Permasalahan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Jambi
Sosialisasi persaingan usaha telah dilaksanakan pada Jumat, 27 Mei 2011 di Jambi. KPPU menyelenggarakan seminar bertema “Hukum Persaingan Usaha dan Permasalahan dalam Pengadaan Barang/Jasa.” Tema tersebut diangkat karena banyak perkara persekongkolan tender yang masuk ke KPPU berasal dari Provinsi Jambi sejak tahun 2010 hingga 2011. KPPU berharap hukum persaingan usaha berjalan harmonis dengan reformasi di bidang politik, ekonomi dan birokrasi.
Hadir selaku narasumber adalah M. Nawir Messi (Ketua KPPU), Goppera Panggabean (Kepala Bagian Perencanaan Pengawasan Internal KPPU) dan Fauzi Syam (Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintah Setda Provinsi Jambi), sementara Ramli Simanjuntak bertindak selaku moderator. Sebanyak 68 peserta hadir dari instansi pemerintah Provinsi Jambi, Lembaga Pengadilan, akademisi, asosiasi, pelaku usaha dan media massa.
“Seminar persaingan usaha sangat penting karena pengadaan barang dan jasa sangat rentan dengan KKN,” ungkap Fauzi dalam sambutannya. Fauzi juga menjelaskan permasalahan dalam sistem pengadaan barang/jasa di Provinsi Jambi. Pemerintah Provinsi Jambi berupaya melakukan pencegahan persekongkolan tender melalui kebijakan. Disebutkan Fauzi, pemerintah telah menyiapkan agenda Penataan Tata Pemerintahan yang Baik. Pelaksanaan lelang umum dilakukan secara elektronik berbasis web/internet. Pemerintah juga melakukan kajian terhadap sanggahan yang disampaikan oleh pelaku usaha atas pelaksanaan tender. Hal yang penting juga dilakukan pemerintah adalah penegakan disiplin PNS.
Begitu pula dengan Nawir, mengharapkan semua pihak berpartisipasi mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi kegiatan usaha, khususnya pengadaan barang/jasa. ”Persaingan sehat mendorong inovasi dan ketersediaan barang/jasa pada tingkat harga yang sesuai,” ujar Nawir.
Di lain pihak, Goppera menyebutkan, “Total laporan yang masuk ke KPD Batam sejumlah 119 laporan (sejak 2007 – Mei 2011), 16 diantaranya berasal dari Provinsi Jambi.” Menurutnya, 16 laporan tersebut dapat menunjukan 2 indikasi. Pertama, kemungkinan orang telah mengetahui KPPU dan UU No. 5/1999. Kedua, mereka melakukan pelanggaran UU No. 5/1999 dengan manis dan masing-masing pihak yang bersekongkol mendapat bagian yang rata, maka tidak ada yang melapor. Kebanyakan pelapor disebabkan sakit hati karena tidak mendapatkan jatah bagi hasil.