Saling Belajar dengan Negara Tiongkok
Membuka diri untuk kebijakan persaingan usaha memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Indonesia butuh waktu lama hingga undang-undang persaingan usaha disahkan. Begitu pula dengan Tiongkok. Mereka membutuhkan 14 (empat belas) tahun untuk membuat dan mengesahkan undang-undang anti monopoli. Banyak pertentangan yang lahir di negara tersebut, hingga mereka melahirkan suatu rezim kebijakan dan hukum persaingan yang sangat berbeda, jika dibandingkan dengan negara lain.
Fakta tersebut diungkapkan oleh Shang Ming, Direktur Jenderal Biro Anti Monopoli, di Kementerian Pemasaran Tiongkok (atau dikenal dengan singkatan MOFCOM), dalam kunjungannya bersama rombongannya ke kantor KPPU di Jakarta siang ini, 11 Desember 2014. Dalam kunjungannya tersebut, kedua lembaga persaingan berdialog untuk saling bertukar pengalaman tentang implementasi kebijakan dan hukum persaingan di tiap negara. Ketua KPPU, Nawir Messi, turut menjelaskan latar belakang lahirnya kebijakan dan hukum persaingan di Indonesia, termasuk permasalahan besar yang ada di dalamnya.
Shang Ming menggaris bawahi bahwa hukum persaingan usaha di Tiongkok cukup unik. Perilaku monopolistik di China terdiri dari empat pilar, yakni perjanjiian monopoli, penyalahgunaan posisi dominan, pengawasan merger dan penyalahgunaan kekuasaan administratif. Selain itu turut disampaikan tentang peraturan, pedoman anti monopoli dan peraturan tambahan dalam pengawasan merger, pertumbuhan lembaga anti monopoli, tanggungjawab dan struktur organisasi Biro Anti Monopoli dan kerjasama internasional yang dimilikinya. Kasus yang ditangani juga beragam, mulai dari soft drinks, kapal, bir, teknologi yang mempermudah kehidupan, pupuk, hard drive dan teknologi informasi. Bagi Tiongkok, pengembangan masa depan adalah penting dan dilakukan melalui tenaga profesional yang cukup, transparansi, efisiensi dan promosi proses hukum yang memadai.
Sebagai umpan balik, Mohammad Reza, Plt. Sekretaris Jenderal KPPU, turut menekankan aspek budaya, latar belakang dan kondisi ekonomi Indonesia sebelum adanya hukum persaingan usaha. Tugas KPPU pun tidak mudah, karena meliputi empat aspek seperti penegakan hukum, penyampaian saran pertimbangan kepada pemerintah, pengawasan merger dan pengawasan kemitraan. Berbeda dengan Tiongkok, dimana hukum persaingannya dilaksanakan oleh tiga badan, termasuk NDRC dan SAIC. Ditambahkan, sektor strategis yang diawasi KPPU pun terfokus pada sektor yang menyentuh kepentingan rakyat banyak, seperti pangan, keuangan dan perbankan, energi dan migas, infrastruktur, kesehatan dan pendidikan.
Sejalan dengan fungsi utama MOFCOM pada penggabungan usaha, penggalian banyak dilakukan dalam kepemilikan silang saham di Indonesia, termasuk rekomendasi kebijakan, koordinasi dengan kementerian atau lembaga, persaingan yang akan inhern dengan Pemerintah dan peraturan internal yang diberlakukan di KPPU. Bappenas yang turut hadir dalam dialog tersebut, turut menambahkan bahwa konsep rencana pembangunan jangka menengah nasional di Indonesia salah satunya akan fokus pada peningkatan kinerja industri, dan dengan menempatkan kebijakan persaingan bagi peningkatan investasi dan daya saing serta perlindungan konsumen.
“Adalah penting untuk menempatkan kebijakan persaingan sebagai prioritas, baik dalam kebijakan pemerintah maupun kebijakan sektoral. Koordinasi atas sektor dilaksanakan kasus per kasus dengan Kementerian terkait, sehingga kebijakan pemerintah akan efektif dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat”, ungkap Nawir dalam mengakhiri dialog tersebut. (erm)