Hindari Monopoli, Apoteker Harus Beri Informasi Pilihan Obat

TEMPO.CO, Semarang – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta  apoteker memberikan informasi pilihan obat kepada pasien. Permintaan itu untuk menghindari monopoli merek obat yang masih banyak dilakukan lewat resep obat yang dituliskan dokter.
“Hasil kajian KPPU menemukan salah satu penyebab obat mahal akibat adanya kosentrasi merek tertentu lewat monopoli agen yang memanfaatkan dokter,” ujar Komisioner KPPU, Saidah Sakwan, di Semarang, Kamis 18 Agustus 2016.
Bahkan, kata Saidah, informasi yang dihimpun lembaganya menunjukan  produsen obat menyiapkan 30 persen honor pemasaran (marketing fee)  ke dokter yang diperlakukan sebagai agen. “Posisi dokter (dalam pemasaran obat) masih saja menghalangi proses kompetisi obat,” kata Saidah.
Menurut Saidah peran apoteker memberi informasi pilihan obat bagi pasien itu telah diatur oleh peraturan Menteri Kesehatan Nomor 98 Tahun 2015 tetang harga eceran tertinggi obat. “Dalam aturan itu ada sejumlah pasal hak pasien mendapatkan informasi harga dan alternatif obat, serta kewajiban apoteker memberi pilihan obat ke pasien,” ujarnya.
Hasil kajian KPPU menunjukan, beban honor pemasaran sebesar 30 persen untuk dokter itu makin memberatkan saat struktur pembiayaan obat masih mahal. Saidah menyebutkan selain ada honor untuk dokter, beban biaya obat 90 persen menggunakan bahan baku impor.  Selain itu produsen juga dibebani tiga kali pajak berupa pajak impor, pembelian dan distribusi. “Biaya itu menjadi penyebab tingginya harga obat,” kata Saidah. Padahal seharusnya apotek sudah dapat komponen biaya  pelayanan dari harga eceran tertinggi sebanyak 28 persen.
Saidah menyebutkan sebenarnya produsen keberatan dengan  modus dokter yang menjadi agen karena membebani biaya.  “Namun mereka juga mengakui kalau tak gitu tak punya marketing,” katanya.
Kepala Subdit Penggunaan Obat Rasional Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Heru Sunaryo, menyatakan hak pemilihan obat itu bagi konsumen sudah diatur. “Tinggal apotik memberikan informasi pilihan dengan tetap kriteria obat sama,” kata Heru Sunaryo. Menurut dia, pasien bebas memilih sesuai dengan harga. “Mahalnya obat selama ini kadang dibatasi oleh  kesempatan pasien untuk memilih obat.”
Sumber: Tempo