Pembacaan Putusan Tender Pekerjaan Pendamping Kegiatan Pembangunan Pelabuhan Terpadu Kutai

Senin, 21 November 2011, KPPU telah membacakan Putusan Perkara Nomor 08/KPPU-I/2011, yakni dugaan pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5/ 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dugaan pelanggaran tersebut terkait dengan Tender Pekerjaan Pendamping Kegiatan Pembangunan Pelabuhan Terpadu di Kecamatan Kota Bangun di Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Kertanegara Kalimantan Timur Tahun Anggaran 2009. Majelis Komisi dalam perkara ini terdiri dari Dr. Ir. Benny Pasaribu, M.Ec. (Ketua), Ir. H. Tadjuddin Noer Said dan Dr. Yoyo Arifardhani, S.H., M.M., LL.M., dan masing-masing sebagai Anggota Majelis Komisi.
Dugaan pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini dilakukan oleh

  1. PT Citra Mandiri Pratama sebagai Terlapor I;
  2. PT Karunia Adhi Yasa sebagai Terlapor II;
  3. PT Kaltim Citra Alzena sebagai Terlapor III;
  4. PT Bangun Bumi Pertiwi sebagai Terlapor IV;
  5. Panitia Tender Pekerjaan Pembangunan Laut Samboja, Pembangunan Pelabuhan Terpadu Di Kecamatan Kota Bangun di Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Kertanegara Tahun Anggaran 2009 sebagai Terlapor V.

Berdasarkan rangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh Tim Pemeriksa, Majelis Komisi berkesimpulan:

  1. Bahwa Majelis Komisi berpendapat, telah terjadi pengaturan tender diantara Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV dalam rangka memenangkan Terlapor I sebagai pemenang dalam tender Perkara a quo dengan cara membuat kesepakatan dan melakukan koordinasi dalam pembuatan dokumen penawaran;
  2. Bahwa Majelis Komisi menilai, Direktur Utama Terlapor I (PT Citra Mandiri Pratama) merupakan pemimpin atau penggagas yang mengatur proses lelang dengan menjadikan Terlapor II (PT Karunia Adhi Yasa), Terlapor III (PT Kaltim Citra Alzena), dan Terlapor IV (PT Bangun Bumi Pertiwi) sebagai perusahaan pendamping dalam tender Perkara a quo;
  3. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan, pengaturan yang dilakukan oleh Direktur Utama Terlapor I (PT Citra Mandiri Pratama) merupakan salah satu bentuk persekongkolan dengan cara menciptakan persaingan semu diantara sesama peserta tender;
  4. Bahwa Majelis Komisi berpendapat adanya kesamaan format antara Terlapor I dan Terlapor II serta kesamaan format antara Terlapor IV dan Terlapor III disebabkan karena dokumen penawaran Terlapor I dan Terlapor II dibuat oleh orang yang sama yaitu Sdr. Indra wahyudi (staf Terlapor I), sedangkan dokumen penawaran Terlapor III dan Terlapor IV dibuat oleh Sdr. Supriadi (penyedia jasa pembuatan dokumen penawaran);
  5. Bahwa Majelis Komisi menilai, adanya kesamaan format antara Terlapor I dan Terlapor II serta kesamaan format antara Terlapor IV dan Terlapor III merupakan indikasi adanya kerjasama dalam pembuatan dokumen penawaran yang dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV;
  6. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan, kerjasama yang dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV dalam pembuatan dokumen penawaran merupakan salah satu bentuk persekongkolan dalam rangka mengarahkan Terlapor I sebagai pemenang dalam tender perkara a quo;
  7. Bahwa Majelis Komisi berpendapat adanya kesepakatan dan pemberian uang dari Terlapor I kepada Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV merupakan kompensasi atas dukungannya terhadap Terlapor I untuk memenangkan Terlapor I dalam tender perkara a quo;
  8. Bahwa Majelis Komisi menilai adanya kesepakatan dan pemberian uang kompensasi kepada perusahaan pendamping merupakan tindakan pengaturan yang menciptakan persaingan semu untuk mengarahkan Terlapor I menjadi pemenang dalam tender perkara a quo;
  9. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan adanya kesepakatan dan pemberian uang dari Terlapor I kepada Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV membuktikan adanya persekongkolan horizontal dalam tender perkara a quo;
  10. Bahwa Majelis Komisi sependapat dengan Ahli yang menyatakan peserta boleh menambahkan kekurangan yang diminta sampai batas penutupan evaluasi kualifikasi;
  11. Bahwa Majelis Komisi menilai tindakan Terlapor I yang mengambil kembali dokumen prakualifikasi sebelum penutupan evaluasi kualifikasi bukan merupakan tindakan post-bidding;
  12. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan Terlapor I tidak melakukan post-bidding;
  13. Bahwa Majelis Komisi berpendapat, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Kertanegara yaitu Sdr. Harun Nurasid tidak terbukti memfasilitasi Terlapor I untuk menjadi pemenang tender, karena proses tender dan evaluasinya merupakan kewenangan Panitia;
  14. Bahwa Majelis Komisi berpendapat, pemberian uang dari Terlapor I kepada Terlapor V sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) hingga Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dapat dikategorikan sebagai kompensasi atas tindakan Terlapor V dalam memfasilitasi Terlapor I untuk memenangkan tender dalam Perkara a quo;
  15. Bahwa Majelis Komisi menilai, pemberian kompensasi dari Terlapor I kepada Terlapor V merupakan salah satu bentuk persekongkolan vertikal;
  16. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan, telah terjadi persekongkolan vertikal antara Terlapor I dan Terlapor V dalam tender perkara a quo;
  17. Bahwa Majelis Komisi berpendapat, tindakan Terlapor V yang tidak melakukan koreksi aritmatik terhadap PT Pelita Jaya merupakan kelalaian Terlapor V dalam melaksanakan proses evaluasi;
  18. Bahwa Majelis Komisi menilai, tindakan Terlapor V tersebut merupakan tindakan yang disengaja untuk menjadikan Terlapor I sebagai pemenang tender;
  19. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan telah terjadi persekongkolan vertikal antara Terlapor I dan Terlapor V.

