Kantor Wilayah VI KPPU – Pemkab Majene: Sinergi Guna Dukung Transparansi dan Peningkatan Perekonomian Daerah
Majene (19/8) – Kepala Kantor Wilayah VI KPPU, Hilman Pujana melakukan pertemuan langsung dengan H. A. Achmad Syukri, Bupati Majene bertempat di kantor Bupati Majene. “Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian silaturahim Kanwil VI KPPU dengan pihak pemerintah daerah,” tutur Hilman. Disampaikan pula bahwa kegiatan ini sebagai implementasi adanya MoU antara KPPU RI dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat,” tambahnya.
Hilman juga menuturkan bahwa KPPU merupakan lembaga negara non-struktural independen yang dibentuk oleh UU No. 5 Tahun 1999 dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan DPR RI. Selain itu KPPU juga mengemban amanat Pengawasan Kemitraan sesuai UU 20/2008. “Dalam menjalankan fungsi dan tugas sekretariat KPPU di wilayah kerja Kanwil VI yang meliputi sepuluh Provinsi se-Sulawesi, Maluku sampai Papua, kami senantiasa mengedepankan upaya pencegahan terlebih dahulu sebelum melakukan penegakan hukum,” kata Hilman.
Mengapa kami fokus melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, sebab sebagain besar penanganan perkara yang ada di KPPU adalah terkait persekongkolan dalam tender pengadaan barang/jasa. Pada UU No. 5 Tahun 1999 sebagaimana digariskan pada Pasal 22 disebutkan bahwa adanya larangan persekongkolan dalam tender. “Mengapa ini dilarang? karena dapat menimbulkan persaingan tidak sehat dan bertentangan dengan tujuan dilaksanakannya tender tersebut, yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada pelaku usaha agar dapat ikut menawar harga dan kualitas yang bersaing,” dijelaskan Hilman. “UU No. 5 Tahun 1999 tidak melarang pelaku usaha menjadi monopoli atau dominan di bidang usahanya, yang dilarang adalah Praktek Monopoli dan perilaku Persaingan Usaha Tidak Sehat,” ucap Hilman.
Hilman juga menjelaskan, tugas KPPU lainnya memberikan advokasi terhadap kebijakan pemerintah pusat maupun daerah yang memiliki implikasi terhadap persaingan usaha. Apabila ditemukan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat, maka KPPU akan memberikan saran pertimbangan dengan substansi perbaikan atau bahkan pencabutan kebijakan. KPPU fokus pada rancangan peraturan daerah yang ada implikasinya terhadap ekonomi.
Untuk di daerah, yang paling banyak kita temukan adalah terkait permasalahan dan/atau gejolak penataan ritel modern dengan pasar tradisional. “Inilah salah satu permasalahan utama dalam industri ritel yakni persaingan tidak sebanding antara pelaku usaha ritel modern dengan ritel tradisional,” tandas Hilman. Perlu dilakukan penataan keberadaan ritel modern di wilayah, dimana hal ini merupakan kewenangan pemerintah daerah untuk mengeluarkan regulasi.
Selain itu Hilman juga memberikan penjelasannya terkait bahwa selama masa pandemi COVID-19, KPPU keluarkan aturan mengenai relaksasi penegakan hukum dalam mendukung program pemulihan ekonomi nasional. Dalam aturan yang bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya tersebut, KPPU memberikan beberapa relaksasi atas penegakan hukum yang dilakukan. Terdapat beberapa bentuk relaksasi yang diberikan KPPU, yakni: 1. Relaksasi penegakan hukum terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan/atau jasa dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah; dan 2. Relaksasi penegakan hukum atas rencana perjanjian, kegiatan dan/atau mengunakan posisi dominan yang bertujuan untuk penanganan COVID-19 dan/atau meningkatkan kemampuan ekonomi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Kedua relaksasi tersebut diberikan apabila pelaku usaha memenuhi berbagai kriteria yang ditentukan KPPU.
Menanggapi hal tersebut Achmad Syukri menyampaikan bahwa Pemerintah daerah Majene mengucapkan terima kasih atas atensi yang diberikan KPPU yang telah berusaha melakukan upaya pencegahan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat di Majene. Selanjutnya Pemda Majene akan melibatkan KPPU jika ada kegiatan diklat/bimtek yang berhubungan dengan proses pengadaan barang/jasa. Sebab dalam proses tersebut harus bersifat transparan, profesional dan dilakukan pengawasan oleh beberapa pihak aparat penegakan hukum, salah satu diantaranya adalah KPPU. Tidak boleh ada intervensi, jika ada intervensi dalam pengadaan barang/jasa maka akan berdampak tidak maksimalnya proses pengadaan. “Kami menggandeng para aparat penegakan hukum sebagai upaya mencegah terjadinya praktek-praktek kecurangan,” kata Achmad Syukri.
Selanjutnya menanggapi terkait keberadaan ritel yang dirasakan cukup menggerus toko tradisional/kelontong, dikemukakan oleh Achmad Syukri bahwa untuk di Majene keberadaan ritel izin usahanya tidak diberikan banyak, mereka masuk telah sesuai prosedur dan diharapkan guna meramaikan industri ekonomi pasar. Pemda Majene tidak melarang kehadiran ritel modern untuk masuk dan berkembang. “Kami mengkhawatirkan apabila sektor ritel modern diberikan izin secara bebas maka kondisi ini berdampak langsung terhadap matinya pasar tradisional dan usaha ritel tradisional sebagaimana yang marak terjadi di kota besar seperti Makassar,” katanya. Pengaturan pemberian izin pendirian ritel modern seperti: Alfamart dan Indomaret di Majene telah dilakukan secara transparan, sesuai prosedur yang berlaku dan tidak ada unsur intervensi apapun dari Pemda. Hal tersebut dimaksudkan guna mendukung program daerah Majene, yaitu Majene Terang (Majene Louminous), Majene bersih (Majene Clean), dan Penataan Hukum (Majene Straight). Sehingga oleh karenanya kami butuhkan peran dari seluruh stakeholder terkait salah satunya dukungan sinergitas dari KPPU.