Menilik Polemik Dibalik Inefisiensi Perbankan Indonesia

Sudah bukan rahasia lagi, struktur perbankan Indonesia saat ini tengah dikuasai oleh 14 bank besar atau yang biasa disebut dengan systematically important bank. Pada pertengahan September 2009, 14 bank tersebut memenuhi himbauan BI untuk menurunkan suku bunga dana pihak ketiga yang mendekati BI rate. Namun sepanjang 2010-2011, diyakini tidak ada perubahan signifikan dalam komposisi struktur perbankan Indonesia, terutama pada 14 bank besar tersebut.
Contohnya ketika BI Rate stabil di kisaran 6.5 – 6.75% dan suku bunga dana pihak ketiga sudah stabil di kisaran suku bunga penjaminan LPS, maka seharusnya suku bunga kredit idealnya di bawah 10%. Namun terjadi anomali dimana suku bunga kredit secara umum masih berada di atas 10%. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap kisaran NIM perbankan Indonesia, yang masih berada di kisaran 6% atau terburuk peringkatnya di kawasan ASEAN 5.
Hal ini ditengarai KPPU sebagai indikasi adanya praktek persaingan tidak sehat dalam industri perbankan Indonesia. Menurut Ketua KPPU, Muhammad Nawir Messi, dalam Forum Jurnalis pada 9 Maret 2011 yang diselenggarakan di Gedung KPPU Pusat, terdapat beberapa indikator dalam mengukur inefisiensi perbankan tersebut. “Yang pertama adalah Net Interest Margin (Margin bunga bersih/NIM), dimana NIM perbankan yang saat ini berada pada level 5,7% – 6% dikategorikan sangat tinggi. Dibandingkan negara tetangga, NIM perbankan Indonesia dua kali lipat lebih tinggi ketimbang negara ASEAN lain kecuali Filipina. Kemudian indikator kedua adalah tingkat BOPO (biaya operasional per pendapatan operasional) yang saat ini berada pada level 80%. Ini juga ketinggian, padahal hampir semua pendapatan operasional digunakan untuk biaya operasional dan di negara lain tingkat BOPO hanya 50%”, ujarnya.
Melihat fakta di atas, KPPU akan segera membentuk tim khusus yang memonitor pergerakan suku bunga kredit sambil terus mengumpulkan informasi terkait yang dibutuhkan, khususnya yang terkait dengan penegakan hukum dan advokasi kebijakan.
Disamping itu, KPPU juga mendukung berbagai upaya BI untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam industri perbankan, khususnya yang terkait dengan penetapan suku bunga kredit. BI juga diharapkan dapat menjaga BI rate dalam ambang yang wajar, mengacu pada besaran inflasi inti (core inflation). Dalam rangka memaksimalkan kerjasama antara KPPU dan BI ini, pembicaraan terkait Memorandum Of Understanding dengan BI akan digalakkan, sehingga KPPU dapat memperoleh informasi yang lebih spesifik mengenai produk perbankan serta profil tingkat persaingan sektor perbankan. (RW)