan efisiensi di industri perbankan. Sektor UMKM merupakan pelaku usaha terbesar dari total pelaku usaha nasional. Kontribusi UMKM terhadap penciptaan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sangat besar.
Suhaedi menjelaskan bahwa dalam 1 (satu) tahun terakhir, suku bunga kredit UMKM di Sulawesi Selatan relatif mengalami penurunan, namun besarnya suku bunga kredit UMKM tersebut masih lebih tinggi daripada suku bunga kredit UMKM secara nasional. Tingginya suku bunga kredit UMKM tersebut menunjukkan bahwa perbankan di Sulawesi Selatan menilai bahwa sektor UMKM masih memiliki risiko yang tinggi sehingga tingginya premi risiko tersebut berdampak pada tingginya suku bunga kredit UMKM. Melalui PBI No.14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, Bank Indonesia mewajibkan bank menyalurkan 55-70% kredit atau pembiayaannya ke sektor usaha produktif, sesuai dengan modal inti bank yang bersangkutan.
Zulkarnain mengatakan bahwa Suku Bunga Kredit untuk Usaha Mikro sangat tinggi dibandingkan dengan korporasi. Adanya kecenderungan Bank menetapkan suku bunga kredit hanya mengikuti kecenderungan suku bunga kredit bank lain, bukan didasari struktur biaya. UMKM akan sulit bersaing menghadapi era globalisasi jika prosedur berat dan bunga kredit masih tinggi. Produsen barang dalam negeri tidak dapat bersaing ketika menghadapi barang impor.
Syarkawi menambahkan pada tahun 2012 struktur pasar perbankan di Indonesia relatif terkonsentrasi dimana 10 bank terbesar menguasai 63,125% asset perbankan. Berdasarkan pendekatan Structure Conduct Performance (SCP) baik buruknya kinerja suatu pasar sangat tergantung pada bentuk struktur pasar yang terjadi di pasar. Semakin terkonsentrasinya pasar semakin tinggi kemampuan perusahaan menaikkan harga diatas biaya marginal sehingga meningkatkan keuntungan perbankan, oleh karena itu penurunan tingkat konsentrasi akan meningkatkan tingkat efisiensi perbankan.
Melalui FGD ini juga diharapkan KPPU dapat memperoleh informasi dari stakeholder terkait tingginya suku bunga kredit mikro agar diperoleh solusi bersama agar industri UMKM dapat berkembang dalam memajukan perekonomian Indonesia (RA).