Diduga Terlibat Kartel Harga Daging Ayam, Ini Kata Charoen Pokphand
Jakarta (08/08) – PT Charoen Pokphand Tbk (CPIN) menjadi salah satu perusahaan yang diduga terlibat kartel ayam pedaging (broiler) oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Sebab, perseroan ikut dalam pemusnahan 6 juta ekor parent stock (bibit induk) ayam pada 14 September 2015 lalu. Pemusnahan 6 juta ekor bibit induk itu merupakan arahan dari pemerintah, yaitu Kementerian Pertanian.
Direktur Charoen Pokphand Indonesia Jemmy Wijaya mengatakan pemusnahan parent stock ayam itu merupakan regulasi pemerintah yang sewajarnya dipatuhi apabila diinstruksikan.
“Kami kebetulan memang mendapatkan undangan untuk menghadiri pertemuan tanggal 14 September 2015. Namun, pada saat kita menerima undangan kita tidak tahu apa yang akan dibicarakan dan dilakukan. Tapi akhirnya pada hari itu kita disuruh melakukan sebuah tanda tangan. Semua notulen yang dihasilkan dari pertemuan itu sudah di-draft sama pemerintah. Jangankan nggak mau tanda tangan, mau pulang saja nggak boleh. Kita disuruh tanda tangan dulu,” katanya ketika ditemui di saat jeda sidang pemanggilan 12 perusahaan terlapor dugaan kartel daging ayam di Gedung Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Jakarta, Senin (8/8/2016).
Menurutnya, pemerintah menginstruksikan kepada sejumlah perusahaan terkait, guna menyetujui penandatangan persetujuan untuk memusnahkan 6 juta ekor PS (bibit ayam) tersebut. Untuk itu, Ia mengaku, sebagai pelaksana regulasi, perusahaan hanya mengikuti instruksi dari regulator.
“Kami yakin sekali bahwa ini, kalau pun ada (tindakan kartel), adalah suruhan pemerintah. Jadi bukan keinginan 12 perusahaan yang ada di dalam situ. Ini murni jelas bisa dilihat dari dokumentasi hitam dan putihnya. Itu semua asalnya adalah peternaknya menjerit kepada pemerintah, dan akhirnya pemerintah mengambil inisiatif untuk melakukan sesuatu. Dan kita-kita ini cuma disuruh,” jelasnya.
Investigator KPPU sendiri mempertanyakan kewenangan Jemmy mewakili Charoen Pokphand untuk melakukan penandatanganan tersebut. Menurut Jemmy, Ia pun sempat menolak untuk melakukan penandatanganan.
“Dalam hal itu, kami dan saya secara pribadi sangat tahu persis bahwa saya tidak memiliki otoritas atau kompetensi untuk melakukan tanda tangan tersebut. Makanya di dalam surat itu jelas saya sengaja bilang, kalau tidak dimasukkan poin tersebut, saya tidak akan mau melakukan tanda tangan. Karena saya sangat sadar saya tidak bisa melakukan hal tersebut,” tandasnya.
“Jadi, saya yakin pada waktu itu, pemerintah cuma ingin panggil orang yang dia kenal, orang yang dia anggap bisa melaksanakan apa yang dia inginkan. Jadi saya rasa, pada saat malam itu tujuannya cuma untuk supaya ada solusi cepat. Karena saya yakin pemerintah sudah berapa kali didemo, kita juga. Jadi itu sudah bukti-bukti bahwa apa yang diucapkan oleh peternak tragis,” pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, menyepakati langkah pemusnahan 6 juta ekor bibit ayam (PS). Langkah ini untuk menstabilkan harga ayam di peternak yang harganya sudah 40% di bawah harga pokok produksi (HPP).
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan mengumpulkan pengusaha pada Senin malam 14 September 2015. Pertemuan tersebut menyepakati langkah memusnahkan 6 juta ekor PS (bibit ayam) untuk mengurangi suplai supaya harga kembali stabil ke atas HPP.
Dalam surat tersebut juga disebutkan, bagi perusahaan yang tidak melakukan instruksi ini maka akan dikenakan sanksi.
Kondisi pasokan ayam saat itu dinilai pemerintah maupun pengusaha sudah kelebihan. Namun kemudian, perusahaan-perusahaan tersebut diduga mengadakan kesepakatan apkir dini atau pemusnahan indukan ayam.
Pada saat itu Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dijabar oleh Muladno yang bulan lalu baru saja diberhentikan.(ang/ang)
Sumber: Detik Finance