KPPU Fokus pada Perilaku Produsen Minyak Goreng
Medan (13/5) – KPPU (Komisi Pengawas Persaingan usaha) saat ini tengah mencermati harga produk minyak goreng yang belum mengalami perubahan berarti meskipun sudah dua pekan pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait larangan ekspor CPO. Dalam hal ini, KPPU akan berfokus pada perilaku pelaku usaha dalam merespon kebijakan pemerintah. Hal ini dikatakan oleh Ketua KPPU Ukay Karyadi yang didampingi Ridho Pamungkas, Kepala Kantor Wilayah I Medan saat mengadakan diskusi dengan wartawan di Medan, Jumat (13/5).
“Adanya disparitas harga berpotensi memunculkan berbagai perilaku penyelewengan. Untuk perkembangan kasus minyak goreng terbaru di Sumut yakni ditangkapnya kapal yang mencoba menyelundupkan minyak goreng di perairan Belawan. Perlu kami tegaskan KPPU sekarang fokus ke perilaku perusahaan dalam hal ini industri atau produsen minyak goreng,” ujar Ukay.
Pemerintah sendiri menurutnya sudah melakukan pelarangan ekspor CPO yang bertujuan agar ketersediaan bahan baku minyak goreng terpenuhi. Selama ini produsen beralasan menaikkan harga minta karena ketersediaan CPO yang belum cukup dan harga CPO mengikuti harga internasional.
“Nah, ketika kami sedang melakukan penyelidikan ini ada kejadian ekspor CPO. Namun setelah ekspor dilarang, hingga saat ini penurunan harga minyak goreng juga belum signifikan. Minyak goreng kemasan hanya turun sedikit dan curah juga masih mahal. Jadi masih jadi tanda tanya karena perilaku produsen minyak goreng ini tidak berubah. Lantaran harga malah mahal padahal kebijakan pemerintah sudah banyak untuk menurunkan harga minyak goreng ini,” terangnya lagi.
Menurut Ukay Karyadi, masih mahalnya harga minyak goreng makin memperkuat sinyal adanya dugaan kartel beberapa perusahaan produsen minyak goreng. Sebagaimana diketahui, sejak akhir bulan Maret 2022, KPPU telah masuk ke tahap penyelidikan dugaan kartel minyak goreng dimana terdapat delapan kelompok usaha yang menguasai 70 persen pasar minyak goreng.
“Kita telah mendapatkan alat bukti. Sehingga saat ini kami sedang mencari-cari satu alat bukti lagi untuk kasus ini bisa naik ke persidangan. Kami menghimbau agar pelaku usaha yang kita panggil untuk memberikan keterangan dan data bersikap kooperatif. Tentu masyarakat dapat menilai sendiri ada apa dan mana perusahaan yang tidak kooperatif,” terangnya.
Menambahkan pernyataan dari Ketua KPPU tersebut, Kepala KPPU Kanwil I Ridho Pamungkas mengatakan bahwa harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Sumatra Utara terus merosot setelah kebijakan pemerintah soal larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan bahan baku minyak goreng berlaku nyaris dua pekan.
Saat ini, Dinas Perkebunan Pemprov Sumatra Utara menetapkan harga TBS kelapa sawit berumur 10-20 tahun senilai Rp3.100 per kilogram. Namun harga TBS di tingkat PKS berkisar Rp1.500 – 2.000 per kilogram. Sementara hasil pantauan KPPU Kanwil I, minyak goreng jenis curah masih dijual di harga Rp16.000 – Rp17.000 per kilogram. Sedangkan minyak goreng kemasan dijual Rp21.000 – Rp25.000 per kilogram.
”Kami akan mengkaji di titik mana terjadi hambatan dalam menurunkan harga minyak goreng. Semestinya dengan harga TBS yang sudah semakin merosot, ada kesempatan bagi produsen minyak goreng untuk menurunkan harga untuk mengambil alih pasar pesaingnya, namun hal ini tidak terjadi. Atas dasar itu, kami semakin menduga ada permainan kartel di antara kelompok usaha perusahaan minyak goreng tersebut,” tutupnya.