ASK Organda Merasa Dicurangi oleh Aplikator, KPPU Kanwil I Gelar FGD
Medan (19/4) – Menyikapi keluhan masyarakat terkait adanya dugaan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan oleh perusahaan angkutan berbasis aplikasi, KPPU Kantor Wilayah I menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertempat di ruang pertemuan KPPU Kantor Wilayah I di Medan. Hadir dalam kegiatan FGD tersebut, perwakilan dari Pengusaha ASK, perwakilan dari komunitas driver taksi online, Grab, Gocar dan Maxim, dari Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu, Dinas Kominfo, Dinas Perhubungan dan Ombudsman.
Kepala KPPU Kantor Wilayah I, Ridho Pamungkas menerangkan bahwa telah terjadi perekrutan pengemudi yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi berbasis teknologi informasi secara langsung tanpa melalui perusahaan Angkutan Sewa Khusus (ASK) di wilayah Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo (Mebidangro). Selain itu perusahaan aplikasi tidak mempersyaratkan calon pengemudi harus memiliki Kartu Elektronik Standar Pelayanan (KESP), hanya menghimbau saja, yang mana KESP ini hanya dapat diurus di perusahaan ASK.
Kedua hal tersebut dinilai melanggar Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020 Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus di Provinsi Sumatera Utara. Namun sayangnya, kedua regulasi tersebut tidak mengatur sanksi terhadap perusahaan aplikasi melainkan hanya sanksi kepada perusahaan ASK.
Pada pertemuan tersebut, Ketua DPU Angkutan Sewa Khusus (ASK) Organisasi Angkutan Darat (Organda) Mebidangro, Frans Tumpu Simbolon mengaku kecewa dengan perusahaan aplikasi yang merekrut driver secara langsung sehingga mematikan usahanya.
“Kami keberatan dengan ini, pekerjaan kami diambil alih oleh perusahaan aplikasi dan inilah yang kami sebut monopoli. Instansi terkait harus bertindak tegas. Ini sudah jelas melanggar aturan,” ungkapnya.
Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (ORASKI) Sumatera Utara yang diwakili oleh David Bangar Siagian menuturkan bahwa dulu anggota ORASKI mengurus izin KESP melalui ASK berbadan hukum, salah satunya melalui ORASKI yang memiliki badan hukum ASK. Namun banyak driver yang telah memiliki KESP tidak memperpanjang karena bagi mereka tidak ada manfaat dari KESP tersebut, tanpa KESP pun masih bisa jalan. Sebenarnya yang menjadi permasalahan bagi driver lebih kepada masalah tarif, perang tarif antara aplikator cukup sengit, dan driver hanya bisa mengikuti penetapan diskon oleh aplikator.
Perwakilan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Go-jek) Dedo Pasaribu menjelaskan, pihaknya senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku. Driver yang sudah terdaftar di Go-jek dapat mengurus KESP dari aplikasi Go-jek dan dapat memilih untuk mendaftar melalui badan hukum manapun. Hal senada juga disampaikan oleh GM Public Affairs of Sumatera Regional dari Grab, Guruh Gunawan Ismaela. Ia menambahkan, pihaknya melakukan rekrutmen driver secara mandiri pada masa pandemi Covid-19 adalah untuk mendukung program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional.
Sementara itu Kepala Cabang PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim) Sumatera Utara Muhammad Farizi juga menambahkan pihaknya senantiasa mematuhi peraturan perundang-undangan, namun memang masih banyak driver yang belum memiliki KESP karena pada driver berpandangan tidak ada manfaatnya.
“Kami selalu himbau para driver untuk urus KESP. Para driver itu nanya kalau urus KESP manfaatnya apa? Saya jelaskan kalau punya KESP akan dapat status prioritas, cara urusnya bisa dari aplikasi. Mereka timpali lagi, driver online yang lain banyak yang tidak punya KESP gak ada masalah. Nah, di sini saya belum bisa paksa mereka untuk punya KESP,” jelas Farizi.
