KPPU: Buffer Stock Kedelai Diperlukan

Kenaikan harga kedelai di pasaran dalam dua minggu terakhir telah memberi dampak yang sangat signifikan bagi para pengrajin tahu tempe di seluruh Indonesia. Selain mayoritas pengrajin masuk dalam kategori usaha kecil dan perumahan yang memiliki modal kecil dan sensitif terhadap kenaikan harga, serapan tenaga kerja dalam industri ini terbilang tidak sedikit.  Fenomena kenaikan harga kedelai seperti yang terjadi akhir ini merupakan kondisi ulangan yang pernah terjadi pada tahun 2007-2008 ketika itu, harga CIF kedelai kuning dari Amerika menyentuh USD 600 dan harga jual di gudang importer Rp. 6250/ton yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap harga kedelai dalam negeri saat itu.
Kebutuhan terhadap kedelai di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan tercatat kebutuhan kedelai tahun 2012 sebesar 2,2 juta ton dibandingkan kebutuhan tahun 2011 sebesar 2,16 juta ton. Dari kebutuhan tersebut rata-rata yang mampu dipenuhi oleh kebutuhan dalam negeri sekitar 25-30 persen di mana sisanya diperoleh dari berbagai negara melalui mekanisme impor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2011 produksi kedelai lokal hanya sebesar 851.286 ton atau 29% dari total kebutuhan, sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi 71% kebutuhan kedelai dalam negeri. Dengan demikian ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor sangat besar yang sangat berpengaruh terhadap fluktuasi harga.
Merujuk pada data KPPU pada tahun 2008, struktur pasar importasi kedelai ini dalam perspektif ilmu ekonomi bersifat pasar oligopolistik dengan indikasi bahwa 74,66% pasokan kedelai ke dalam negeri yang dilakukan oleh importir dikuasai oleh 2 pelaku usaha yaitu PT Cargill Indonesia dan PT Gerbang Cahaya Utama (GCU). Pada saat itu KPPU menduga terjadi pengaturan pasokan oleh kedua perusahaan tersebut namun setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut indikasi dugaan kartel ini tidak kuat karena pola pergerakan harga penjualan diantara kedua pelaku pasar tidak memiliki pola keteraturan dan fluktuatif, demikian juga dengan volume importasinya. Di samping itu, kebijakan pasar kedelai nasional tidak menghambat pelaku usaha lain untuk masuk pasar.
Mencermati kenaikan harga kedelai dalam dua minggu ini yang membuat sejumlah pengrajin tahu tempe menghentikan produksinya KPPU menduga bahwa terdapat kondisi yang sama seperti yang terjadi pada tahun 2008. Untuk ini, KPPU sedang melakukan langkah-langkah pengawasan terhadap pola pergerakan harga yang terjadi di pasar kedelai nasional, terutama di basis-basis konsumen kedelai impor yang hampir 78 persennya terkonsentrasi di 5 provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogya dan Bali.
Mengingat tingginya kebutuhan kedelai dan besarnya ketergantungan terhadap kedelai impor, maka kebijakan pasar pemerintah  tetap harus memberikan kesempatan (market access)  kepada pelaku usaha untuk memasuki pasar seperti yang diterapkan saat ini sehingga mekanisme persaingan yang sehat tetap dapat terjamin. Namun demikian diperlukan langkah atau kebijakan fundamental agar persoalan kenaikan harga kedelai (yang tidak terjangkau masyarakat) ini tidak terulang dan dapat diantisipasi. KPPU menilai pentingnya kebijakan pasar yang menyeluruh pada pasar pasokan kedelai untuk kebutuhan domestik  melalui langkah-langkah sebagai berikut;

  1. Menerapkan sistem Buffer Stock kedelai yang dikontrol penuh oleh pemerintah untuk mengantisipasi sekaligus melakukan minimalisasi gejolak harga komoditas seperti halnya kedelai. KPPU percaya Pemerintah secara teknis memiliki kemampuan untuk memproyeksikan terjadinya penurunan pasokan kedelai di pasar dunia seperti yang terjadi saat ini. Mengingat jangka waktu proses order dan pengiriman kedelai rata-rata memakan waktu sampai dengan 3 bulan, maka proyeksi tersebut setidaknya dapat dijadikan dasar bagi lembaga Buffer Stock ini untuk mulai melakukan penyediaan pasokan kedelai sebagai langkah antisipatif. Apabila gejolak harga kedelai memang terjadi seperti yang diproyeksikan, maka lembaga Buffer Stock Pemerintah ini telah siap dengan persediaan kedelai untuk memenuhi kebutuhan dengan penetapan harga sesuai dengan harga perolehannya;
  2. Meningkatkan produksi kedelai dalam negeri untuk mengurangi tingginya tingkat ketergantungan terhadap kedelai impor. Karena itu perlu ada kebijakan teknis peningkatan produksi kedelai nasional. Keberhasilan pencanangan program Intensifikasi Khusus (INSUS) kedelai pada tahun 1982 perlu dipertimbangkan untuk kembali dicanangkan. Keberhasilan kebijakan teknis ini sangat strategis untuk meminimalisasi dampak dari perilaku pasar yang bersifat oligopolistik.

(Press Release Resmi Komisi Pengawas Persaingan Usaha)
Disetujui untuk dipublikasikan
A. Junaidi (Kepala Biro Humas dan Hukum)