Kebijakan Persaingan: Umpan Negara Memancing Investasi

“There are strong links between competition policy and numerous basic pillars of economic development…There is persuasive evidence from all over the world confirming that rising levels of competition have been unambiguously associated with increased economic growth, productivity, investment and increased average living standards”. (OECD Global Forum on Competition)

A new era has begun. Selama lebih dari dua dekade, sekitar 100 negara telah mengimplementasikan hukum persaingan usaha. Sementara negara lainnya berlomba-lomba menjadi yang berikutnya. Bisa dibilang, euphoria persaingan usaha sedang mewabah di seluruh penjuru dunia. Wabah yang datang bukan tanpa sebab.

Pada tahun 1997, World Trade Organization (WTO) juga terjangkiti wabah tersebut melalui pembentukan Working Group on the Interaction between Trade and Competition Policy (WGTCP). Working Group ini memfokuskan diri pada empat hal, mulai dari capacity building, perang melawan hard-core cartels, kerjasama multilateral, hingga prinsip-prinsip dasar penegakan hukum persaingan usaha, yang merujuk kepada penghapusan tindakan diskriminasi, serta prosedur kegiatan usaha yang lebih transparan dan fair.
Alasan WTO begitu concern terhadap hukum dan kebijakan persaingan usaha tentunya bukan karena WTO mendapatkan wahyu ilahi atau hal-hal superfisial lainnya, tapi karena WTO sangat memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan negara-negara yang menjadi anggotanya. Dalam hal ini, negara-negara anggota WTO sangat memperhatikan market acces dalam melakukan kegiatan usaha lintas dunia. Market access disini berkaitan dengan ada tidaknya entry barrier untuk memasuki pasar suatu negara, serta ada tidaknya rezim persaingan usaha yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum dari praktek anti persaingan incumbent lokal. Atau pendek kata, yang dibutuhkan para investor adalah jaminan bagi mereka akan adanya persaingan usaha yang sehat pada pasar yang akan mereka masuki.
Fakta ini didukung pula oleh The World Development Report (A Better Investment Climate for Everyone), yang sejak tahun 2005 telah menekankan pentingnya bagi pemerintah suatu negara untuk menghilangkan entry barriers dalam dunia usaha, terutama apabila pemerintah negara tersebut ingin memperbaiki iklim investasinya. Hubungan sederhana ini dapat diterjemahkan secara lebih jelas dalam skema berikut:
Competition Policy and Investment Promotion – The Theoretical Construct
Figure: Linkage between effective competition enforcement and investment  promotion


Pada dasarnya, kebijakan persaingan adalah instrumen utama untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan meningkatkan kesejahteraan konsumen. Kebijakan persaingan juga berperan dalam mengatur konsentrasi pasar agar tidak mengganggu persaingan dan berperan dalam meningkatkan fleksibilitas suatu negara untuk bertahan dalam kondisi ekonomi dunia yang berubah-ubah.

