KPPU Awasi Pola Kemitraan Antara Perusahaan dan Peternak Ayam
Medan (SIB)- Salah satu dari beberapa jenis pola kemitraan yang saat ini sedang diawasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yaitu pola kemitraan antara perusahaan (inti) dan peternak (plasma) khususnya di bidang usaha peternakan ayam ras. Pasalnya, pada perjanjian kemitraan tersebut belum sesuai aturan yang berlaku.
Komisioner KPPU Saidah Sakwan menyebutkan, proses perjanjian kemitraan harus ada dasar hukumnya dan tidak hanya sekedar kerjasama. Penentuan kualitas, transparansi harga, ketersediaan pasokan dan sebagainya, belum terjadi pada perjanjian kemitraan yang ada saat ini.
Oleh karena itu, pihaknya ingin proses kemitraan di sektor unggas tersebut dapat saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. “Selama ini, perjanjian itu hanya sistem kepercayaan. Sejauh ini perusahaan yang menentukan segalanya sedangkan peternak hanya menerima saja, baik kualitas, harga dan lainnya. Kita ingin perusahaan dan peternak mendapatkan haknya secara baik. Karena, dengan begitu bisnisnya juga akan berjalan baik dan konsumen mendapatkan harga yang wajar,” ujar Saidah di sela-sela kegiatan desiminasi bertajuk Prinsip Perjanjian Kemitraan Pola Inti Plasma Bidang Usaha Peternakan Ayam Ras 2016 di Hotel Grand Aston, Rabu (3/8).
Untuk itu, sambung Saidah, pihaknya memfasilitasi adanya pengembangan kemitraan yang seimbang, khususnya di sektor unggas. Kini, sedang berkonsentrasi di sektor ini, terutama soal budidayanya. Pada budidaya unggas ini, memiliki perusahaan-perusahaan.
“Perusahaan tersebut membuat kesepakatan atau perjanjian dengan peternak. Selama ini kita lihat, bahwa kemitraan yang berjalan belum berdasarkan pada kemitraan yang seimbang. Oleh karenanya, kita mengajak dari kelompok inti dan plasma bagaimana membuat perjanjian yang seimbang. Artinya, dengan kata lain saling menguntungkan sesuai aturan yang berlaku,” tuturnya.
Menurut Saidah, pihaknya memiliki tugas melakukan pengawasan dalam kemitraan. Ketika ada kelompok inti yang melakukan penyalahgunaan atau eksploitasi peternak, maka akan berhadapan dengan KPPU.
“Jadi, kalau perusahaan bersalah, maka bisa di denda hingga Rp10 miliar, bahkan izin usahanya dicabut,” cetusnya.
Maka dari itu, Saidah melanjutkan, desiminasi itu bertujuan melakukan pencegahan terjadinya penyalahgunaan kemitraan. Perjanjian yang selama ini belum seimbang, sesuai norma-norma yang ditetapkan undang-undang.
Dia menambahkan, KPPU juga turut mengawal apakah kemitraan dijalankan sesuai aturan yang ada, seperti penentuan kualitas dan harga jual. Sebab, selama ini yang banyak menentukan atau berperan adalah kelompok inti. Sedangkan kelompok plasma tidak memiliki kewenangan.
KPPU juga menyoroti permasalahan terkait broker ayam. Sebab,selama ini peternak dan konsumen tidak mendapatkan kesejahteraan akibat dampak naik turunnya harga ayam. “Contohnya, di konsumen harga ayam mencapai Rp35 ribu per ekor. Sedangkan di peternak hanya berkisar Rp16 ribu sampai Rp18 ribu per ekor. Nah, ini artinya peternak tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari kenaikan harga ayam. Karena, harga itu dibentuk oleh broker yang memiliki Posko yang menentukan harga di pasaran. Jadi, kartelnya itu justru ada di broker”, tegasnya.
Sementara itu, Kepala Komisi Perwakilan Daerah KPPU Medan, Abdul Hakim Pasaribu menambahkan, pengaruh broker dalam penentuan harga pasar sangat kuat. Untuk itu, kini sedang mengidentifikasi siapa saja broker tersebut.
