Competition Law and Policy: Support to Small Medium Enterprises and Employment Creation.

Sesi 2 dalam ASEAN Competition Conference mengusung tema “Competition Law and Policy: Support to Small Medium Enterprises and Employment Creation.” Pembicara pada sesi ini adalah Toshiyuki Nanbu (Deputy Secretary General for International Affairs, Japan Fair Trade Commission (JFTC)) dan Dr. Doan Duy Khuong (Vietnam Chamber of Commerce and Industry (VCCI)). Bertindak sebagai discussants adalah Dr. Sok Somontha (Deputy Director-General, Cambodia Chamber of Commerce) dan Murman Budjianto (Iwan&Co, Indonesia), sementara moderator adalah Dato Dr. Michael Yeoh (Commissioner, MyCC, Malaysia).

Toshiyuki Nanbu membagi pengalaman Jepang dalam mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) melalui hukum dan kebijakan persaingan usaha, karena faktanya 99,7% perusahaan di Jepang tergolong sebagai UKM. Dalam kaitannya dengan UKM, ada ciri khas yang unik dari hukum persaingan di Jepang, dimana penyalahgunaan bargaining power dikategorikan sebagai praktek persaingan usaha tidak sehat. Mengingat ketentuan ini biasanya lebih banyak ditemukan pada pelaku usaha besar dibandingkan UKM, maka hal ini dapat diberlakukan pada transaksi antara pelaku usaha besar dengan UKM. Sebagai contohnya, jika ritel besar mengembalikan barang kepada suplier tanpa alasan yang jelas, maka perilaku tersebut dapat dianggap sebagai penyalahgunaan bargaining power terhadap UKM.
Menurut presentasi Dr. Doan Duy Khuong, sejak tahun 1986, Vietnam mengalami transisi dari negara yang tersentralisasi menjadi negara yang menjadi market sosial. Ketika negara tersebut membuka perekonomiannya, pertumbuhan sektor privat dan investasi pihak asing tidak hanya meningkatkan persaingan, namun juga menyebabkan praktek-praktek persaingan tidak sehat. Akhirnya hukum persaingan yang baru diberlakukan pada Juli 2005. Hukum tersebut mencakup larangan praktek anti-persaingan (perjanjian anti-persaingan dan penyalahgunaan posisi dominan), peraturan merger control, dan praktek-praktek persaingan usaha tidak sehat lainnya, seperti iklan yang menyesatkan atau menipu.
Dr. Sok Somontha menjelaskan bahwa saat ini ada banyak tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha kecil dan menengah di Kamboja, diantaranya biaya regulatory compliance yang tinggi, terbatasnya akses finansial, pasar infrastruktur dan informasi, rendahnya produksi dan kualitas, kurangnya kapasitas dan penyediaan program-program pelatihan, juga kurangnya modal investasi. Pemerintah telah mengeluarkan 13 kebijakan berkaitan dengan UKM, namun tak ada satu pun dari kebijakan ini yang mengarah pada area hukum dan kebijakan persaingan. Kebijakan persaingan akan dibutuhkan untuk memberikan dampak positif pada lingkungan usaha di Kamboja, termasuk UKM.
Discussant Murman Budjianto menyatakan bahwa UKM memiliki andil yang cukup besar di tiga negara, seperti didiskusikan sebelumnya. Karenanya, perhatian khusus seharusnya diberikan pada sektor ini, pada area pedesaan maupun agribisnis. Indonesia tidak memiliki hukum subkontrak seperti di Jepang, jadi hanya hukum persaingan yang akan melindungi UKM di Indonesia melawan penyalahgunaan kekuatan pasar dari perusahaan yang lebih besar ketika mereka berperan sebagai suplier dari perusahaan besar tersebut. UKM juga dilindungi oleh hukum persaingan di saat mereka berperan sebagai distributor bagi perusahaan besar dan kemudian mengalami diskriminasi harga, perjanjian tertutup, maupun tying dan bundling. Lebih jauh lagi, masalah yang dihadapi oleh UKM ketika mereka bersaing dengan perusahaan yang lebih besar, seperti predatory pricing, barriers to entry, pemblokiran produksi maupun pemasaran dapat juga dikategorikan sebagai pelanggaran hukum persaingan di Indonesia.