KPPU Minta Pemda Ciptakan Iklim Persaingan Usaha
Kendari (05/08) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah daerah (Pemda) menciptakan iklim persaingan usaha, yang sehat, melalui penerbitan peraturan daerah agar tercipta sinkronisasi kebijakan pemda dengan Undang-Undang No 5 Tahun 1999.
“KPPU hanya memiliki perwakilan di lima provinsi di Indonesia, sehingga diharapkan peran pemerintah daerah untuk mendukung tugas lembaga negara ini dalam melakukan pengawasan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di daerah,” kata Wakil Ketua KPPU R Kurnia Sya’ranie pada acara sosialisasi Undang-Undang No 5 Tahun 1999 di Kendari, Rabu (3/8).
KPPU yang terbentuk sejak 2001 dan saat ini memiliki perwakilan di lima daerah, yakni Provinsi Sumantera Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Yogyakarta, kata dia, masih memiliki kendala untuk membuka perwakilan di setiap provinsi karena keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran.
Oleh karena itu, kata mantan Sekjen KPPU ini, dalam mengevaluasi kebijakan pemerintah daerah yang berpotensi tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam UU 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat, maka diperlukan peran pemda dengan membuat perda terkait hal tersebut.
Pada acara sosialisasi yang dihadiri Sekda Provinsi Sultra Lukman Abunawas dan sejumlah sekda kabupaten/kota serta pejabat satuan kerja perangkat daerah se-Sultra, Kurnia menjelaskan, KPPU yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan UU tersebut, memiliki tugas dan wewenang melakukan penegakan hukum persaingan usaha dan memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, lanjut dia, KPPU juga berperan meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengambil keputusan serta mengubah perilaku pelaku usaha untuk mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat.
“Sehingga dunia usaha akan terhindar dari perilaku praktik monopoli yang menyebabkan rendahnya pasokan dan semakin tingginya harga, yang juga berarti menghilangkan kesempatan kesejahteraan yang seharusnya dinikmati masyarakat,” ujar dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, KPPU amat berkepentingan atas terjadinya penurunan harga dan tarif di sejumlah sektor, kelancaran pasokan dan distribusi, peningkatan kualitas layanan publik, pengadaan barang dan jasa, serta pemberian lisensi usaha yang semakin transparan dan kompetitif.
Menurut dia, salah satu bentuk tindakan atau perilaku yang dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat adalah persengkokolan dalam tender, padahal bentuk kegiatan ini dilarang UU 5/1999 karena dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan pelaksanaan tender itu yakni memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawar harga dan kualitas yang bersaing.
“Dalam undang-undang tersebut tidak melarang pelaku usaha menjadi monopoli atau dominan di bidang usahanya, tetapi yang dilarang adalah praktek monopoli dan persaiangan usaha yang tidak sehat,” ungkap dia.
Untuk mencegah hal itu, kata Kurnia, KPPU telah mengembangkan sebuah “tools” (alat) peraturan/kebijakan pemerintah daerah yang akan mengidentifikasi sedini mungkin kesesuaian subtansi peraturan/kebijakan dengan UU No 5 Tahun 1999.”Alat tersebut namanya ‘competition cheklist’ atau daftar periksa kebijakan persaingan,” ujar dia. Ant
(Sumber: Neraca, Antara Sultra, dan The Tanjung Pura Times)