“Kita lihat dari peternak, pasokan tidak ada yang kurang. Namun, di pasar terjadi kenaikan harga. Oleh sebab itu, kita mau menyelidiki antara peran broker sampai ke pasar tradisional itu permainannya di tingkat mana. Karena, harga di tingkat perusahaan sudah normal. Namun, terjadi kenaikan harga pada tingkat konsumen,” paparnya. (A20/c)
Komisioner KPPU Saidah Sakwan menyebutkan, proses perjanjian kemitraan harus ada dasar hukumnya dan tidak hanya sekedar kerjasama. Penentuan kualitas, transparansi harga, ketersediaan pasokan dan sebagainya, belum terjadi pada perjanjian kemitraan yang ada saat ini.
Oleh karena itu, pihaknya ingin proses kemitraan di sektor unggas tersebut dapat saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. “Selama ini, perjanjian itu hanya sistem kepercayaan. Sejauh ini perusahaan yang menentukan segalanya sedangkan peternak hanya menerima saja, baik kualitas, harga dan lainnya. Kita ingin perusahaan dan peternak mendapatkan haknya secara baik. Karena, dengan begitu bisnisnya juga akan berjalan baik dan konsumen mendapatkan harga yang wajar,” ujar Saidah di sela-sela kegiatan desiminasi bertajuk Prinsip Perjanjian Kemitraan Pola Inti Plasma Bidang Usaha Peternakan Ayam Ras 2016 di Hotel Grand Aston, Rabu (3/8).
Untuk itu, sambung Saidah, pihaknya memfasilitasi adanya pengembangan kemitraan yang seimbang, khususnya di sektor unggas. Kini, sedang berkonsentrasi di sektor ini, terutama soal budidayanya. Pada budidaya unggas ini, memiliki perusahaan-perusahaan.
“Perusahaan tersebut membuat kesepakatan atau perjanjian dengan peternak. Selama ini kita lihat, bahwa kemitraan yang berjalan belum berdasarkan pada kemitraan yang seimbang. Oleh karenanya, kita mengajak dari kelompok inti dan plasma bagaimana membuat perjanjian yang seimbang. Artinya, dengan kata lain saling menguntungkan sesuai aturan yang berlaku,” tuturnya.
Menurut Saidah, pihaknya memiliki tugas melakukan pengawasan dalam kemitraan. Ketika ada kelompok inti yang melakukan penyalahgunaan atau eksploitasi peternak, maka akan berhadapan dengan KPPU.
“Jadi, kalau perusahaan bersalah, maka bisa di denda hingga Rp10 miliar, bahkan izin usahanya dicabut,” cetusnya.
Maka dari itu, Saidah melanjutkan, desiminasi itu bertujuan melakukan pencegahan terjadinya penyalahgunaan kemitraan. Perjanjian yang selama ini belum seimbang, sesuai norma-norma yang ditetapkan undang-undang.
Dia menambahkan, KPPU juga turut mengawal apakah kemitraan dijalankan sesuai aturan yang ada, seperti penentuan kualitas dan harga jual. Sebab, selama ini yang banyak menentukan atau berperan adalah kelompok inti. Sedangkan kelompok plasma tidak memiliki kewenangan.
KPPU juga menyoroti permasalahan terkait broker ayam. Sebab,selama ini peternak dan konsumen tidak mendapatkan kesejahteraan akibat dampak naik turunnya harga ayam. “Contohnya, di konsumen harga ayam mencapai Rp35 ribu per ekor. Sedangkan di peternak hanya berkisar Rp16 ribu sampai Rp18 ribu per ekor. Nah, ini artinya peternak tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari kenaikan harga ayam. Karena, harga itu dibentuk oleh broker yang memiliki Posko yang menentukan harga di pasaran. Jadi, kartelnya itu justru ada di broker”, tegasnya.
Sementara itu, Kepala Komisi Perwakilan Daerah KPPU Medan, Abdul Hakim Pasaribu menambahkan, pengaruh broker dalam penentuan harga pasar sangat kuat. Untuk itu, kini sedang mengidentifikasi siapa saja broker tersebut.
“Kita lihat dari peternak, pasokan tidak ada yang kurang. Namun, di pasar terjadi kenaikan harga. Oleh sebab itu, kita mau menyelidiki antara peran broker sampai ke pasar tradisional itu permainannya di tingkat mana. Karena, harga di tingkat perusahaan sudah normal. Namun, terjadi kenaikan harga pada tingkat konsumen,” paparnya. (A20/c)