Tak Perlu Tax Amnesty, Efisienkan APBN Lewat Kebijakan Anti Kartel
JAKARTA-Pemerintah semestinya tidak perlu menerbitkan UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Karena belanja APBN sebesar Rp 2000 triliun, ternyata Rp 800 triliun yang untuk belanja barang, mengalami kebocoran sekitar 30%. Kebocoran itu setara Rp 250 triliun. “Sebaiknya pemerintah tak usah repot-repot dengan TA, tapi mengefisienkan APBN sudah cukup,” kata Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Saidah Sakwan dalam forum legislasi “RUU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat” bersama anggota DPR Eka Sastra dan pengamat ekonomi INDEF Sugiono di Jakarta, Selasa (30/8/2016).
Menurut Saidah, kelompok kartel ini menguasai komoditas hajat hidup orang banyak, difasilitasi dengan kebijakan-kebijakan aturan berbau KKN oleh penguasa di pemerintahan.”Kartel itu menjadi penyebab biaya ekonomi tinggi dan memboroskan uang negara (APBN),” tegasnya.
Dari hasil investigasi KPPU, lanjut Saidah, kebocoran APBN ini cukup besar. “Setelah ditelusuri, penerima rente daging sapi mahal hanya lima (5) dari 18 pelaku setelah dilokalisir dari 32 pelaku, yang diketahui adalah kerabat dari penguasa pembuat aturan kebijakan untuk memfasilitasinya,” tandas Saidah Sekwan yang kemudian sepakat revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha.
Sementara itu anggota Komisi IV DPR Eka Sastra mengungkapkan kesepahamannya dengan KPPU bahwa perkuatan KPPU dibutuhkan untuk stabilisasi ekonomi melalui dunia usaha. “Revisi UU 5/1999 itu untuk memperkuat KPPU bidang keuangan, kewenangan, hingga kelembagaan, yang pada gilirannya menghentikan praktik-praktik kartel yang merusak tatanan ekonomi dan konsumsi masyarakat,” ujarnya.
Apalagi, katanya, globalisasi membuka praktik kartel lintas batas (cross bordery cartell) dimana para kartel asing sepakat mematok harga tinggi pada tarif peti kemas yang dikenai bagi konsumen luarnegeri. Kartel Singapura memasang tarif tinggi pada pengangkutan peti kemas dari Indonesia.
Sedangkan Penelitik Indef Sugiono meminta DPR hari-hati dalam membahas RUU ini dengan langkah-langkah cerdas, karena sering kalah di pengadilan. ‘Basisnya harus kuat mengingat banyak perusahaan besar tidak menginginkan KPPU kuat. Sebab, kalau KPPU kuat, maka untung mereka akan kecil,” ujarnya singkat. ***
Sumber: beritamoneter.com