La-nina Picu Inflasi, BI Siapkan Enam Antisipasi


Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyatakan la-nina menjadi penyebab utama inflasi dalam jangka pendek. Mengutip data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), efek perubahan iklim itu kemungkinan terjadi sejak Juli hingga akhir 2016.
Fenomena tersebut, kata dia, dikhawatirkan mengganggu produksi holtikultura seperti bawang dan cabai. Juga beras sebagaimana terjadi pada 2008 dan 2010. Untuk mengantisipasi peningkatan inflasi, BI dan beberapa instansi mensinergikan aksi untuk petani dengan memberi bantuan berupa kapasitas penanaman bawang putih di delapan kabupaten di Jawa Tengah.
“Panen perdana diperkirakan terjadi pada awal Oktober, dengan panen diperkirakan 300 ton,” kata Agus saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) VII, di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis, 4 Agustus 2016.
Agar inflasi sesuai target empat persen plus minus satu persen pada 2016 dan 2017, serta 3,5 persen di 2018, BI juga memiliki enam kebijakan. Pertama, menjaga ketersediaan pasokan antarwaktu di setiap daerah dengan pengaturan produksi pola tanam di setiap daerah serta menguatkan kerja sama antara daerah surplus dan defisit.
Pemerintah daerah pun harus meningkatkan anggaran untuk pengendalian harga. Dalam hal ini, bank sentral mendorong operasi pasar di daerah untuk mengendalikan harga. (Baca: Inflasi Juli 0,69 Persen, Terpicu Bahan Makanan dan Transportasi).
Kedua, memastikan distribusi pangan di setiap daerah dengan memperkuat konektivitas antara daerah surplus dan defisit. Untuk itu, program tol laut perlu diintensifkan di setiap wilayah karena dianilai cukup efektif mengurangi disparitas harga. Di sini, kata Agus, kerja sama dengan kepolisian perlu dilanjutkan.

Inflasi Juli 2012 - 2016
Ketiga, mendorong efisiensi tata niaga komoditas pangan. Selama ini, lanjut dia, KPPU telah berupaya mengatasi praktik kartel pada daging sapi dan ayam. Keempat, peningkatan akses langsung petani dengan konsumen seperti yang dilakukan di Sumatera Utara terkait cabai merah. “Bisa memanfaatkan teknologi informasi untuk mempertemukan produsen dan konsumen,” ujar Agus.

Kelima, percepat pembangunan infrastruktur nasional perlu secara konsiten harus dilakukan. Karenanya, perlu sinergi antar daerah dalam hal pembebasan lahan serta dukungan alokasi anggaran daerah. Untuk mendukung kebijakan yang tepat dalam pengendalian inflasi perlu data akurat, terpercaya, dan tepat.
Keenam, mengembangkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis  (IHPS) nasional dari semula hanya di Jawa Tengah menjadi tingkag nasional. IHSP merupakan sistem informasi yang mencakup daftar harga di tingkat konsumen, produsen, dan komoditi pangan. (Baca: Tekan Inflasi di Desa, Pemerintah Siapkan Aplikasi Harga Pangan).
Aplikasi ini memiliki dua model yakni informasi dan pengendalian harga. Ke depan, pemerintah akan menambahkan tiga modul lagi yakni produksi & pasokan, layanan publik, dan e-commerce. “PIHPS ini menindaklanjuti pandangan Presiden Joko Widodo di Brebes pada 22 Apri lalu,” kata Agus.
Sumber: Katadata