Hukum dan Kebijakan Persaingan Usaha Indonesia, Mau Dibawa ke Mana?
Di tengah segala keterbatasannya, KPPU terus dihadapkan dengan situasi bisnis yang semakin kompleks karena berbagai perubahan yang dimotori oleh teknologi informasi. Definisi pasar berubah sangat signifikan, disrupsi bisnis terjadi di mana-mana. Selain itu, pelaku usaha sudah semakin terbiasa dalam menjalankan strategi bisnisnya dengan memperhitungkan keberadaan KPPU sebagai pengawas persaingan. Pencarian alat bukti menjadi semakin sulit dilakukan. Dokumen dan proses bisnis yang bisa menjadi alat bukti, sulit ditemukan. Di lain sisi, perubahan dalam tataran peraturan dan kelembagaan KPPU tidak mengikuti perkembangan yang ada. Menghadapi kontradiksi antara tantangan dan kondisi faktual KPPU saat ini, maka muncul pertanyaan besar, mau dibawa kemana sesungguhnya hukum dan kebijakan persaingan di Indonesia saat ini? Hal ini mengemuka dalam pembukaan oleh Ketua KPPU, Kurnia Toha, PhD. pada kegiatan Webinar Nasional yang dilaksanakan hari ini (22/7), dengan tema “Hukum dan Kebijakan Persaingan Usaha Indonesia, Mau Dibawa Kemana?”. Kegiatan ini memiliki harapan untuk memperjelas arah hukum dan kebijakan persaingan usaha Indonesia ke depan. Menjawab pertanyaan besar tersebut, KPPU menggandeng beberapa pembicara yang kompeten di bidangnya seperti Dinni Melanie, S.H., M.E. (Anggota KPPU), H. Sutrisno, S.H., M.Hum. (Wakil Ketua Umum DPN PERADI), dan Dr. Shidarta, SH, M.Hum. (Dosen Hukum Bisnis Universitas Bina Nusantara).
Dalam dua puluh tahun perannya, KPPU telah berkontribusi bagi upaya perbaikan ekonomi negeri ini melalui penegakan hukum persaingan usaha, melakukan koreksi kebijakan melalui pemberian saran pertimbangan kepada Pemerintah yang berpotensi menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, melakukan penilaian terhadap korporasi yang melakukan merger akuisi, dan berdasarkan UU No. 20/2008 tentang UMKM bahwa KPPU memperoleh mandat untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum di sektor kemitraan. Beberapa sektor telah mengalami perubahan yang signifikan seiring peran KPPU di dalamnya. Sebut saja hal ini terjadi di sektor telekomunikasi, penerbangan, pengadaan barang dan jasa serta sektor lainnya.
Dinni Melanie, Anggota KPPU yang telah memulai karirnya di dunia persaingan usaha sejak tahun 2003 memaparkan bagaimana peran KPPU selama 20 tahun sebagai pelaksana UU No 5 tahun 1999, dimana KPPU sudah menjadi bagian dari sistem hukum dan ekonomi di Indonesia. Selama dua dekade menjadi otoritas persaingan di Indonesia, KPPU sudah memutus sebanyak 351 perkara, menilai 700 notifikasi merger, serta menyampaikan 238 surat saran dan pertimbangan. Bahkan KPPU juga telah berkontribusi pada Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp428.510.000.000,- (empat ratus dua puluh delapan miliar lima ratus sepuluh juta rupiah).
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, tentunya KPPU menemukan tantangan-tantangan diantaranya keterbatasan kewenangan, status kelembagaan dan status pegawai Sekretariat KPPU, serta dukungan anggaran KPPU yang menurun setelah tahun 2019. Kondisi tersebut membuat KPPU masih jauh dari kata ideal, sehingga ke depannya KPPU akan melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kinerja KPPU dalam mengawasi iklim persaingan usaha yang sehat dengan berbagai keterbatasan yang ada.
Menjawab tantangan hukum persaingan usaha di mata penasihat hukum serta apa yang harus diperbaiki, Wakil Ketua Umum DPN PERADI, Sutrisno, menyampaikan bahwa tidak dapat dipungkiri dengan keterlibatan Indonesia dalam Word Trade Organisation (WTO) maka dibuatnya Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 beserta peraturan lainnya seperti dalam bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sangat diperlukan guna memberikan kepastian hukum dalam bidang usaha bagi setiap pelaku usaha yang menjalankan usahanya di Indonesia. Salah satu iklim usaha yang harus dijaga oleh pemerintah adalah situasi persaingan usaha yang sehat dan wajar yang tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi bagi sebagian pelaku usaha. Inilah sebenarnya makna dari adanya ratifikasi perjanjian perdagangan internasional yang harus dilaksanakan oleh pemerintah beserta pelaku usaha dan pemilik modal.
Keberadaan KPPU sebagai lembaga untuk menegakkan Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan berbagai fungsi yang dimiliki diharapkan dapat membuat iklim berusaha di Indonesia berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar. Mengingat perkembangan perekonomian yang begitu pesat, maka peran KPPU harus lebih efektif dalam bekerja untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam rangka menjaga persaingan usaha yang sehat dan wajar bagi semua pelaku usaha yang ada di Indonesia. Selain itu, diperlukan legislatif review terhadap Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta aturan mengenai proses penyelidikan yang dilakukan oleh KPPU beserta hukum acara dalam proses persidangan di KPPU.
Dari perspektif akademisi, Dosen Hukum Bisnis Universitas Bina Nusantara, Shidarta, memaparkan pandangannya bahwa hukum persaingan usaha merupakan area kajian multidisipliner terhadap hukum, sehingga area kajian ini membutuhkan kolaborasi antar-disipliner dengan ilmu hukum. Paradigma lama yang memilah kepentingan antar-pelaku usaha dan kepentingan konsumen merupakan salah satu faktor yang membuat hukum persaingan usaha tidak dapat optimal mencapai tujuan idealnya bagi masyarakat luas. Hal ini diperparah dengan divergensi kelembagaan. Secara kelembagaan, KPPU memiliki keunikan karena merupakan lembaga supervisi, self-regulatory, tetapi sekaligus adjudikasi. Batas-batas kewenangan yang dimilikinya tunduk pada ketentuan Undang-Undang, tetapi kewenangan yang sudah dimiliki saat ini harus dioptimalkan dengan memperkuat kapasitas kelembagaaan (capacity building).
Di mata masyarakat, diktum/amar putusan KPPU lebih sering dijadikan sebagai titik sorotan. Disparitas putusan dalam konteks ini perlu menjadi objek perhatian, sehingga “kalibrasi” sanksi juga harus dilakukan melalui kajian multidisipliner. Mengingat putusan-putusan KPPU adalah referensi yang penting dalam pembelajaran hukum persaingan usaha, maka KPPU wajib untuk memuat pertimbangan hukum yang memadai (motivering vonnis), dan membiasakan diri untuk mengutip pertimbangan dari putusan-putusan sebelumnya agar terlihat konsistensi kebijakan KPPU (apabila ada perubahan sikap, ada penjelasan mengapa terjadi perubahan).