Berdasarkan alat-alat bukti dan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi memutuskan:

  1. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
  2. Menghukum Terlapor I, membayar denda sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
  3. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III, masing-masing membayar denda sebesar Rp.26.000.000,00 (dua puluh enam juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
  4. Menghukum Terlapor IV, membayar denda sebesar Rp.26.500.000,00 (dua puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
  5. Menghukum Terlapor V, membayar denda sebesar Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).

Putusan tersebut dibacakan dalam Sidang Majelis Komisi yang dinyatakan terbuka untuk umum di Kantor Perwakilan Daerah KPPU,  Gedung BRI Lt. 8, Jl. SudirmanNo. 37, Balikpapan, 76112.

Jakarta, 21 November 2011
Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Kepala Biro Humas dan Hukum,

Ahmad Junaidi

rdasarkan fakta-fakta yang ditemukan tersebut di atas, Majelis Komisi menilai hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa Majelis Komisi berpendapat, telah terjadi pengaturan tender diantara Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV dalam rangka memenangkan Terlapor I sebagai pemenang dalam tender Perkara a quo dengan cara membuat kesepakatan dan melakukan koordinasi dalam pembuatan dokumen penawaran;

2. Bahwa Majelis Komisi menilai, Direktur Utama Terlapor I (PT Citra Mandiri Pratama) merupakan pemimpin atau penggagas yang mengatur proses lelang dengan menjadikan Terlapor II (PT Karunia Adhi Yasa), Terlapor III (PT Kaltim Citra Alzena), dan Terlapor IV (PT Bangun Bumi Pertiwi) sebagai perusahaan pendamping dalam tender Perkara a quo;

3. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan, pengaturan yang dilakukan oleh Direktur Utama Terlapor I (PT Citra Mandiri Pratama) merupakan salah satu bentuk persekongkolan dengan cara menciptakan persaingan semu diantara sesama peserta tender;