Perwakilan Ombudsman Sumatera Utara Mori Yana Gultom berpandangan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020 belum dapat diimplementasikan sepenuhnya lantaran belum mengatur kewenangan instansi mana yang melakukan pengawasan terhadap jalannya peraturan tersebut.
”Semestinya pihak aplikator dapat menjadi filter untuk mewajibkan driver online memiliki KESP, yakni dengan mempersyaratkan harus mengurus KESP sebelum mendaftar sebagai driver atau yang sudah tidak berlaku,” ungkapnya.
Sedangkan Golongan Kemit selaku Analis Kebijakan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Sumatera Utara mengaku selama ini tidak terdapat permasalahan dalam hal perizininan. Pihaknya akan menerbitkan izin jika sudah ada rekomendasi teknis dari Dinas Perhubungan Sumatera Utara. Dikatakan bahwa lebih kurang sudah ada 52 badan usaha yang mengurus perizinan Angkutan Sewa Khusus untuk wilayah Mebidangro, namun untuk tahun 2022 belum ada yang mengurus.
Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera Utara Dedi Irawan menjelaskan bahwa pemblokiran aplikasi merupakan kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (bukan Dinas Komunikasi dan Informartika di daerah). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020 tidak menjelaskan tugas dan kewenangan Dinas Komunikasi dan Informatika dalam pengawasan ASK.
”Asosiasi Dinas Komunikasi dan Informatika Seluruh Indonesia sudah mengajukan permintaan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika supaya para perusahaan aplikasi tidak diperkenankan untuk merekrut driver. Selain itu Dinas Komunikasi dan Informatika di Daerah juga perlu diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan dan mengenakan sanksi seperti memblokir aplikasi. Namun hal tersebut belum terealisasi hingga sekarang,” ujarnya.
Menanggapi berbagai informasi tersebut, Kepala Seksi Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek dan Angkutan Barang, Dinas Perhubungan Sumatera Utara Yunus Pasodung meminta semua perusahaan aplikasi untuk merekrut driver dengan bekerja sama dengan perusahaan ASK dan mewajibkan driver yang mendaftar untuk memiliki KESP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020.
“Masalahnya hanya satu, perusahaan aplikasi tidak mengikuti Permenhub No 118 Tahun 2018 dan Pergub No 13 Tahun 2020. Jika ketentuan ini dijalankan, tidak akan ada lagi masalah. Kami juga sudah beberapa kali meminta akses dashboard kepada perusahaan aplikasi namun tidak juga dipenuhi,” terangnya.
Menutup pertemuan tersebut, Kepala KPPU Kantor Wilayah I menuturkan bahwa perilaku perusahaan aplikasi yang merekrut pengemudi secara mandiri hingga membuat ASK kehilangan pekerjaan belum memenuhi unsur-unsur pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999, khususnya Pasal 17.
“Perbuatan tersebut terjadi karena adanya pelanggaran terhadap regulasi yaitu Permenhub Nomor 118 Tahun 2018 dan Pergub Sumatera Utara Nomor 13 Tahun 2020. Namun ketika ada perusahaan yang patuh terhadap aturan dan ada yang tidak patuh, maka perusahaan yang tidak patuh berpotensi melanggar pasal 21, yakni perbuatan curang dalam menetapkan biaya produksi yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Dengan tidak melalui perusahaan ASK, bisa jadi akan mengurangi biaya dalam menawarkan jasa ke pelanggan. Tentunya tidak fair bagi perusahaan yang merekrut lewat perusahaan ASK,” jelas Ridho.
Mengakhiri gelaran FGD, Ridho menyimpulkan perlu adanya pengaturan sanksi dan kewenangan yang lebih jelas dan tegas terkait dengan Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus, agar semua pihak dapat menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang berlaku.
”Demi terciptanya kerja sama kemitraan yang sehat dalam penyelenggaraan pelayanan ASK, perlu pengaturan perjanjian kemitraan dari para pihak yang bermitra sesuai dengan PP No. 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahaan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Baik antara Perusahaan Aplikasi dengan perusahaan ASK, maupun antara perusahaan ASK dengan mitra driver,” pungkasnya.