Dalam 23 Tahun Implementasi Persaingan Usaha Sehat Belum Menjadi Arus Utama dalam Perumusan Kebijakan

Dalam 23 Tahun Implementasi Persaingan Usaha Sehat Belum Menjadi Arus Utama dalam Perumusan Kebijakan

Jakarta (16/3) – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjelaskan bahwa meskipun telah 23 tahun pelaksanaan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999), masih terdapat berbagai kebijakan pemerintah, baik di pusat maupun daerah yang belum sejalan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Ini menggambarkan bahwa persaingan usaha yang sehat belum menjadi arus utama dalam perumusan kebijakan. Penjelasan ini disampaikan Ketua KPPU, Ukay Karyadi, dalam pidato yang disampaikannya dalam kegiatan Selebrasi 23 Tahun UU 5/1999: “Menuju Hari Persaingan Usaha Nasional” yang dilaksanakan secara hybrid di Kantor KPPU Jakarta.

Ketua KPPU menjelaskan bahwa UU 5/1999 sudah 23 tahun hadir di negeri ini, tetapi faktor kesenjangan masih ada sebagai akibat adanya elemen-elemen ketidaksempurnaan pasar, seperti para pelaku usaha besar yang memiliki market power yang menyalahgunakan posisi dominannya. Akibatnya pelaku usaha pesaing dari kalangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sulit untuk berkembang. Dalam situasi ini, pertumbuhan ekonomi akan lebih dinikmati kelompok usaha besar ketimbang UMKM. Dari berbagai data yang ada, situasi ini belum banyak mengalami perubahan. Untuk itu keberadaan hukum persaingan usaha dan kebijakan persaingan usaha menjadi urgent, karena dapat mencegah penguasaan ekonomi pada kelompok tertentu.

Ketua KPPU juga menjelaskan bahwa KPPU adalah pengawal dan pengawas keadilan sosial (the guardian of social justice) dalam membangun perekonomian, khususnya mengawal persaingan usaha sehat dan pengawasan pelaksanaan kemitraan sebagaimana diamanatkan UU No.20 Tahun 2008 tentang UMKM. Namun sulit bagi KPPU apabila tidak didukung oleh para pemangku kepentingan, khususnya dalam hal penguatan kelembagaan KPPU. Keberadaan Sekretariat KPPU masih diwarnai oleh status pegawai yang belum juga diakui sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Padahal, mulai tahun depan pemerintah hanya mengakui ASN, yaitu ASN yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK). Sehingga nasib lebih dari 400 pegawai KPPU dapat ditebak tahun depan, jika tidak ada political will dari pemerintah, tegas Ukay.

Dari sisi anggaran, KPPU mengalami penurunan alokasi anggaran sejak lima tahun terakhir. Padahal pengawasan KPPU dilakukan atas semua sektor usaha dan wilayah, termasuk sektor ekonomi digital yang memiliki karakteristik berbeda dibanding sektor konvensional. Namun demikian, KPPU tetap berupaya menjalankannya tugas dan fungsinya dan menunjukkan kinerja yang positif.
Untuk lebih menumbuhkan budaya persaingan usaha sehat di seluruh pemangku kepentingan, Ketua KPPU akan mengusulkan kepada Bapak Presiden RI agar menjadikan tanggal penandatanganan UU 5/1999, yakni tanggal 5 Maret, ditetapkan sebagai Hari Persaingan Usaha Nasional.

Keberadaan budaya persaingan dinilai penting oleh berbagai kalangan. Syamsul Maarif, Hakim Agung di Mahkamah Agung RI menjelaskan bahwa adanya Hari Persaingan Usaha Nasional akan memberikan dampak positif dan bisa menjadi momentum untuk mengangkat isu-isu persaingan usaha. Sementara Franciscus Welirang, Direktur PT.Indofood Sukses Makmur Tbk, menyebut bahwa budaya persaingan sehat adalah sebuah tantangan. Dibutuhkan proses yang konsisten agar budaya tersebut berjalan. Mantan Komisioner KPPU yang menjadi bagian dari Pemerintah dalam penyusunan UU 5/1999, Kurnia Syaranie, sependapat bahwa budaya persaingan memang harus dibangun, namun tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk itu, KPPU mendorong seluruh elemen masyarakat agar mendukung terbentuknya budaya persaingan sehat di Indonesia, salah satunya melalui hari penting nasional tersebut.