4. Bahwa Majelis Komisi berpendapat adanya kesamaan format antara Terlapor I dan Terlapor II serta kesamaan format antara Terlapor IV dan Terlapor III disebabkan karena dokumen penawaran Terlapor I dan Terlapor II dibuat oleh orang yang sama yaitu Sdr. Indra wahyudi (staf Terlapor I), sedangkan dokumen penawaran Terlapor III dan Terlapor IV dibuat oleh Sdr. Supriadi (penyedia jasa pembuatan dokumen penawaran);

5. Bahwa Majelis Komisi menilai, adanya kesamaan format antara Terlapor I dan Terlapor II serta kesamaan format antara Terlapor IV dan Terlapor III merupakan indikasi adanya kerjasama dalam pembuatan dokumen penawaran yang dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV;

6. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan, kerjasama yang dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV dalam pembuatan dokumen penawaran merupakan salah satu bentuk persekongkolan dalam rangka mengarahkan Terlapor I sebagai pemenang dalam tender perkara a quo;

7. Bahwa Majelis Komisi berpendapat adanya kesepakatan dan pemberian uang dari Terlapor I kepada Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV merupakan kompensasi atas dukungannya terhadap Terlapor I untuk memenangkan Terlapor I dalam tender perkara a quo;

8. Bahwa Majelis Komisi menilai adanya kesepakatan dan pemberian uang kompensasi kepada perusahaan pendamping merupakan tindakan pengaturan yang menciptakan persaingan semu untuk mengarahkan Terlapor I menjadi pemenang dalam tender perkara a quo;

9. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan adanya kesepakatan dan pemberian uang dari Terlapor I kepada Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV membuktikan adanya persekongkolan horizontal dalam tender perkara a quo;

10. Bahwa Majelis Komisi sependapat dengan Ahli yang menyatakan peserta boleh menambahkan kekurangan yang diminta sampai batas penutupan evaluasi kualifikasi;

11. Bahwa Majelis Komisi menilai tindakan Terlapor I yang mengambil kembali dokumen prakualifikasi sebelum penutupan evaluasi kualifikasi bukan merupakan tindakan post-bidding;

12. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan Terlapor I tidak melakukan post-bidding;

13. Bahwa Majelis Komisi berpendapat, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Kertanegara yaitu Sdr. Harun Nurasid tidak terbukti memfasilitasi Terlapor I untuk menjadi pemenang tender, karena proses tender dan evaluasinya merupakan kewenangan Panitia;

14. Bahwa Majelis Komisi berpendapat, pemberian uang dari Terlapor I kepada Terlapor V sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) hingga Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dapat dikategorikan sebagai kompensasi atas tindakan Terlapor V dalam memfasilitasi Terlapor I untuk memenangkan tender dalam Perkara a quo;

15. Bahwa Majelis Komisi menilai, pemberian kompensasi dari Terlapor I kepada Terlapor V merupakan salah satu bentuk persekongkolan vertikal;

16. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan, telah terjadi persekongkolan vertikal antara Terlapor I dan Terlapor V dalam tender perkara a quo;

17. Bahwa Majelis Komisi berpendapat, tindakan Terlapor V yang tidak melakukan koreksi aritmatik terhadap PT Pelita Jaya merupakan kelalaian Terlapor V dalam melaksanakan proses evaluasi;

18. Bahwa Majelis Komisi menilai, tindakan Terlapor V tersebut merupakan tindakan yang disengaja untuk menjadikan Terlapor I sebagai pemenang tender;

19. Bahwa Majelis Komisi menyimpulkan telah terjadi persekongkolan vertikal antara Terlapor I dan Terlapor V.

Berdasarkan alat-alat bukti dan pertimbangan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka Majelis Komisi memutuskan:

1. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV, dan Terlapor V terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;————————————————–

2. Menghukum Terlapor I, membayar denda sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);——————-

3. Menghukum Terlapor II dan Terlapor III, masing-masing membayar denda sebesar Rp.26.000.000,00 (dua puluh enam juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);

4. Menghukum Terlapor IV, membayar denda sebesar Rp.26.500.000,00 (dua puluh enam juta lima ratus ribu rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);

5. Menghukum Terlapor V, membayar denda sebesar Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).——————-