KPPU Kembali Selidiki Dominasi Pasar Terigu

Industri Pangan I Bukti Praktik Usaha Tak Sehat Dikumpulkan
JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih menyelidiki adanya persaingan usaha tidak sehat berupa praktik oligopoli, yakni penguasaan oleh sedikit pemain, dalam bisnis terigu dalam negeri.
Selain itu, KPPU masih mengumpulkan bukti yang kuat terhadap produsen yang melakukan praktik tersebut.
“Karena ada struktur oligopoli dan pangsa pasar didominasi oleh salah satu pelaku usaha, jika ditambah dengan bea masuk antidumping (BMAD) pada impor Turki, maka posisi persaingan usaha tidak sehat itu akan semakin kuat,” kata Komisioner KPPU Didik Akhmadi yang menjabat Ketua Tim Pengajian Kondisi Bisnis Terigu Nasional di Jakarta, Kamis (7/4).
Menurut Didik, terdapat kendala saat melakukan konfi rmasi ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku otoritas yang mengeluarkan aturan terkait BMAD impor terigu Turki sesuai rekomendasi KADI (Komite Anti Dumping Indonesia).
“Di Kemenkeu, yakni tim tarifnya, juga ada pro dan kontra sendiri sehingga sampai saat ini PMK (Peraturan Menteri Keuangan) belum dikeluarkan. Hal tersebut yang membuat penyelidikan masalah oligopoli terigu belum selesai,” tandas Didik.
Menurut anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PAN Nasril Bahar, KPPU harus segera menyelesaikan masalah monopoli terigu yang dilakukan oleh salah satu produsen dalam negeri. Ia menengarai adanya kejanggalan dalam penyelesaian masalah terigu dari Turki.
“Ada keganjilan dalam rekomendasi KADI. Keberpihakan ke industri lokal perlu, tetapi perlu juga transparansi dalam menyelesaikan masalah tersebut,” tegas Nasril. Menurut politisi PAN ini, telah terjadi disparitas harga yang cukup tinggi antara tepung terigu dari Turki dan importir dominan. Hal tersebut sangat merugikan konsumen.
“Konsumen membeli terigu lebih mahal dari produsen dalam negeri. Untuk itu, perlu komitmen agar konsumen mendapat harga yang layak,” ujar Nasril. Ia menilai industri tepung terigu praktis dimonopoli karena pemain utama menguasai hampir 80 persen pangsa pasar.
“Kita percaya monopoli adalah musuh utama, ada social welfare (kesejahteraan sosial) yang hilang. Monopoli cenderung memproduksi dalam jumlah yang sedikit dari yang dibutuhkan,” tukasnya. Harga Mi Melonjak Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Industri Pangan Indonesia (Aspipin) Boediyanto mengatakan kenaikan harga gandum dunia akan berimbas pada harga tepung terigu.
Hal ini membuat para produsen mi instan berencana menaikkan harga mi 5 – 10 persen. “Adanya kenaikan harga gandum dunia akan membawa keuntungan yang besar bagi produsen tepung terigu dalam negeri.
Selama ini, produsen terigu di dalam negeri hanya dimonopoli oleh satu perusahaan dan tidak ada pilihan bagi produsen mi instan untuk menaikkan harga produknya,” kata Boediyanto di Jakarta, Kamis (7/4). Menurut Boediyanto, naiknya harga mi instan ini didorong lonjakan harga terigu akibat naiknya harga gandum pada awal 2011.
Saat ini harga gandum dunia berada di kisaran 370 – 450 dollar AS per metrik ton. Pada periode tersebut, para produsen menahan harga mi instan karena mempertimbangkan besarnya dampak infl asi terhadap beberapa produk pangan lainnya seperti beras.
“Kenaikan harga mi instan kali ini merupakan yang pertama sejak memasuki 2011. Pada 2010, tak ada kenaikan harga mi instan, sementara pada 2009 sempat ada kenaikan harga 5 persen,” tandas Boediyanto.
Sesuai data Kementerian Perdagangan (Kemendag), pertengahan Februari lalu, harga terigu berada pada kisaran 7.602 per kilogram. Pada akhir Januari, harganya masih 7.532 rupiah per kilogram atau naik 70 rupiah per kilogram. _
ind/E-12