KPPU Hadiri Diskusi Publik Bahas Polemik Minyak Goreng

KPPU Hadiri Diskusi Publik Bahas Polemik Minyak Goreng

Jakarta (3/2) – Ketua KPPU Ukay Karyadi menghadiri Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Mengusung tema “Solusi Minyak Goreng Naik, Subsidi atau DMO-DPO?” forum yang dilaksanakan secara virtual ini menghadirkan beberapa narasumber dari berbagai latar belakang, di antaranya Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI Oke Nurwan, Ketua Umum Apkasindo Perjuangan Alpian Arahman, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad, Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF Rusli Abdulah, serta dimoderatori oleh Peneliti INDEF Mirah Midadan.

Dalam forum yang membahas isu yang sedang berkembang di masyarakat ini, Ukay memaparkan bagaimana hasil penelitian KPPU mengenai struktur konsentrasi industri produsen minyak goreng. Tingkat konsentrasi industri produsen minyak goreng menunjukan Concentration Ratio (CR) sebesar 46,5%. KPPU juga mengidentifikasi ada 4 (empat) perusahaan terbesar yang terintegrasi. “Industri kelapa sawit yang merupakan bahan dasar minyak goreng, sudah keruh dari hulunya namun kita sibuk menjernikah di hilirnya, maka akan terasa berat dan memakan biaya besar. Kebijakan perbaikan di hulu tanpa membenahi di hilir itu tidak efektif,” jelas Ukay.

Sebagai perwakilan dari petani kelapa sawit, Alpian menyampaikan bahwa saat ini petani dihadapi dengan harga pupuk yang cukup tinggi dan langka, harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit yang sedang jatuh, serta panen yang sedang turun. Dengan kondisi saat ini Alpian berharap pemerintah melalui Kementerian Perdagangan RI untuk terus memantau kebijakan DMO-DPO agar sesuai dengan harapan para petani kelapa sawit di Indonesia. Selain itu, Pemerintah harus memantau rantai distribusi dari produsen minyak goreng dan eksportir. “Rantai distribusi itu harus terus dikawal dan diawasi karena petani tidak memiliki kemampuan untuk itu, maka kami sangat berharap pada pemerintah,” ucap Alpian.

Dari perspektif regulator, Oke memaparkan bahwa fenomena anomali yang terjadi sat ini diakibatkan berbagai kondisi salah satunya Pandemi Covid-19. Tidak hanya itu, pasokan minyak nabati dunia turun juga mengakibatkan harga minyak nabati tinggi dimana CPO merupakan unsur di dalamnya. Lebih lanjut Oke menyampaikan bahwa memang ada kebijakan pemerintah yang terlalu melepas industri minyak goreng ini kepada mekanisme perdagangan, sehingga industri minyak goreng dalam negeri ketergantungn terhadap harga CPO internasional. “Hal itu memang yang perlu diperbaiki, kita harus melepas ketergantungan minyak goreng domestik terhadap CPO internasional dengan berbagai instrumen. Untuk saat ini melalui instrumen DMO-DPO,” tukas Oke.

Menyetujui pendapat Oke, Rusli menyampaikan bahwa benar memang saat ini terjadi kondisi anomali yang diakibatkan oleh Pandemi Covid-19 yang berdampak pada respon Pemerintah dan masyarakat. Kebijakan DMO-DPO perlu dilihat efektivitasnya dalam jangka pendek. “Kemudian untuk jangka panjangnya, dapat dilakukan hilirisasi minyak goreng atau mendorong minyak goreng dalam bentuk kemasan guna menghindari dampak shock di masa depan serta perwujudan kompetisi persaingan usaha yang sehat dari hulu ke hilir,” jelas Rusli.

Menutup diskusi, Ukay menyampaikan dalam closing statementnya, “KPPU melihat ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki struktur pasar di industi minyak goreng. Terbukti pada tahun 2010 industri minyak goreng pernah dihukum oleh KPPU. Tidak menutup kemungkinan di masa yang akan datang, masalah seperti ini akan terulang lagi.”