8,6 Triliun, Nilai Persekongkolan Tender

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai pengawas  persaingan usaha berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memiliki tugas di antaranya mengawasi laranganpersekongkolan tender sebagaimana diatur pasal 22 : “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”

Dalam perspektif KPPU, persekongkolan tender adalah bagian dari empat  (4) jenis praktik hardcore cartel, yaitu persekongkolan tender, pembagian wilayah, pengaturan suplai, serta pengaturan harga.

Untuk dimaklumi, jika mengacu pada kasus yang ditangani KPPU selama periode 2006 – 2012,  dari 173 perkara yang sudah diputuskan, 56 % atau 97 perkara di antaranya adalah perkara terkait persekongkolan  tender pengadaan barang dan jasa sementara  76 perkara lainnya terkait perkara penetapan harga dan pengaturan suplai serta penyalahgunaan posisi dominan.
Total nilai proyek dari 97 perkara tender ini adalah sebesar Rp. 12,35 triliun yang merupakan gabungan dari proyek swasta, BUMN, APBN dan APBD.  75 (tujuh puluh lima) dari 97 putusan  tender ini terbukti telah terjadinya persekongkolan tender yang totalnya senilai Rp. 8,6 Triliun.
Dari 97 perkara ini tercatat 28 perkara tender bersumber dari APBN dan 47 perkara bersumber dana dari APBD. Tercatat bahwa nilai  dari 28 perkara proyek APBN ini adalah sebesar Rp.7,1 triliun dimana KPPU telah membuktikan persekongkolan 24 perkara diantaranya atau senilai  Rp. 6,6 Triliun. Sementara untuk tender yang berasal dari dana APBD, KPPU telah memeriksa  47 perkara senilai 1,9 triliun dimana  36 dari 47 putusan  ini terbukti bersekongkol  dengan nilai proyek sebesar  Rp. 1,6 Triliun.
Nilai tender yang terbukti bersekongkol yang sebesar 8,6 triliun dengan Rp. 6,6 triliun diantaranya adalah bersumber dari APBN dan Rp. 1,6 trilun berasal dari APBD menunjukkan nilai inefisiensi dari proyek pengadaan barang dan jasa dalam dunia usaha.
Menghadapi hal ini Komisioner baru KPPU periode 2012-2017 bertekad untuk sedini mungkin mengadakan pencegahan dengan pembudayaan nilai-nilai persaingan usaha yang sehat dalam pengadaan barang dan jasa khususnya dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah: “ visi KPPU adalah terwujud ekonomi yang efisien sehingga perilaku usaha yang menimbulkan inefisiensi seperti ini akan diminimalisi” kata A. Junaidi, Kepala Biro Humas dan Hukum KPPU. Terlebih lagi, data menunjukkan bahwa dari  212 laporan tertulis yang diterima KPPU pada rentang waktu 2006-2012 ini, 77% atau 164 laporan di antaranya terkait dugaan  persekongkolan pengadaan barang dan jasa (tender), dan 23% atau 48 laporan non tender. Sebagai Komisi negara, KPPU tetap akan memproses laporan ini tanpa mengurangi pengawasan Komisi ini atas potensi kartel dalam komoditas strategis atau kebutuhan pokok masyarakat kita.