Pengadaan Harus Sesuai Prinsip Persaingan Sehat

Pengadaan Harus Sesuai Prinsip Persaingan Sehat

Yogyakarta (22/1) – Pengadaan barang/jasa memiliki porsi atau persentase yang cukup besar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Besarnya porsi anggaran tersebut menyebabkan rawan terjadinya penyelewengan. Pemerintah berupaya membuat peraturan dan kebijakan agar tercipta kepastian hukum dan mencegah adanya penyelewengan baik dari aparat pemerintah maupun dari pihak lain (swasta dan masyarakat) sebagai partner dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan hal tersebut KPPU melalui Kantor Wilayah IV KPPU melakukan kegiatan “Workshop Pengadaan Barang dan Jasa dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha,” Rabu.

Workshop ini merupakan langkah pencegahan yang dilakukan KPPU agar Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa tidak terjebak dalam persekongkolan untuk menentukan pemenang dalam pengadaan barang dan jasa.

Ketua KPPU Kurnia Toha hadir membuka workshop, yang didampingi oleh Kepala Panitera Akhmad Muhari. Workshop ini juga mengundang Kepala Biro Pengembangan Infrastruktur Wilayah dan Pembiayaan Pembangunan (PIWP2) Daerah Istimewa Yogyakarta dan Ahli Pengadaan Barang dan Jasa dari LKPP Soepartono.

“Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang perbuatan pelaku usaha yang bertujuan menghambat atau bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat, antara lain seperti pembatasan akses pasar, kolusi, dan tindakan lain yang bertujuan untuk menghilangkan persaingan. Tindakan lain yang dapat berakibat terjadinya persaingan usaha tidak sehat adalah tindakan persekongkolan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sebagaimana diatur dalam pasal 22 Undang-Undang ini,” jelas Kurnia.

Terkait pengadaan barang dan jasa saat ini peraturan yang digunakan adalah Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 (PP No. 16 Tahun 2018) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai pengganti dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta Perubahannya. PP ini diharapkan mempercepat dan mempermudah pelaksanaan pengadaan barang/jasa Pemerintah, tidak berbelit-belit, dan sederhana, sehingga memberikan value for money, serta mudah dikontrol dan diawasi.

“Dalam PP No. 16 Tahun 2018 Strukturnya lebih disederhanakan dengan hanya mengatur hal-hal yang bersifat normatif, dan menghilangkan bagian penjelasan. Hal-hal yang bersifat standar dan prosedur selanjutnya diatur dalam Peraturan LKPP dan Peraturan kementerian teknis terkait,” papar Soepartono.

Kompetensi dan kapabilitas Pejabat Pengadaan/Kelompok Kerja (Pokja) pemilihan menjadi salah satu unsur yang mempengaruhi suksesnya proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Hambatan yang dialami pemerintah dalam proses pengadaan barang dan jasa selama ini antara lain adalah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Bentuk kolusi pengadaan barang dan jasa pemerintah yaitu adanya persekongkolan dalam pelaksanaan tender pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh antarpenyedia barang ataupun penyedia dengan pejabat pengadaan barang dan jasa yang bertujuan mengatur atau menentukan pemenang tender pengadaan.