Kekayaan Alam Balikpapan, Sumber Potensi Perdagangan
Masih ingatkah kita dengan isi pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun, pada kenyataannya pemerintah memanfaatkan kekayaan alam tesebut untuk melakukan tindakan berdagang yang imbasnya adalah merugikan rakyat. Tadjuddin Noer Said jelas menyatakan bahwa “Negara haram berdagang dengan rakyat, hal itu berarti pemerintah berperilaku sebagai pengusaha.” Hal tersebut disampaikan pada diskusi forum jurnalis di Balikpapan, Kamis (14/6).
Kegiatan yang diselenggarakan di Hotel Novotel tersebut dihadiri oleh rekan-rekan media massa se-Kalimantan Timur. Berperan sebagai narasumber adalah Tadjuddin Noer Said (Ketua KPPU) dan Lilik Gani H.A. (Sekretaris Jenderal KPPU) serta Anang Triyono (Kepala KPD Balikpapan) selaku moderator.
Balikpapan merupakan kota dengan inflasi yang cukup tinggi, mengingat di sini terdapat beberapa sumber alam yang potensial untuk dijadikan lahan bisnis bagi para pelaku usaha. Selain migas dan batubara, air bersih merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian besar masyarakat Balikpapan.
Mahkamah Konstitusi menyetujui bahwa ketentuan mengenai air bersih diatur sepenuhnya melalui undang-undang. Sejak itulah, penanganan terhadap air bersih diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar, yang berarti boleh dikelola oleh swasta dan dapat menetapkan harganya sendiri. Hal tersebut berlaku untuk kategori air dalam kemasan, sementara air bersih yang diproses dan dapat diminum (PAM) dikontrol oleh Pemerintah Daerah setempat. Namun, Perda No. 3/2008 tentang PDAM yang dikeluarkan oleh Pemda Balikpapan dinilai bernuansa dagang dan tidak pro rakyat, yaitu penetapan kenaikan tarif air minum sebesar 10% setiap tahunnya oleh PDAM.
Anang Triyono mengatakan bahwa pada tahun 2010, KPPU melakukan evaluasi kebijakan terkait Perda tersebut. Hasil kajian yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip persaingan usaha sebagaimana terkandung dalam UU No. 5/1999 telah disampaikan kepada Pemerintah Daerah Balikpapan melalu saran dan pertimbangan.
Di samping itu, potensi sumber alam lainnya seperti migas dirasakan masih sulit dijangkau bagi masyarakat setempat. Sejak Balikpapan menjadi lokasi industri perminyakan, pemerintah membuat kebijakan yang tidak menyesuaikan kegiatan pengolahan minyak dengan kondisi masyarakat, akibatnya hanya mereka yang memiliki penghasilan tinggi yang memiliki daya beli sehingga menyebabkan proses kemiskinan bagi mereka yang tidak mampu menyesuaikan kondisi tersebut.
Untuk itulah, KPPU akan terus melakukan evaluasi terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan dan tidak sesuai dengan semangat UU No. 5/1999. Lilik Gani H.A. menyampaikan bahwa langkah selanjutnya KPPU akan melakukan audiensi dan advokasi ke Pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk memberikan pemahaman dan menyamakan persepsi mengenai persaingan usaha yang sehat sehingga bermuara pada kesejahteraan rakyat. (DY)