KPPU Pantau Harga Beras yang Meroket
Surabaya (19/9) – Hal ini diungkapkan Romi Pradhana Aryo selaku Kepala Bidang Kajian dan Advokasi Kanwil IV KPPU dalam acara “Bincang-Bincang Dialog News” yang diselenggarakan oleh Jawa Pos TV (JTV). Acara yang juga menghadirkan dua narasumber, yaitu Daniel Rohi selaku Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur dan Heri Purwanto selaku Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kemandirian dengan topik utama, “Harga Beras Tak Kunjung Turun”.
Beras, sebagai bahan pokok utama, telah mengalami kenaikan harga yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Harga beras pada awal tahun 2023 berkisar antara Rp 11.000 hingga Rp 12.000 per kilogram, namun meningkat tajam pada bulan Februari dan mencapai puncaknya di pertengahan bulan Agustus hingga saat ini, dengan harga mencapai Rp 13.000 hingga Rp 14.000 per kilogram pada bulan September. Krisis pangan dan faktor-faktor manusia, seperti spekulasi dan praktik penyimpanan stok, menjadi penyebab utama kenaikan harga beras.
“KPPU telah mengawasi harga beras sejak bulan Agustus dan melakukan survei langsung di berbagai pasar dalam dua minggu terakhir. Fluktuasi harga beras menjadi fenomena tahunan, di mana panen besar cenderung menurunkan harga, sedangkan gagal panen mengakibatkan kenaikan harga. KPPU berusaha memastikan bahwa surplus stok beras tidak merugikan konsumen,” ungkap Romi.
Meskipun terdapat surplus stok beras sekitar 3-4 juta ton di Jawa Timur, keberadaannya sulit ditemukan di lapangan, dan penyebabnya masih belum jelas. Operasi pasar yang dilakukan untuk mengurangi harga belum mencapai kebutuhan konsumen. Terlibatnya pedagang lokal juga diperlukan agar konsumen dapat merasakan perubahan harga.
KPPU menggarisbawahi dua jenis petani yang dipengaruhi oleh fluktuasi harga dan perlunya kebijakan yang tepat untuk mencegah monopoli dan memperkuat cadangan beras pemerintah. Harga beras kemungkinan akan menjadi standar baru, terutama setelah perubahan Harga Eceran Tertinggi (HET). Kemungkinan campur tangan kartel dalam produksi dan harga juga menjadi perhatian.
Sementara itu, Daniel menyoroti surplus stok beras di wilayah tersebut dan perlu untuk merencanakan stok beras di gudang mengantisipasi perubahan musim panen dan musim kering. Di lapangan, petani merasa senang dengan harga gabah yang mereka terima, tetapi hal ini memberatkan konsumen.
Dalam situasi ini, pengawasan dari hulu ke hilir menjadi penting, dan pengecekan lapangan oleh tim pengawas harus lebih teliti. Pemerintah juga harus memberikan dukungan kepada petani dalam berbagai aspek, seperti benih, sumber daya manusia (SDM), teknologi pasca panen, dan subsidi pupuk.
Sedangkan Heri, memberikan pandangan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras. Beliau menyoroti pentingnya data yang akurat dan menilai bahwa solusi yang tepat adalah mengembalikan fungsi Bulog dalam mengatur harga beras. Produksi beras di Indonesia juga perlu diperiksa lebih lanjut.