KPPU Gelar FGD Percepatan Pemulihan Ekonomi Provinsi NTB
Surabaya-NTB (27/7) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha selenggarakan Focus Group Discussion (FGD) secara daring bertema “Percepatan Pemulihan Ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) melalui Relaksasi Penegakan Hukum Persaingan Usaha”, Selasa. Hadir pada FGD ini Anggota KPPU Yudi Hidayat, Asisten II Setda Provinsi NTB Ridwan Syah yang mewakili Gubernur NTB, dan Kepala Kanwil IV KPPU Surabaya Dendy R. Sutrisno.
Dalam sambutannya, Yudi menyampaikan bahwa KPPU telah mengeluarkan Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Relaksasi Penegakan Hukum Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Pengawasan Pelaksanaan Kemitraan Dalam Rangka Mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional. “Kami sangat berharap bahwa pelaku usaha di semua wilayah Indonesia, pada hari ini khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat dapat memanfaatkan relaksasi ini. Tentunya mungkin bagi Pemerintah Daerah dalam penggunaan APBN/APBD seringkali terhambat karena memang adanya larangan terhadap diskriminasi penunjukan langsung yang tidak sesuai dengan aturan. Namun tentu saja relaksasi yang kami keluarkan melalui Perkom 3 Tahun 2020 ini mendatangkan kaidah-kaidah persaingan usaha yang sehat dan penuh dengan kehati-hatian.”
Yudi juga berharap Pemerintah Daerah maupun pelaku usaha bisa berkomunikasi langsung dengan KPPU. Dalam hal ini untuk Provinsi NTB bisa menghubungi Kanwil IV KPPU yang berkantor di Surabaya. Bila ada kebijakan yang dikeluarkan, tetap harus mematuhi aturan. “Saya yakin dan percaya bahwa kegiatan FGD kita hari ini dilandasi dengan niat yang baik. Mari kita bersama-sama membantu pemulihan ekonomi nasional yang pada akhirnya akan berkontribusi dalam mendorong perbaikan ekonomi bangsa yang terdampak pandemi Covid ini,” lanjut Yudi.
Sementara itu, Ridwan menyampaikan beberapa pemikiran dan langkah-langkah apa yang sudah dilakukan dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi dampak Covid-19 di Provinsi NTB. “Pandemi ini memberikan efek domino, tidak hanya pada aspek kesehatan saja tetapi juga pada aspek sosial, ekonomi, dan keuangan. Dampak terbesar yang menjadi fokus Pemerintah Daerah NTB ini adalah dampak terhadap UMKM. Dampaknya dapat kita rasakan adanya penurunan omset, sebagian besar juga sektor terkait termasuk Pariwisata, misalnya. Kemampuan produksi menjadi terganggu dan macetnya kredit. Sehingga pelemahan usaha ini harus di stimulus oleh Pemerintah untuk kembali menggerakkan pelaku UMKM di NTB,” ungkapnya.
Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah NTB yakni fokus kepada sektor produksi, menjadikan UMKM sebagai titik tumpu, melakukan kolaborasi dengan sektor-sektor lain, melakukan kebiasaan baru memanfaatkan teknologi informasi atau digitalisasi dan menjadikan desa sebagai titik tumpu di dalam menggeliatkan ekonomi pasca pandemi Covid-19 ini. Oleh karenanya, menurut Ridwan, salah satu hal yang dilakukan Pemprov NTB dalam meningkatkan ekonomi di NTB adalah dengan penguatan UKM dengan melakukan bela dan beli produk lokal (produk Nusa Tenggara Barat).
“Pekerjaan-pekerjaan terutama yang dibiayai oleh APBD kita ubah menjadi pekerjaan-pekerjaan paket kecil untuk penciptaan lapangan kerja dan padat karya di desa dan bantuan terhadap dunia usaha yang terdampak dan juga tentu kita sama-sama tahu bahwa ini juga menjadi kebijakan dari Pemerintah Pusat melalui beberapa skema penguatan kepada para pengusaha kita di daerah. Kami juga meluncurkan program JPS (Jaring Pengaman Sosial) Gemilang. Seluruh produk-produk UKM itu dibeli oleh Pemerintah,” jelasnya.
Menanggapi perihal peran KPPU, Dendy menyatakan bahwa KPPU harus mengambil posisi secara tegas dan juga adil dalam pemulihan ekonomi, “Pelaksanaan relaksasi ini harus berdasarkan azas keadilan sosial dan ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan hanya untuk kelompok perorangan atau usaha tertentu saja. Juga ada kaitannya dengan upaya untuk mendukung pelaku usaha itu sendiri. Dalam pelaksanaannya tentu harus memperhatikan kaidah-kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian, serta tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil dan akuntabel sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan moral hazard. Prinsip ini digariskan secara khusus agar relaksasi ini benar-benar punya nilai kemaslahatan,” kata Dendy menutup kegiatan.