Putusan KPPU untuk Kepentingan Konsumen

Dr. Sukarmi duduk tenang. Di hadapannya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofyan Wanandi, yang didampingi dua pengurus Apindo lainnya, dengan berapi-api menjelaskan tentang dampak putusan KPPU terhadap iklim investasi. Kehadiran Apindo memang atas undangan KPPU, karena KPPU ingin mendengar langsung keluhan pelaku usaha khususnya anggota Apindo yang dihukum denda oleh KPPU. Pernyataan Sofjan yang dilansir banyak media memang menjadi perhatian serius KPPU. Sebagai lembaga pengawas persaingan, langkah KPPU diakui masih banyak disalahpahami. Khususnya tentang dasar putusan, model penyelidikan hingga putusan dan hitungan denda. Bu Karmi, demikian kami memanggil Dr. Sukarmi SH. MH., dengan cukup detail  menjelaskan proses penegakan hukum (due process of law) di KPPU, termasuk hukuman yang dijatuhkan kepada beberapa perusahaan asing.
Sejak terpilih menjadi Wakil Ketua KPPU periode 2011, mendampingi Muhammad Nawir Messi, kesibukan ibu dua anak ini bertambah. Selain menangani kasus,  Komisioner yang masih aktif sebagai dosen Magister Hukum Universitas Brawijaya ini juga harus mengajar sekaligus menerima kunjungan berbagai pihak. Berdialog dengan Ketua Apindo dan menjelaskan hal-hal yang kurang dipahami publik adalah salah satu tugas barunya. Namun, sosok yang dikenal lincah dan cekatan ini tampak sangat menikmati pekerjaannya. Mantan aktivis Kampus yang juga sahabat almarhum Munir ini melakukan advokasi hukum untuk masyarakat dan percaya bahwa hukum adalah penengah. Di tengah kuatnya konflik kepentingan politik di tanah air, hukum harus menjadi penengah di antara subsistem lainnya, demikian tutur penulis buku Cyber Law ini pada sore hari di ruang kerjanya yang sederhana, saat menerima redaksi Majalah Kompetisi Retno Wiranti, Fintri Hapsari dan Rahmat Banu Widodo untuk wawancara sekitar hukum persaingan. Berikut petikannya:
Bagaimana Ibu melihat Praktek hukum di Indonesia?
Jika kita mencermati lebih dalam, penegakan hukum di tanah air berada pada situasi yang mengkhawatirkan. Konflik politik terlalu banyak mempengaruhi proses penegakan hukum di negeri kita. Banyak kasus-kasus hukum yang diselesaikan dengan pendekatan politik. Politik seakan kembali menjadi panglima. Padahal, idealnya justru hukum yang harus menjadi panglima. Jika ada konflik  maka hukum harus menjadi penengahnya. Hal yang sama juga harus berlaku dalam kegiatan usaha. Hukum harus menjadi landasan  berusaha. Sebab jika tidak ada landasan hukum maka kondisi persaingan akan menjadi anarkis. Akan berlaku keadaan yang kuat  menindas yang lemah (homo omini lupus) di dunia usaha. Monopoli semakin meraja lela, yang modalnya kuat akan menguasai sentra-sentra ekonomi. Konsumen yang lemah akan mudah dieksploitasi. Karena itu hukum persaingan menjadi sangat penting untuk menghapus atau setidaknya mengurangi potensi anarkis tersebut.
Lalu apa urgensinya Hukum Persaingan Usaha di Indonesia?
Keberadaan hukum persaingan usaha jelas sangat penting. Kita ingat kondisi ekonomi sebelum diberlakukannya hukum persaingan. Keadaannya kacau. Struktur pasar sangat monopolis. Pengusaha tumbuh dengan hanya mengejar rente (rent seeker). Banyak pelaku usaha yang melakukan penyalahgunaan posisi dominan. Ibarat hukum rimba “Yang kuat semakin kuat, yang lemah semakin lemah”. Ini semua disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha. Karena itu peran hukum persaingan usaha sangat penting untuk memberikan keseimbangan dan menata keadaan tersebut.
Menurut ibu, bagaimana pandangan Pemerintah?
Dari pengalaman yang ada, pandangan KPPU dan pemerintah terhadap hukum persaingan usaha dalam kurun 10 tahun ini belum sama.  Tentu ini  merupakan tantangan besar yang dihadapi KPPU. Selama 10 tahun KPPU memberikan pemahaman dan kesamaan persepsi dan menempatkan hukum dan kebijakan persaingan usaha dalam sistem perekonomian nasional. Karena itu diperlukan adanya harmonisasi antara kebijakan pemerintah dan kebijakan persaingan usaha. Sekaligus memberi pemahaman tentang apa itu KPPU dan apa peranannya dalam sistem pemerintahan.
Apa penyebab pemerintah kurang  memahami peran KPPU?
