KPPU Membutuhkan Dukungan dan Peran Aktif Pemerintah
Rabu, 7 Juni 2000, batu pertama perjalanan institusional KPPU diletakkan. Dengan mengusung misi mensejahterakan rakyat, KPPU kini berdiri menjadi institusi yang semakin kokoh. Walaupun demikian, kenyataannya sangat banyak tahapan yang harus dilalui, bahkan sampai saat ini KPPU masih dilihat sebelah mata oleh pemerintah. Tetapi atas sokongan perintis-perintis KPPU yang salah satunya adalah Ibu Kurnia Sya’Rannie, kini KPPU mulai berdiri dengan tegak.
Plt. Sekjen KPPU yang awalnya berkarir di Biro Hukum Kementerian Perindustrian yang membidangi Kontrak dan HAKI ini memilih berkarir di KPPU yang merupakan lembaga baru di Indonesia. Menurut beliau sebagai seorang ahli hukum, KPPU telah menorehkan sejarah dimana sebelumnya tidak ada undang-undang yang dimunculkan oleh inisiatif DPR, maka agar KPPU dapat mencapai misinya dibutuhkan dukungan pemerintah. Ditemui di ruang kerjanya beliau berbagi pengalamannya dengan reporter Retno Wiranti dan Rahmat Banu Widodo serta fotografer Nanang Sari Atmanta, berikut petikan wawancaranya:
Sebagai salah satu perintis pada awal berdirinya KPPU, bagaimana Ibu dan rekan-rekan membentuk KPPU hingga menjadi institusi seperti yang sekarang ini?
Kami memulai semuanya dari nol. Sebagai Komisi pertama di Indonesia, saya masih meraba-raba arah dan bentuk KPPU, sehingga kemudian saya mengadopsi konsep Japan Fair Trade Commission (JFTC). Selain itu saya juga dibantu oleh Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) dan Professor Carte yang dulunya menjabat sebagai Menteri Ekonomi Jerman. Dia turut membantu penyusunan undang-undang dan pembentukan KPPU.
Kita mengalami banyak masalah di awal, diantaranya terkait masalah ruangan. Kita belum memiliki ruangan untuk Komisioner karena anggarannya hanya 70 Juta, jadi hanya dibuat kubikel-kubikel untuk ruangan Komisioner. Kemudian beberapa kali dijanjikan akan mendapatkan gedung, namun seringkali gagal dan setelah anggaran naik menjadi 350 Juta barulah kita berhasil mendapatkan gedung KPPU Pusat saat ini yang kondisinya memprihatinkan.
Setelah anggaran naik menjadi 2 Millyar, renovasi gedung bisa dijalankan sambil merekrut staf-staf baru. Bersamaan dengan itu saya diberi pilihan yang cukup berat dari pemerintah, akhirnya saya terpaksa pamit untuk pindah ke KPPU dengan 9 anak buah saya. Jadilah pada tahun 2001 kita pindah ke gedung KPPU Pusat bersama dengan staf-staf baru.
Saat tugas dan wewenang KPPU dijalankan, isu penegakan hukum mulai dipermasalahkan. Hal ini terkait dengan tata cara penanganan perkara kita yang berbeda dengan hukum formil di Indonesia. Syukurlah saat itu ada bapak Syamsul Maarif dan Erwin Syahril yang berperan baik dalam memback-up pendekatan ke Mahkamah Agung. Pada saat sidang Indomobil Jakarta Pusat itu saya sempat menangis, karena pembuktiannya sudah benar namun dikalahkan oleh PN, saya tidak terima. Tapi itu cerita dulu, yang terjadi semata-mata karena para hakim belum paham soal hukum persaingan usaha.
Sepertinya Ibu sangat sibuk, bagaimana cara Ibu membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga?
Saya bekerja dengan ikhlas, saya tidak mau membawa pekerjaan kantor ke rumah dan pekerjaan rumah ke kantor, jadi batasnya adalah di pintu pagar. Dalam menjalankan sesuatu tidak bisa simultan harus ada yang dikorbankan. Tapi sampai saat ini saya selalu menyempatkan diri untuk berkomunikasi dengan anak-anak yang tujuannya untuk memberikan pemahaman kepada mereka soal perjuangan hidup. Berkarir atau tidak, sukses atau tidak itu ada pada diri kita sendiri. Saat anak saya masih kecil selalu saya yang mengurusi semua keperluannya, dan yang terpenting adalah dukungan suami. Suami saya sangat mendukung saya bekerja.
