KPPU Lanjutkan Pemeriksaan Dugaan Kartel Motor Skuter
Jakarta -Kasus dugaan kartel motor jenis skuter matik 110 cc – 125 cc memasuki tahapan pemeriksaan lanjutan. Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mendalami kasus lewat pemeriksaan hasil investigator, keterangan ahli, pihak terlapor, maupun pihak lainnya.
Syarkawi Rauf, Ketua KPPU mengatakan penetapan pemeriksaan lanjutan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (LHPP) yang disampaikan Majelis Komisi kepada Komisoner yang diserahkan pada Selasa (16/8/2016) lalu.
Pemeriksaan Lanjutan terhadap perkara inisiatif KPPU ini dilakukan untuk menyimpulkan ada atau tidak adanya bukti pelanggaran terhadap UU Nomor 5 Tahun 1999.
“Komisioner menerima dan menyetujui rekomendasi Majelis Komisi sebagaimana diuraikan dalam LHPP untuk melakukan Pemeriksaan Lanjutan terhadap dugaan pelanggaran tersebut,” kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf dalam keterangannya, Senin (22/8/2016).
Dugaan pelanggaran persaingan usaha ini tercatat dalam Sidang Perkara Nomor 04/KPPU-I/2016. Kasus ini diduga melibatkan dua produsen skuter utama di Indonesia, yakni PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM) sebagai pihak terlapor.
Syarkawi mengatakan, tentunya dalam proses persidangan lanjutan nanti, Majelis akan memanggil kedua perusahaan untuk dimintai keterangannya.
“Majelis Komisi akan memeriksa alat bukti yang diajukan baik oleh Investigator KPPU, YIMM maupun AHM, memanggil Saksi, Ahli dan atau pihak lain untuk mendapatkan alat bukti yang cukup atas dugaan pelanggaran tersebut,” ujar dia.
Adapun jangka waktu pemeriksaan lanjutan diproyeksikan paling lama akan berlangsung selama 60 hari sejak tanggal Pemeriksaan lanjutan dimulai dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.
Baik Yamaha dan Honda diduga melakukan pelangggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999. Di UU tersebut dikatakan, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
Dalam proses pembuktian dugaan pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999, perjanjian tidak harus dibuktikan melalui adanya perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh pelaku usaha.
“Perbuatan satu pelaku usaha yang mengikatkan diri terhadap pelaku usaha lain, dapat dijadikan bukti adanya perjanjian diantara pelaku usaha tersebut,” kata Direktur Penindakan KPPU Gopprera Panggabean.
Gopprera menegaskan, perjanjian penetapan harga dilarang karena akan menghilangkan persaingan yang seharusnya terjadi diantara perusahaan-perusahaan yang ada di pasar. Akibatnya, konsumen kehilangan kesempatan untuk mendapatkan harga yang kompetitif dari sisi harga maupun kualitas.
Dalam Laporan Dugaan Pelangaran sebelumnya telah diuraikan beberapa temuan yang digunakan sebagai alat bukti berupa kesepakatan penetapan harga yang diduga dilakukan antara YIMM dan AHM.
Di antaranya yaitu, pertemuan antara Presiden Direktur YIMM dan Presiden Direktur AHM yang diduga membicarakan kesepakatan YIMM akan mengikuti harga jual motor AHM, surat elektronik dari Presiden Direktur YIMM kepada Vice President YIMM.
Selain itu, ada juga bukti lain berupa adanya perintah Presiden Direktur YIMM kepada bawahannya untuk menyesuaikan harga jual Yamaha dengan kenaikan harga Honda, serta adanya pergerakan harga jual sepeda motor jenis skuter matik 110 cc – 125 cc antara YIMM dengan AHM yang berkesesuaian dengan surat elektronik tersebut.
Semntara, dari sisi struktur pasar, kedua perusahaan tersebut YIMM dan AHM menguasai pangsa pasar sepeda motor jenis skuter matik, bahkan lebih dari 95% dari total pangsa pasar di Tanah Air.
“Tingkat konsentrasi pasar yang tinggi serta jumlah perusahaan yang tidak banyak dapat mendorong terjadinya suatu kartel atau menjadi salah satu indikator awal faktor pendorong terjadinya kartel. Mengingat besarnya kepentingan publik terhadap kasus ini, masyarakat diharapkan turut mengawal proses persidangan dimaksud hingga tuntas,” tutup Gopprera.
Sementara itu baik Honda dan Yamaha sudah membantah melakukan kartel. Mereka beralasan kartel tidak mungkin terjadi pada situasi persaingan yang ketat seperti sekarang.
Bukti yang diajukan KPPU soal pertemuan kedua bos perusahaan di lapangan golf pun mereka bantah. Meski pun sering main golf, tidak ada kesepakatan soal pengaturan harga oleh masing-masing perusahaan.
Sumber: Detikcom