The Role of Competition Law and Policy in Promoting ASEAN Economic Community and International Competitiveness

Sesi 6 dalam ASEAN Competition Conference mengusung tema “The Role of Competition Law and Policy in Promoting ASEAN Economic Community and International Competitiveness.” Pembicara pada sesi ini adalah    Prof Tan Khee Giap (Co-Director, Asia Competitiveness Institute, Lee Kuan Yew School of Public Policy, NUS, Singapore), Andreas Stephan (ESRC Center for Competition Policy, UK), dan Dr. Mark Williams (Hongkong Polytechnic University). Dr. Kirtikumar Mehta (Belgium) bertindak sebagai discussant dan Soy M. Pardede (ASEAN Competition Institute, Indonesia) sebagai moderator.

Prof. Tan Khee Giap membahas mengenai penelitiannya pada beberapa indikator persaingan sebagai basis untuk merancang strategi pengembangan untuk ASEAN sebagai sebuah region. Rekomendasi yang diberikan oleh Mr. Tan Khee Giap adalah bahwa ASEAN harus focus pada bagaimana mengambil peluang beserta keuntungan yang tercipta dari perkembangan yang dialami oleh China. Misalnya kemungkinan China menjadi net-importer pada produk makanan di kemudian hari. Rekomendasi selanjutnya berkaitan pada perluasan Free Trade Agreement (FTA) antara China dengan ASEAN sembari memperkuat perdagangan di dalam ASEAN itu sendiri.
Presentasi kedua disampaikan oleh Andreas Stephan yang mempunyai focus pada pertanyaan besar mengenai persaingan usaha. Pertanyaan tersebut dikaitkan dengan beberapa hal seperti pertumbuhan ekonomi, produktifitas dan efisiensi, innovasi, dan konsumen serta finansial publik. Pembahasan kemudian diarahkan pada mengapa kerjasama dalam penegakkan hukum persaingan dipandang perlu bagi negara anggota ASEAN? Dalam menjawab pertanyaan tersebut, Andreas Stephan menjelaskan bahwa keterbukaan perdagangan sekarang ini mempunyai arti bahwa setiap negara sekarang tidak dapat lepas dari international cartels, di mana kartel tersebut terkait dengan bahan-bahan mentah dan komoditas utama dari pelaku ekonomi baru (emerging economies). Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kartel internasional tersebut cenderung  untuk mempunyai basis pada kelompok kecil dari negara-negara industri. Adapun penegakkan hukum pada kartel internasional ini telah dilakukan hanya pada yuridiksi yang terbatas, dengan pengenaan denda. Dan di sinilah ASEAN dipandang perlu untuk bekerjasama dalam menangani masalah kartel internasional yang dapat mempengaruhi wilayah ASEAN.
Presentasi selanjutnya dibawakan oleh Dr. Mark Williams yang pada awal pemaparannya menerangkan pada tujuan dari integrasi ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Poin penting pada hal ini ada karakter dari ASEAN Economic Community (AEC), yaitu pasar tunggal dan basis produksi, wilayah dengan persaingan ekonomi yang tinggi, wilayah dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan wilayah yang terintegrasi penuh pada ekonomi global. Karakter-karakter tersebut menandakan bahwa AEC akan mentransformasikan ASEAN pada sebuah wilayah dengan pergerakan barang, jasa, investasi, orang, dan modal yang bebas.
Dr.  Mehta yang menjadi discussant pada sesi enam ini menanggapi apa yang telah dipresentasikan oleh Prof. Tan Khee Giap, Mr. Andreas Stephan, dan Dr. Williams. Dr. Mehta dalam pandangannya menekankan pada perbedaan kerangka hukum antara UE dengan ASEAN, yang mana perlu untuk diperhatikan ketika melakukan advokasi pada ASEAN regional competition authority. Hukum persaingan usaha UE menyediakan hukum persaingan usaha untuk tingkat regional yang mana hal itu belum ada pada hukum persaingan usaha di ASEAN. Dalam hal ini, Dr. Mehta merujuk pada dua peran utama dari hukum dan kebijakan persaingan usaha, yang menurutnya penting bagi ASEAN. Pertama, Dr. Mehta menyebutkan perlunya desain yang pro-competitive pada regulasi teknis dan regulasi eknomi. Kedua, Dr. Mehta mendesak untuk menegakkan hukum persaingan usaha secara kredibel.