Dialog Sumbar Pagi: Menggoreng Harga Minyak Goreng Pasca Pencabutan Permendag No. 6 Tahun 2022

Dialog Sumbar Pagi: Menggoreng Harga Minyak Goreng Pasca Pencabutan Permendag No. 6 Tahun 2022

Medan (20/3) – Sengkarut pengendalian harga minyak goreng yang terus berpolemik serta pasca dicabutnya Permendag Nomor 6 Tahun 2022, Kepala Kantor Wilayah I KPPU hadir secara online dalam Dialog “Sumbar Pagi” RRI PRO 1 Padang dengan tema “Menggoreng Harga Minyak Goreng, Pasca Pencabutan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 terkait Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. Turut hadir narasumber lain adalah Kepala Disperindag Sumbar, Asben Hendri dan Wakil Ketua APRINDO Sumatera Barat, Yudi Siswanto.

Mengawali dialog, Asben Hendri mengatakan bahwa pasca pencabutan HET untuk minyak goreng kemasan dan HET minyak goreng curah dipatok pada harga Rp14.000, maka tidak ada penimbunan. Di Sumatera Barat sendiri pasokan minyak goreng tercukupi karena memiliki banyak perkebunan sawit dan terdapat produsen minyak goreng seperti Incasi Raya, yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Sumatera Barat akan minyak goreng.

Sementara itu, Yudi Siswanto menyampaikan bahwa untuk saat ini stok minyak goreng kemasan premium belum tersedia di ritel modern, khususnya di Transmart. Informasi dari pihak distributor, harga masih perlu penyesuaian dengan dicabutnya Permendag nomor 6 Tahun 2022. Yudi sendiri menyatakan pihaknya tidak menjual minyak goreng curah, untuk harga minyak goreng kemasan premium di ritel modern kemasan 1 liter harga berkisar Rp25.000 dan 2 liter di harga Rp50.000.

“Kami tetap membangun komunikasi dengan distributor untuk memastikan ketersediaan pasokan minyak goreng di ritel modern. Kami akan memastikan pendistribusian minyak goreng sampai kepada konsumen secara merata. Untuk saat ini, ritel modern membatasi penjualan hanya 30 karton per hari dan konsumen hanya boleh membeli 2 liter saja,” tambahnya.

Ridho Pamungkas menyampaikan bahwa kelangkaan minyak goreng terjadi sejak keluarnya Permendag terkait kebijakan satu harga dengan mekanisme subsidi, dan dilanjutkan dengan kebijakan DMO dan DPO. Namun dengan pencabutan kebijakan HET untuk minyak goreng kemasan, diketahui bahwa minyak goreng kemasan di ritel modern tidak lagi sulit ditemukan. Hal ini dapat terjadi karena dua hal, pertama karena selama ini stok minyak goreng ditahan oleh spekulan, atau karena harga minyak goreng kemasan sudah sesuai harga keekonomian, sehingga tidak lagi cepat dibeli oleh konsumen.

Dengan adanya kebijakan HET untuk minyak goreng, maka masih membuka potensi penyelewengan yang memanfaatkan disparitas harga antara minyak goreng curah dengan kemasan. Penyelewengan bisa terjadi di berbagai level dalam bentuk repacking atau mengemas minyak goreng curah menjadi kemasan, mengalihkan minyak goreng curah harga HET ke industri, atau mengekspor minyak goreng curah harga HET.

“Dari sisi KPPU, kami tetap melakukan proses penyelidikan terkait dugaan kartel. Selain juga melakukan pengawasan terkait distribusi minyak goreng curah dan harga minyak goreng kemasan. Dari sisi kebijakan pemerintah, kami berharap pemerintah dapat membuka ruang bagi masuknya pelaku usaha baru dalam industri minyak goreng, sehingga nantinya harga yang terbentuk merupakan harga yang lebih kompetitif berdasarkan persaingan usaha yang  sehat,” pungkasnya.