Inovasi sebagai Pertimbangan dalam Penilaian Merger dan Akuisisi
Bangkok (8-9/5) – Inovasi masih kurang diprioritaskan oleh otoritas persaingan usaha dunia dalam penilaian transaksi merger dan akuisisi. Karena inovasi berbicara ketidakpastian, khususnya kapan analisis itu dilaksanakan dan bagaimana bukti yang diperlukan dalam mendorong kesimpulan berdasarkan inovasi tersebut. KPPU pun mengkonfirmasi kesimpulan ini, karena inovasi belum menjadi faktor utama dalam penilaian merger dan akuisisi. Inovasi masih didekati per kasus, bergantung pada kondisi transaksi dan setelah. Melakukan berbagai jenis analisa utama lainnya. Kesimpulan ini mengemuka dalam pertemuan otoritas persaingan usaha ASEAN dan Uni Eropa, the 2nd EU-ASEAN Competition Week yang dilaksanakan secara hybrid di Bangkok pada tanggal 8-9 Mei 2023. KPPU dalam pertemuan tersebut, diwakilkan secara hybrid oleh Komisioner Chandra Setiawan.
The 2nd EU-ASEAN Competition Week merupakan kegiatan pertemuan para otoritas persaingan usaha ASEAN dan Uni Eropa serta melibatkan partisipasi publik secara luas. Dalam kegiatan tahun ini, dibahas berbagai topik, antara lain kerja sama dalam analisa merger, dan pertimbangan inovasi dalam penilaian merger. KPPU sendiri berbicara tentang pertimbangan inovasi dalam penilaian merger. Kegiatan tersebut dibuka oleh Chairman of the Trade Competition Commision of Thailand Maitree Sutapakul dan Ambassador of the European Union to Thailand H.E. Mr. David Daly.
Dalam pertemuan tersebut, KPPU menjelaskan bahwa industri berkembang dengan cepat sehingga persaingan tidak hanya berupa persaingan harga, tetapi juga melibatkan faktor persaingan lain seperti inovasi atau kualitas.
“Landasan teoritis untuk inovasi dari merger bervariasi, namun pertimbangan ini tidak dapat dihindari dalam beberapa kasus. Oleh karena itu, otoritas persaingan perlu melakukan analisis kasus per kasus saat mempertimbangkan efek merger di pasar dengan inovasi insentif”, jelas Chandra.
KPPU saat ini sedang mempertimbangkan faktor inovasi pada tahap penilaian awal, khususnya saat menentukan pasar yang relevan. Peraturan KPPU tentang pendefinisian pasar yang relevan menyatakan bahwa faktor inovasi harus dipertimbangkan saat menentukan pasar yang relevan dari platform digital, selain diferensiasi produk, dan skala ekonomi. Chandra menyampaikan inovasi sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, di Indonesia inovasi belum menjadi faktor utama yang dianalisis dalam penilaian merger dan akuisisi. Inovasi dapat dianalisis secara kasus per kasus pada tahapan penilaian menyeluruh, berdasarkan kondisi transaksi dan setelah meninjau faktor penting lainnya seperti dampak hambatan masuk, konsentrasi pasar, efisiensi, dan lainnya.
Selaras dengan KPPU, seperti yang disampaikan Senior Expert Mergers DG Competition Prof. Dr. Stephan Simon, dimana pedoman merger Uni Eropa melihat inovasi sebagai kekuatan penting yang dapat meningkatkan insentif bagi pelaku usaha dan memberikan tekanan kompetitif bagi pesaingnya. Jika tidak, persaingan usaha akan terhambat dengan merger antara 2 (dua) pelaku usaha yang menjadi inovator kunci di pasar.
Sementara itu, Director of Consumer Product Market Structure Division Trade Competition Commission of Thailand (TCCT) Shinawat Horayangkura menyampaikan bahwa merger dan akuisisi dengan tujuan positif maupun negatif dapat memunculkan inovasi. Namun, yang menjadi penyeimbang adalah adanya otoritas persaingan.
Di hari kedua, KPPU berkesempatan membagikan pengalamannya selama ini sebagai salah satu otoritas persaingan tertua di Asia Tenggara. Perspektif dan pengalaman KPPU dalam menangani perkara persekongkolan tender yang menjadi salah satu bentuk praktik kartel, disampaikan KPPU dalam forum ini. Investigator Utama Richardo Frans Adiatma mewakili KPPU menyampaikan materi hari ini secara daring.
Persekongkolan tender diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Indikasi adanya persekongkolan tender yang sering ditemui KPPU di lapangan antara lain: tender tidak transparan yang menyebabkan hanya sedikit pelaku usaha yang dapat mengikutinya; tender yang diskriminatif dan tidak dapat diakses oleh pelaku usaha yang berkompeten; dan persyaratan maupun spesifikasi yang mengarah pada pelaku usaha maupun merk dagang tertentu.
Tantangan yang dihadapi KPPU dalam menangani perkara persekongkolan tender diantaranya Terlapor maupun saksi yang tidak kooperatif, Terlapor maupun saksi tidak dapat memenuhi dokumen ataupun informasi yang dibutuhkan, Terlapor maupun saksi tidak memberikan data dan informasi yang sesuai dengan format yang diminta, dan tidak tersedianya anggaran untuk membeli data ekonomi.
Untuk menanggulangi keterbatasan tersebut, KPPU harus kreatif dalam mengumpulkan alat bukti. Kolaborasi dengan otoritas dan Lembaga terkait pun menjadi salah satu cara untuk membuktikan adanya persekongkolan. Selain itu, Langkah persuasif juga ditempuh agar Terlapor dan saksi dapat kooperatif.