The Challenges in introducing Competition Law and Policy in ASEAN Member States
Hari kedua dalam ASEAN Competition Conference dibuka dengan sesi ke-4 yang bertema “The Challenges in introducing Competition Law and Policy in ASEAN Member States” dengan pembicara Om Dararith (Director of Legal Affairs Department, Ministry of Commerce, Cambodia), Dr. Keomorakoth Sidlakone (Director Division, Consumer Protection & Competition, Ministry of Industry and Commerce, Lao PDR), Tin Ko Win (Director, Directorate of Investment and Company Administration, Ministry of National Planning and Economic Development, Myanmar), Daisy Han (JPKE, Brunei Darussalam), dan Geronimo L. Sy (Assistant Secretary, Office for Competition, Department of Justice, Philippines). Berperan sebagai discussant dan moderator adalah Dr. Hassan Qaqaya (UNCTAD).
Hassan Qaqaya membuka sesi ini dengan menyatakan bahwa dengan pengadopsian AEC Blueprint pada November 2007, para pemimpin ASEAN berkomitmen untuk berusaha keras memperkenalkan kebijakan persaingan di seluruh negara anggota sebelum tahun 2015. Dalam pandangannya, sangat penting untuk menggarisbawahi komitmen yang berkaitan dengan pengenalan hukum persaingan, yang tidak sama dengan pengadosian hukum persaingan.
Presenter pertama, Geronimo L. Sy memulai dengan menyatakan bahwa Filipina memiliki ketentuan hukum persaingan. Ketentuan ini dikembangkan dalam beberapa hukum dan mencakup elemen penting dalam hukum persaingan. Hukum-hukum tersebut adalah sebagai berikut: the 1987 Constitution of the Philippines, the Act to Prohibit Monopolies and Combinations in Restraint of Trade (1 Desember 1925), the Revised Penal Code (8 Desember 1930), the New Civil Code (18 Juni 1949), the Corporation Code (1 Mei 1980), the Intellectual Property Code (6 Juni 1997), the Government Procurement Reform Act (10 Januari 2003), dan the Philippine Cooperative Code (17 Februari 2009). Sebagai tambahan, ada 18 sektor yang memiliki regulasi spesifik dan mengandung ketentuan berkaitan dengan persaingan, tapi peraturan tersebut ditegakkan oleh regulator pada sektor tersebut.
Presentasi selanjutnya disampaikan oleh Daisy Han, yang menyatakan bahwa Brunei Darussalam melakukan pendekatan sektoral untuk menerapkan kebijakan persaingan. Beberapa regulasi sektoral yang sudah ada memuat ketentuan yang berkaitan dengan hukum persaingan. Bagaimanapun, meski sedang dipertimbangkan untuk diterapkan, Brunei Darussalam belum memiliki hukum persiangan yang menyeluruh dan bersifat nasional, juga belum ada badan atau lembaga pemerintah yang bertanggung jawab menindak praktek anti-persaingan.
Keomorakoth Sidlakone mengisahkan tentang usaha negara tersebut untuk mengadopsi hukum persaingan. Walaupun pemerintah Laos tidak memiliki kebijakan menyeluruh atau hukum yang spesifik tentang persaingan, negara telah memulai prinsip liberalisasi dan menciptakan sebuah market economy. Tujuan dari mengadopsi hukum persaingan adalah untuk menciptakan ruang lingkup peraturan yang meningkatkan efisiensi serta kesejahteraan masyarakat. Mempertimbangkan manfaat tersebut, pemerintah Laos menyusun sebuah strategi kebijakan persaingan yang komprehensif. Hal ini menghasilkan, salah satunya, Decree on Trade Competition yang disahkan pada 2004 oleh perdana menteri, yang merupakan langkah awal pengesahan dan implementasi hukum persaingan nasional. Tujuan dari disahkannya keputusan ini adalah untuk melindungi kepentingan konsumen dan menyediakan persaingan dalam dunia perdagangan yang adil, dan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas produksi serta penjualan barang dan jasa di Laos.
Tin Ko Win menjelaskan bahwa di saat Myanmar belum memiliki hukum dan kebijakan persaingan usaha, negara menganggap instrumen tersebut sebagai elemen yang penting dan memainkan peran dalam liberalisasi dan integrasi ekonomi perdagangan regional ASEAN. Tantangan yang dihadapi Myanmar saat menyusun instrumen tersebut sama dengan negara berkembang lainnya yang baru menerapkan rezim persaingan, yaitu kurangnya dukungan dari pemerintah dan kurangnya kesadaran masyarakat luas akan manfaat persaingan.
Presenter terakhir di sesi ini adalah Om Dararith. Beliau menjelaskan tentang pengalaman Kamboja ketika menyusun hukum persaingan usaha. Proses penyusunan draft sudah dilakukan pada tahun 2005 dengan bantuan teknis dari UNCTAD. Pada tahap awal, pemetaan ekonomi dan legal inventory digunakan untuk mempertimbangkan faktor yang relevan untuk hukum persaingan di masa depan.