KPPU Lanjutkan Sidang Dugaan Kartel Motor Skuter Matik ke Tahap Pemeriksaan Lanjutan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menetapkan sidang Perkara No. 04/KPPU-I/2016 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 dalam Industri Sepeda Motor Jenis Skuter Matik 110-125 CC di Indonesia yang dilakukan oleh PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT. Astra Honda Motor (AHM) masuk ke tahap Pemeriksaan Lanjutan. Penetapan tersebut berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan (LHPP) yang disampaikan Majelis Komisi yang menangani perkara dimaksud kepada Komisoner melalui Rapat Komisi tanggal 16 Agustus 2016.
Dalam hal ini Komisioner menerima dan menyetujui rekomendasi Majelis Komisi (sebagaimana diuraikan dalam LHPP) untuk melakukan Pemeriksaan Lanjutan terhadap dugaan pelanggaran tersebut. Pemeriksaan Lanjutan terhadap perkara inisiatif KPPU yang akan dipimpin oleh Majelis Komisi terdiri dari Prof. Dr. Ir. Tresna Priyana Soemardi, S.E., M.S. sebagai Ketua Majelis Komisi, R. Kurnia Sya’ranie, S.H., M.H. dan Drs. Munrokhim Misanam, M.A.,Ec., Phd masing-masing sebagai Anggota Majelis ini dilakukan untuk menyimpulkan ada atau tidak adanya bukti pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999.
Pada tahap ini, Majelis Komisi akan memeriksa alat bukti yang diajukan baik oleh Investigator KPPU, YIMM maupun AHM, memanggil Saksi, Ahli dan atau pihak lain untuk mendapatkan alat bukti yang cukup atas dugaan pelanggaran tersebut. Jangka waktu Pemeriksaan Lanjutan berakhir paling lama 60 hari sejak tanggal Pemeriksaan Lanjutan dimulai dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari.
YIMM dan AHM diduga melakukan pelangggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999 yang berbunyi pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. Dalam proses pembuktian dugaan pelanggaran Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999, perjanjian tidak harus dibuktikan melalui adanya perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh pelaku usaha. Perbuatan satu pelaku usaha yang mengikatkan diri terhadap pelaku usaha lain, dapat dijadikan bukti adanya perjanjian diantara pelaku usaha tersebut. Perjanjian penetapan harga dilarang karena akan menghilangkan persaingan yang seharusnya terjadi diantara perusahaan perusahaan yang ada dipasar. Akibatnya, konsumen kehilangan kesempatan untuk mendapatkan harga yang kompetitif dari sisi harga maupun kualitas.
Dalam Laporan Dugaan Pelangaran telah diuraikan beberapa temuan yang digunakan sebagai alat bukti adanya kesepakatan penetapan harga yang diduga dilakukan antara YIMM dan AHM. Diantaranya adalah pertemuan antara Presdir YIMM dan Presdir AHM yang diduga membicarakan kesepakatan bahwa YIMM akan mengikuti harga jual motor AHM, surat elektronik dari Presdir YIMM kepada Vice President YIMM, adanya perintah Presdir YIMM kepada bawahannya untuk menyesuaikan harga jual Yamaha dengan kenaikan harga Honda dan adanya pergerakan harga jual sepeda motor jenis skuter matik 110 – 125 CC antara YIMM dengan AHM yang berkesesuaian dengan surat elektronik tersebut.
Dari sisi struktur pasar, kedua perusahaan tersebut YIMM dan AHM menguasai pangsa pasar sepeda motor jenis skuter matik 110-125 CC lebih dari 95%. Tingkat konsentrasi pasar yang tinggi serta jumlah perusahaan yang tidak banyak dapat mendorong terjadinya suatu kartel atau menjadi salah satu indikator awal faktor pendorong terjadinya kartel.
Mengingat besarnya kepentingan publik terhadap kasus ini, masyarakat diharapkan turut mengawal proses persidangan dimaksud hingga tuntas.
Jakarta, 21 Agustus 2016
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Republik Indonesia