Saya selalu berpesan kepada anak-anak bahwa orang-orang diluar sana berbeda-beda karena mereka berasal dari budaya yang berbeda pula, jadi jangan disamakan semuanya. Selain itu, mereka juga saya tekankan untuk selalu positive thinking dan menerima kegagalan. Bagi saya tujuan saya bekerja adalah untuk anak-anak saya, bukan uang tetapi ilmu yang saya dapat untuk dibagi dengan anak-anak saya.
Bagaimana posisi KPPU di antara lembaga–lembaga lain dan dimata pemerintah?
Saya rasa KPPU adalah lembaga yang strategis di negara ini, namun pemahaman dan support dari stakeholder belum tinggi. Harusnya pemerintah lebih memperhatikan KPPU terutama bila melihat pada tugas, kewenangan fungsi dan manfaat KPPU.
Kita telah mencoba untuk bernegosiasi dengan pemerintah namun jarang berjalan mulus karena mereka masih memandang KPPU sebelah mata. Pemerintah sepertinya lupa bahwa undang-undang ini ada dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan untuk kepentingan umum, hal itu sama dengan tujuan pemerintah sebagai regulator. Oleh karena itu, kedepannya persamaan persepsi dan koordinasi dengan pemerintah merupakan poin utama bagi KPPU. Kita tidak bisa jalan sendiri, kita harus sejajar, memiliki persepsi yang sama dalam kewenangan masing-masing.
Banyak yang mengatakan bahwa KPPU kurang sowan dengan lembaga lain, bagaimana menurut ibu?
Hal ini bukan hanya kesalahan KPPU yang tidak berusaha berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain. Kita sudah berusaha berkomunikasi dengan pihak luar tetapi respon mereka kurang baik, anggapan mereka KPPU hanya ingin menghancurkan investasi dan mengganggu pelaku usaha. Mereka memiliki pemahaman yang salah padahal KPPU adalah badan pengawas yang sifatnya mengawasi dan membina pelaku usaha yang ada di pasar.
Kalau mereka bilang KPPU tidak melindungi produk lokal itu tidak benar, karena tujuan undang-undang jelas yaitu mensejahterakan rakyat. KPPU juga membiarkan pengusaha kecil untuk berkembang dan berupaya agar industri kecil dibina dan diberikan ruang.
Saat KPPU menindak tegas BUMN bukan berarti KPPU mau menghantam BUMN, tujuannya adalah agar BUMN belajar berbisnis dengan baik dan disejajarkan dengan pelaku usaha lain, sehingga mereka senantiasa mengikuti aturan dan memiliki keberanian untuk maju sehingga memiliki daya saing yang baik.
Oleh karena itu, saya harapkan kedepannya KPPU melakukan koordinasi kebijakan dengan biro-biro hukum di beberapa kementerian agar terbentuk kerjasama yang baik, sehingga terjadi pemahaman yang sama mengenai kebijakan pemerintah itu.
Kegiatan koordinasi juga merupakan bagian dari upaya pencegahan, karena tindakan hukum itu sebenarnya merupakan langkah terakhir. Undang-undang disusun sedemikian rigid agar tindakan hukum menjadi langkah yang paling akhir. Saya rasa hal tersebut yang belum dibahas bersama, namun saya berharap Komisioner yang selanjutnya memiliki mindset untuk melakukan langkah-langkah preventif, terutama kepada pemerintah.
Bagaimana cara mengkomunikasikan isu hukum dan kebijakan persaingan usaha ke masyarakat agar mudah dipahami?
Kita bisa melihat lembaga persaingan usaha di negara lain seperti di Amerika dengan US-FTC, Jepang dengan JFTC, mereka semua memiliki spokesman. Maka yang menjadi poin penting adalah how to create a good spokeman for KPPU. Seorang spokesman itu bukan sembarang orang, ia harus memiliki kemampuan untuk menyampaikan isu dengan baik dan bisa menempatkan diri pada berbagai macam situasi.
