Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Persaingan
Oleh Dedie S. Martadisastra*)
Setiap negara memiliki tugas untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Salah satu syarat yang dapat memenuhinya adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Ibarat kue, semakin besar kuenya akan semakin banyak rakyat yang dapat menikmatinya. Wajar pertumbuhan ekonomi menjadi penentu tingkat kesejahteraan, keamanan serta kemajuan sebuah negara. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan, semakin tinggi tingkat stabilitas politik, ekonomi dan keamanan.
Namun untuk meningkatkan pertumbuhan bukan hal yang mudah dan sederhana. Justeru berbagai konflik dalam sebuah negara lahir akibat kesalahan dan kegagalan bagaimana ekonomi ditumbuhkan. Sebab ekonomi tumbuh bukan dalam ruang hampa dan kedap kepentingan. Sebaliknya negara lahir dengan sebuah kepentingan dan pertumbuhan ekonomi merupakan kepentingan lain yang tentu saling terkait satu sama lain. Pertumbuhan memberi dampak dan disebabkan oleh interaksi antar negara dan juga memberi dampak di dalam negara.
Dinamika Pertumbuhan
Pertumbuhan ekonomi dengan demikian bersifat global. Terlebih lagi perkembangan teknologi membuat dunia semakin kecil dan tanpa batas. Sebut saja ketika dunia percaya dengan sistem merkentilisme. Keyakinan bahwa negara akan kuat jika memiliki tabungan emas membuat pilihan melakukan dagang antar negara dan benua melahirkan munculnya era kolonialisasi. Negara kuat namun miskin sumberdaya akan melakukan aneksasi atau penguasaan atas negara lain yang lemah.
Kondisi yang sama terjadi saat lahirnya keyakinan tentang perdagangan bebas. Ekonomi sebuah negara akan tumbuh jika perdagangan antar negara dibiarkan tanpa adanya hambatan. Kebebasan dalam berdagang akan melahirkan satu kondisi di mana negara akan memiliki nilai tambah. Sering dicontohkan jika sebuah negara lebih efisien memproduksi teh maka produk lain seperti mobil dibiarkan berkembang di negara lain yang jauh lebih efisien. Jadi setiap negara memiliki keunggulannya sendiri (comparative advantage) agar ekonomi tumbuh lebih baik lagi.
Karakter pertumbuhan ekonomi dengan demikian terbuka karena negara tidak bisa memenuhi sendiri kebutuhannya. Namun menyerahkan ekonomi kepada pasar, jelas bukan tanpa resiko. Sebab sistem pasar sering tumbuh diluar kendali negara. Agar ekonomi tumbuh sesuai dengan target maka negara harus mengendalikannya. Di sinilah dunia dihadapkan pada dua ekstrem; kapitalisme yang percaya dengan bekerjanya pasar dan sosialisme yang percaya dengan bekerjanya kendali negara. Akibatnya dunia terbelah menjadi dua blok yang bermusuhan; Barat yang Liberal-Kapitalis dan Timur yang Sosialis Komunis.
Di titik ini kebijakan ekonomi yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi selalu dihadapkan dengan sistem ekonomi dunia. Ketika Komunisme runtuh dan sosialisme bubar, dunia mengarah ke sistem ekonomi yang tidak lagi mempertentangkan pasar dan negara atau kapitalisme dan sosialisme pada titik ekstrim. Kemenangan demokrasi liberal telah ”mengakhiri sejarah” seperti tulisan Francis Fukuyama. Dunia tengah bergerak apa apa yang diusung Antony Giddens dengan konsep ”Jalan Ketiga” (Third Way). Konsep ini tetap mengusung pasar sebagai penggerak pertumbuhan namun memberi ruang bagi negara untuk intervensi.