Dengan fungsi yang beranekaragam tersebut, terdapat dua komponen utama dari kebijakan persaingan yang komprehensif. Komponen yang pertama berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mendukung terciptanya persaingan usaha yang sehat di pasar. Sedangkan komponen yang kedua adalah penegakan hukum persaingan usaha yang efektif. Lantas komponen kebijakan persaingan mana saja yang memiliki pengaruh langsung terhadap keputusan berinvestasi di suatu negara?
Komponen yang pertama adalah kebijakan perdagangan. Kebijakan perdagangan suatu negara memegang peranan penting dalam pembentukan kondisi ekonomi negara tersebut. Agar persaingan usaha yang positif dan optimal dapat tercipta, kebijakan perdagangan harus mampu mendorong tumbuhnya perusahaan baru sekaligus menjaga posisi perusahaan yang sudah eksis.
Komponen yang kedua adalah keterbukaan sektor industri. Tingkat persaingan di sebuah negara tercermin dari kebijakan pemerintah dalam mendorong tumbuh dan berkembangnya pemain baru di dunia usaha. Apabila rezim persaingan usaha sebuah negara menyulitkan perusahaan baru untuk tumbuh dan berkembang, maka tingkat investasi yang mengalir ke negara tersebut akan rendah dan tingkat persaingan usaha yang tercipta juga akan rendah.
Kebijakan privatisasi pemerintah adalah komponen yang juga berpengaruh, dimana kebijakan privatisasi yang tepat berpotensi menciptakan persaingan usaha yang sehat dengan membentuk kondisi yang kondusif bagi pemain baru untuk memasuki pasar.
Selain itu, terdapat beberapa hal yang juga harus berjalan beriringan dengan kebijakan persaingan usaha, yaitu regulasi tenaga kerja, prosedur penghentian kegiatan usaha, dan kebijakan perlindungan konsumen. Rezim persaingan usaha yang sejalan dengan ketiga hal tersebut tentunya mampu menciptakan kondisi ekonomi yang kondusif bagi investor untuk menanamkan modalnya di suatu negara. Hal ini sudah terbukti di beberapa negara berkembang seperti Mexico.
Pada tahun 1993, Mexico mengaktifkan The Federal Law of Economic Competition (LCFE) dengan Federal Competition Commission (CFC) sebagai lembaga yang bertanggungjawab menjalankan penegakan hukum persaingan usahanya. Sejak saat itu, Mexico memiliki reputasi yang sangat baik dalam menarik investor asing, hal ini seperti yang dilansir oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam World Investment Report-nya pada tahun 2007.
Pada report tersebut, Mexico bersama dengan Brazil, berhasil menduduki peringkat pertama negara Amerika Latin yang paling banyak menerima pemasukan Foreign Direct Investment (FDI). Pencapaian tersebut tentunya diperoleh dengan jerih payah pemerintah Mexico, yang menyusun format hukum dan kebijakan persaingan usaha negaranya sejak reformasi pemerintahan mereka di tahun 1989. Saat itu, rezim pemerintahan Mexico sangat yakin bahwa kondisi ekonomi yang kondusif bagi investor asing akan menstimulasi persaingan usaha di dalam negeri dan meningkatkan akses perusahaan lokal terhadap teknologi negara maju, sehingga pada akhirnya meningkatkan produktivitas investasi.
Keyakinan tersebut terbukti dengan meningkatnya aliran Foreign Direct Investment (FDI) yang masuk ke Mexico seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.

Kalau begitu, bagaimana dengan Indonesia yang sudah menerapkan hukum dan kebijakan persaingan usaha sejak tahun 2000?. Wajah dunia usaha negara ini jelas sudah berubah banyak dibandingkan sepuluh tahun yang lalu, terutama dengan implementasi hukum dan kebijakan persaingan usaha yang dilaksanakan melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Namun bagaimanapun, akan lebih baik jika data dan fakta yang berbicara, seperti yang dapat kita lihat pada grafik berikut ini:
Peningkatan Aliran Foreign Direct Investment ke Indonesia


Source : Bank Indonesia
Top Host Economies for Foreign Direct Investment (FDI) in 2010 – 2012


Source: UNCTAD, World Investment Report 2010
Melihat grafik di atas, kita boleh optimis, namun jangan jumawa. Karena sesungguhnya peningkatan aliran Foreign Direct Invenstment negara ini belum maksimal dan kebebasan investor dan pelaku usaha untuk melakukan kegiatan ekonomi masih dapat terdistorsi oleh praktek-praktek anti persaingan dan regulasi yang menghambat. Disinilah kerjasama rezim persaingan usaha dan pemerintah diperlukan, hal ini seperti yang dikatakan oleh R.S. Khemani dalam paper-nya mengenai kebijakan persaingan dan investasi, “The competitive process needs to be maintained, protected, and promoted to strengthen the development of a sound market economy”.
Selain itu, kita juga tidak boleh lupa bahwa kebijakan persaingan usaha hanyalah salah satu umpan memancing investasi. Ia harus bergerak bersama dengan kebijakan pemerintah, reformasi birokrasi, perbaikan infrastruktur, dan political will dari pemerintah yang memahami betul manfaat kebijakan persaingan usaha yang efektif. Apabila semua umpan tersebut dipasang bersamaan dalam satu kail, tak diragukan lagi, banyak investor besar yang akan terpancing. (Retno Wiranti/Public Relation and Legal Bureau KPPU-RI)