Kemudian yang kedua adalah masalah sosialisasi, kita harus mengolah pesan sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh stakeholder, ada orang pandai tapi penyampaiannya kurang baik sehingga stakeholder sulit memahami.
Terkait putusan-putusan yang sering dikalahkan oleh PN dan berita-berita negatif yang ada di media, bagaimana tanggapan Ibu mengenai hal ini?
Bagi saya yang merupakan orang hukum, kalah atau menang adalah hal biasa sepanjang hakimnya fair dan lawyernya mengikuti kode etik. Contohnya saja pada kasus yang baru-baru ini terjadi, dimana PN meminta pemeriksaan tambahan kepada KPPU tetapi hakimnya tidak memberikan arah pertanyaannya dan justru lawyer yang menyiapkan pertanyaan, sebagai lawyer dia seharusnya tahu mengapa dia harus intervensi disana.
Jadi menurut saya kalah menang di peradilan itu dipengaruhi oleh cara kita dalam menunjukkan bukti dan bagaimana agar hakim dapat menafsirkan putusan kita. Oleh karena itu sosialisasi kepada hakim itu perlu ditingkatkan, karena para hakim yang mengevaluasi putusan kita harus memahami competition issue.
Mengenai putusan-putusan yang kalah saya pikir tidak banyak, hanya saja kebetulan ada beberapa kasus yang melibatkan pelaku usaha besar sehingga isu-nya membesar, tetapi banyak juga putusan-putusan kita yang dimenangkan oleh PN. Lalu mengenai berita-berita negatif itu lebih kepada pengolahan isu serta peran spokesmen dalam menghasilkan opini.
Terkait dengan kegiatan sosialisasi, apakah Ibu punya masukan terkait pola sosialisasi kita?
Meskipun kita menyiapkan bahan yang bagus tetapi tidak memiliki spokesman yang baik, hal itu juga sia-sia. Jadi yang penting adalah cara penyampaian, yang kedua audiencenya harus dikategorikan dengan baik, di mapping untuk asosiasi dan pelaku usaha tertentu. Awalnya banyak yang mengira bahwa KPPU ini hanya ada untuk industri-industri yang besar saja tapi sebenarnya tidak juga, justru yang penting kita ingin mengangkat industri kecil sehingga mereka paham hak mereka dan mereka berani untuk maju.
Selain itu, akan lebih baik kalau edukasi persaingan usaha diberikan sejak usia dini. Mungkin belum substansi yang mendalam tapi lebih kepada pemahaman.
Saat ini KPPU kesulitan untuk menjalankan putusan, bagaimana solusi terkait hal ini?
Hal tersebut adalah salah satu kekurangan kita, tapi bagi saya sebagai orang hukum ketika KPPU sudah memutus hitam putih maka harus dijalankan. Jika yang dihukum keberatan maka bisa ke pengadilan. Kalau putusan kita tidka dijalankan juga, KPPU bisa melaporkan ke polisi atau mengajukan fiat eksekusi ke pengadilan. Hal tersebut sudah diatur oleh undang-undang kok.
Namun sekali lagi, KPPU tetap butuh dukungan dan peran pemerintah. Contohnya, ketika KPPU sudah menjatuhkan putusan terhadap para Terlapor, namun dari pihak pemerintah tidak paham. Seharusnya disini ada keselarasan aturan dengan melihat bahwa KPPU sudah memberikan sumbangan yang berarti, maka pemerintah sebaiknya menyambut agar undang-undang bisa diterapkan dengan baik.
Ataukah ada problem lintas sektoral?
Koordinasi itu hal yang mudah diomongkan tapi sulit dilakukan, koordinasi secara personal akan mudah dilakukan dengan baik tapi saat putusan ternyata tidak, karena yes diatas belum tentu yes dibawah. Maka untuk kedepannya kita sudah diskusikan dengan Mahkamah Agung mengenai pemecahannya, dan bagaimana jalan keluarnya apabila pelaku usaha meminta mencicil pembayaran denda. Oleh karena itu suatu putusan dapat berjalan dengan baik bila didukung dengan partisipasi yang baik.
(MKS/RW)