KPPU Adakan Sosialisasi Program Relaksasi Penegakan Hukum Persaingan
Jakarta (3/8) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyelenggarakan Sosialisasi Penegakan Hukum Persaingan Usaha, tepatnya mengenai Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Relaksasi Penegakan Hukum. Kegiatan yang diadakan secara daring ini dibuka oleh Anggota KPPU Yudi Hidayat. “KPPU sebagai otoritas persaingan usaha di Indonesia memerhatikan dengan cermat serta melakukan pengawasan dengan upaya mencegah persaingan usaha yang tidak sehat, seperti persengkokolan dalam tender, monopoli, dan sebagainya,” ujar Yudi.
Yudi menjelaskan bahwa dikarenakan pandemi Covid-19 dan untuk membantu Indonesia memperbaiki perekonomian yang sempat terhambat karena Pandemi, KPPU membuat empat ruang relaksasi penegakan hukum oleh dalam penegakan hukum persaingan usaha, “relaksasi itu ada pada pengadaan barang dan jasa, rencana perjanjian pelaku usaha, jangka waktu atas merger dan akuisisi pelaku usaha, dan jangka waktu pengawasan dalam pengawasan kemitraan. Hal ini tercantum pada Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2020,” tambahnya.
Dalam sosialisasi, para pembahas terdiri dari Direktur Advokasi Persaingan dan Kemitraan KPPU Abdul Hakim Pasaribu dan Analis Kebijakan Muda Sari Melani dari Direktorat Advokasi Pemerintahan Pusat LKPP.
Dalam presentasinya, Hakim menyampaikan bahwa dampak Covid-19 terhadap kegiatan ekonomi sangat signifikan dialami Pelaku Usaha UMKM di Indonesia, “hal ini dikarenakan adanya kebijakan-kebijakan pembatasan aktivitas pelaku usaha. Relaksasi penegakan hukum sangat diperlukan, di mana hal ini bertujuan untuk mendukung program pemulihan ekonomi dengan melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku dalam menjalankan usahanya,” jelasnya.
Dirinya juga menambahkan bahwa relaksasi Penegakan Hukum Persaingan Usaha yang tercantum dalam Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2021 ini menjabarkan pemberian kelonggaran waktu pada kewajiban notifikasi merger dan akuisisi dari yang biasanya adalah 30 hari menjadi 60 hari. Relaksasi ini bisa diberikan apabila pelaku usaha mengajukan terlebih dahulu,” katanya. Relaksasi penegakan hukum, lanjut Hakim, juga diberikan pada pelanggaran Kemitraan, berupa tambahan waktu untuk melaksanakan perubahan perilaku, yaitu 30 hari untuk masing-masing peringatan tertulis.
Melengkapi paparan Hakim, Sari menyatakan relaksasi ini juga diberikan bagi pelaku usaha atau instansi yang hendak melakukan pengadaan. “Dalam hal barang/jasa dibutuhkan untuk menangani keadaan darurat yang mendesak dan menyangkut keselamatan jiwa akibat pandemi Covid-19, pengadaan barang/jasa dilakukan dengan berpedoman pada Peraturan LKPP No. 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat,” kata Sari.
LKPP sendiri juga mengeluarkan Surat Edaran (SE) Kepala LKPP No. 32 Tahun 22 mengenai Penegasan Atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pada Masa Bencana Nasional Non-Alam Penyebaran Covid-19. Dapat diinformasikan bahwa SE tersebut berisikan klasifikasi Pengadaan Barang/Jasa dalam dinamika kedaruratan berdasakan hasil evaluasi BPK, KPK, dan BPKP. “Klasifikasi yang dimaksud adalah pengadaan harus sangat relevan dengan kondisi darurat penanganan Covid-19, di mana apabila kondisinya memang masuk dalam kategori kebutuhan mendesak yang tidak dapat ditunda, serta bertujuan untuk penanganan keselamatan masyarakat,” jelasnya lagi.
Dapat diinformasikan juga bahwa program relaksasi ini harus menjadi perhatian juga oleh pelaku usaha. Program ini dapat dimanfaatkan untuk memberikan motivasi pemulihan ekonomi pelaku usaha saat pandemi, dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.