Saya kira ada dua alasan. Pertama, tidak perduli. Kedua, tidak paham. Ketidakperdulian menyebakan ketidaktahuan dan berujung pada ketidakpahaman. Sebaliknya ketidakpahaman mengakibatkan ketidakperdulian. Ini terjadi karena hukum persaingan usaha adalah sesuatu yang baru. Berbeda dengan lembaga persaingan di negara lain yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu yang nilai-nilai persaingan sehat sudah terinternalisasi dalam kebijakan hukum dan kebijakan ekonominya. Di tanah air,  KPPU masih menjadi momok bagi pelaku usaha tertentu yang terbiasa menerima fasilitas khusus dari pembuat kebijakan. Mengapa?  Karena KPPU-lah yang mengawasi pemberian fasilitas tersebut. Hal ini tentunya menimbulkan benturan. Oleh karena itu, kita harus menegaskan bahwa kehadiran UU Nomor 5 Tahun 1999 dan KPPU bukan untuk menghambat jalannya bisnis, namun untuk mengatur kegiatan bisnis tersebut berjalan dengan adil dan bersih.
Bagaimana KPPU menjangkau satu kegiatan usaha yang tidak fair dan difasilitasi oleh kebijakan pemerintah?
Ini juga menjadi salah satu tugas KPPU. Sebab tidak sedikit kebijakan pemerintah yang tidak mendukung persaingan sehat. Oleh karena itu, KPPU harus melakukan harmonisasi dan memaksimalkan competition policy yang berjalan beriringan dengan competition law. Sekali lagi ini adalah tantangan besar bagi KPPU. Selain itu kita juga harus menunjukkan kinerja yang sesuai dengan tujuan Pasal 3 UU No.5 Tahun 1999, yaitu meningkatkan efisiensi ekonomi, menjaga kepentingan umum, dan mensejahterakan rakyat melalui persaingan usaha yang sehat. Tentu saja ini  bukan pekerjaan yang ringan. Namun tampaknya sudah ada dampak dari keberadaan hukum persaingan usaha. Contohnya adalah putusan KPPU terhadap PT Temasek dan  Kartel SMS.  Putusan KPPU tentang monopoli PT Temasek di sektor telekomunikasi dan kartel SMS berdampak pada penurunan tarif telekomunikasi dan SMS di Indonesia.
Lalu, bagaimana pandangan Ibu tentang adanya asosiasi yang mengatakan bahwa Putusan KPPU menghambat investasi?

Selama ini KPPU bergerak sudah sesuai dengan rel. Apabila pihak luar mengatakan Putusan KPPU menghambat investasi itu hak mereka. Karena selama ini KPPU membuat Putusan berdasarkan Undang-Undang yang berlaku dengan didukung bukti, fakta, serta analisis yang kuat. Tentunya itu sudah sesuai dengan koridor yg ada. Langkah hukum juga tidak terhenti disitu, karena pelaku usaha masih dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri, Kasasi ke Mahkamah Agung, bahkan masih dapat mengajukan Peninjauan Kembali. Jadi sebaiknya, sebelum mengatakan bahwa Putusan KPPU menghambat investasi maka harus dilihat dulu pertimbangan Majelis Komisi seperti apa. Karena yang dibela oleh KPPU bukan semata-mata kepentingan pelaku usaha yang merasa dirugikan, namun juga kepentingan persaingan usaha yang sehat dan kepentingan konsumen. Sehingga bila ada yang mengatakan KPPU menghambat investasi, maka harus dijabarkan juga hambatannya dalam bentuk apa.
Saat ini banyak pelaku usaha yang sudah dihukum denda oleh putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht), namun masih tidak bersedia membayar denda tersebut. Bagaimana mengatasinya?
Ya, memang dalam konteks eksekusi terhadap Putusan sudah diterangkan dengan jelas di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Bahwa KPPU bukanlah lembaga eksekutorial dan kita harus meminta  fiat eksekusi ke pengadilan. Tetapi dalam praktek, ternyata hal tersebut tidak saklek, karena pihak yang dikenai sanksi bisa secara sukarela memenuhi sanksi tersebut. Walaupun hal tersebut jarang terjadi. Namun by law, kita memang harus meminta bantuan pengadilan untuk eksekusi Putusan tersebut.
Sejauh ini, kerjasama kita dengan pengadilan dalam hal eksekusi belum maksimal. Padahal menurut sistem, hal tersebut harusnya secara otomatis sudah berjalan. Seperti pada Criminal Justice System di dunia internasional. Hal-hal yang sudah diatur dalam Undang-Undang akan secara otomatis terlaksana. Jadi mungkin untuk mengatasi hal tersebut, KPPU sebaiknya menyusun MoU dengan MA dalam hal eksekusi. Dari sini kita bisa melihat bahwa sebetulnya KPPU bukanlah superbody, karena KPPU bukanlah lembaga eksekutorial. Sehingga untuk eksekusi, KPPU tetap harus meminta bantuan dari Pengadilan. Jadi jika ada pihak yang mengatakan bahwa KPPU adalah superbody, itu tidaklah benar.
KPPU sendiri sebagai institusi penegak hukum membutuhkan dukungan semua pihak. Visi Undang-Undang bisa terwujud bukan hanya dengan kerja keras KPPU, tapi juga dengan bantuan dari pihak lain. Ini juga menjadi misi saya bersama Pak Nawir Messi (Ketua KPPU, red.) yaitu membangun Forum Komunikasi Antar Lembaga dalam rangka untuk memposisikan KPPU yang punya peran penting dalam sistem pemerintahan dan sistem ekonomi nasional. Dengan demikian, kita harapkan kedepannya kinerja KP PU akan semakin maksimal dengan dukungan yang maksimal pula.