Rezim Persaingan
Campur tangan negara dalam pasar muncul dalam bentuk ”rezim persaingan” atau ”competition regime”. Saat ini hampir seluruh dunia memiliki lembaga persaingan. Masing-masing negara memiliki wewenang untuk menentukan jenis industri, perdagangan dan jasa yang dibiarkan bersaing bebas atau diproteksi. Setiap negara juga dibolehkan untuk melakukan kebijakan yang bisa jadi bertentangan dengan semangat rezim itu sendiri seperti monopoli dan sebagainya. Di sisi ini pertumbuhan ekonomi idealnya harus diselaraskan dengan sistem ekonomi dunia yang berlaku. Sistem yang memberikan peran kepada negara untuk campur tangan sejauh kebijakan itu bertujuan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat.
Salah satu tujuan dibentuknya UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah menjaga kepentingan umum dan menegakkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Efisiensi ekonomi nasional dalam konteks ini merupakan cara agar kesejahteraana rakyat tercipta. Karena itu praktek usaha yang tidak efisien dengan bahasa lain menjadi langkah kontraproduktif dan berarti melawan negara. Berbagai praktek usaha yang diduga melawan negara seperti monopoli, oligopoli, kartel, persekongkon tender dan sebagainya adalah kegiatan yang melanggar UU No. 5 Tahun 1999.
Kendali atas praktek persaingan usaha tidak sehat dengan demikian menjadi penentu dari kualitas pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan untuk kesejahteraan. Kiprah KPPU dalam bentuk penegakan hukum persaingan dan pemberian saran dan pertimbangan telah memperkuat kualitas pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya. Bahkan seperti diingatkan oleh Allan Green Span, mantan Gubernur FED, ekonomi pasar tumbuh melalui tiga hal. Salah satunya adalah kadar kompetisi dalam negeri, dan terutama untuk negara berkembang, kadar keterbukaan negara terhadap perdagangan dan integrasinya dengan bagian lain di dunia (Green Span, hal. 254).
Jadi pertumbuhan ekonomi di negara mana pun tidak bisa lagi mengabaikan sisi efisensi karena tingginya dinamika persaingan antar negara dan benua. Kebijakan persaingan dibuat untuk membuat terciptanya lingkungan persaingan agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya efisien tetapi juga mendorong tingkat kesejahteraan. Tanggungjawab negara terhadap nasib rakyatnya didapat melalui wewenang campur tangan sejauh tidak merusak dinamika persaingan itu sendiri. Inilah era di mana negara dan pasar duduk berdampingan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Duduk bersama dalam menciptakan kesejahteraan inilah agaknya yang menjadi cara tepat bagaimana kebijakan persaingan bisa memberi kualitas bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Presiden SBY menyebutnya sebagai ekonomi ”Jalan Tengah”. Jalan yang ia tegaskan dalam pengantar kuliah Kepresidenan di Istana Negara dengan tema ”Indonesia Towards an Emerging Economy: Lessons form Korea and Beyond” SBY mengatakan “Saya meyakini dan memilih jalan tengah barangkali itu yang cocok bagi Indonesia. Di satu sisi kaidah efisiensi pasar penting, tetapi peran dan intervensi pemerintah tetap diperlukan,”
Ekonomi Jalan Tengah memang sudah harus diwujudkan di tengah masih tidak jelasnya posisi, peran dan sikap negara terhadap perkembangan ekonomi nasional dan internasional. Jika posisi negara lemah maka pasar akan dengan mudah mengendalikan dan mempengaruhi kebijakan negara yang berujung pada pengendalian harga, berkembangnya execive price dan bentuk persaingan tidak sehat lainnya. Kiprah KPPU selama 10 tahun agaknya bisa dianggap mewakili kebijakan negara mengambil pilihan Jalan Tengah. Sebab selain mengarah pada efisiensi ekonomi, KPPU juga memberi ruang yang sangat besar bagi negara untuk melakukan intervensi sejauh Undang-undang memberi wewenang.
*) Anggota Komisi KPPU