Adakah Kartel di Balik Harga Daging Sapi yang Mahal?

Jakarta – “Bila kuantitas pasokan cukup untuk merespon permintaan, maka tidak akan ada gejolak kenaikan harga, kecuali ada pengaturan”. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua KPPU, M. Nawir Messi, pada public hearing mengenai kelangkaan daging sapi di Indonesia, Rabu (6/2), bertempat di gedung KPPU. “Tanpa kartel saja, fenomena pengurangan supply akan menaikan harga. Apalagi jika ada kartel!”, lanjut Nawir menanggapi fenomena kelangkaan dan kenaikan harga daging sapi yang terjadi di semester kedua tahun 2012.
Acara public hearing ini dihadiri oleh segenap jajaran komisioner dan pimpinan Sekretariat KPPU, turut pula hadir beberapa narasumber terkait seperti Syukur Iwantoro (Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian), Jimmy Bella (Sisditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan), Supriyadi (Staf Ahli bidang Persaingan Usaha, Kementerian Perekonomian), Titi Kanti Lestari (BPS) dan Sudaryatmo (Ketua Pengurus Harian YLKI). Hadir juga beberapa perwakilan dari asosiasi dan rekan media.
Menurut Syukur, Program Swasembada Daging Sapi–Kerbau (PSDSK) pada 2014 mendorong pemerintah untuk melakukan pembatasan impor daging dan/atau jeroan sapi secara bertahap dari 2010-2014. Namun pernyataan tersebut disanggah oleh Thomas, perwakilan ASPIDI. Thomas mengungkapkan bahwa kelangkaan daging sapi tersebut lebih disebabkan oleh kelemahan dalam menghitung demand. Hal tersebut juga terjadi karena pembatasan impor daging sapi, sementara kemampuan peternak sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Keluhan juga disampaikan oleh perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) yang mengalami kesulitan mendapatkan pasokan untuk konsumen. Kekurangan pasokan berkisar di 20-30% yang mengakibatkan kenaikan harga melambung sekitar 30%. (MMS)