Mengupas Problematika Industri Perunggasan dalam Negeri
Jakarta (27/8) – Banyaknya permasalahan pada industri perunggasan mendorong Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mencari langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukan dari perspektif persaingan usaha dan ekonomi politik. Dengan menyelenggarakan seminar daring bertajuk Arah Pengembangan Industri Perunggasan: Perspektif Persaingan Sehat dan Ekonomi Politik, KPPU menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, di antaranya Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI Oke Nurwan, Perwakilan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Iqbal Alim, Guru Bedar FEM IPB Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad, Founder Tri Group Tri Hardiyanto, serta Jurnalis Hardy Hermawan sebagai moderator.
Hadir memberikan sambutan, Anggota KPPU Ukay Karyadi, yang menyampaikan bahwa KPPU selama ini sudah turut berupaya memperbaiki industri perunggasan sesuai dengan kewenanganannya. “KPPU terus melakukan pengawasan terhadap perilaku pelaku usaha di industri perunggasan dan memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah sebagai upaya menyehatkan iklim usaha pada industri tersebut,” jelas Ukay. Ada pemain yang berbeda level dalam satu lapangan. Tidak ada akses yang sama dalam memperoleh input, sehingga perlu untuk melakukan pembenahan di hulu industri unggas ini.
Sebagai pembicara pertama, Hardiyanto, menyampaikan peran Pemerintah dalam industri unggas ini dapat berupa penegakan regulasi yang berkeadilan baik untuk pelaku usaha besar maupun menengah dan kecil. “Selain itu juga perlu adanya kepastian tersedianya bahan baku pakan utama unggas, yaitu jagung, secara berkelanjutan dengan harga yang dapat mendukung dan mengefisienkan produksi peternak misalnya melalui kebijakan buka tutup kran impor jagung.” paparnya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Tauhid Ahmad menyampaikan beberapa rekomendasi bagi Pemerintah, salah satunya adalah pengembangan alternatif pakan unggas selain jagung dan dapat diproduksi masal. “Rekomendasi lain yang dapat kami sampaikan antara lain penyediaan DOC yang berkualitas berdasarkan keseimbangan permintaan akhir, peningkatan konsumsi unggas nasional, serta peningkatan daya saing produk unggas ini sendiri,” jelasnya.
Dari sisi Pemerintah, Oke mengemukakan bahwa instrumen yang dimiliki Kementerian Perdagangan tidak cukup memadai untuk menjalankan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2020. Kemendag sudah mengeluarkan Surat Edaran bagi pelaku usaha untuk dapat mematuhi Permendag 7/2020 tersebut. Lebih lanjut, Oke menyampaikan di industri perunggasan belum ada mekanisme badan penyerapan. “Sementara data yang kami dapatkan dari Kementerian Pertanian bahwa produksi jagung nasional mencukupi, hanya tersedianya di luar wilayah industri peternakan. Kemudian Kemendag mengusulkan dalam rakornis terkait jagung, agar tetap mengutamakan penyerapan dalam negeri bukan importasi,” ujarnya.
Pembicara terakhir, dari perspektif akademisi yakni Prof. Didin menyampaikan bahwa produk kebutuhan pangan sebagian besar memiliki struktur oligopoli. Harga pakan dan produk akhir di Indonesia ini cukup tinggi di Asia. Tidak hanya pakan dan pangan, bahkan juga untuk pupuk. Mengenai politik perekonomian nasional, Indonesia berada dalam ekosistem oligopolistik termasuk industri unggas. “Oleh karena itu, KPPU sangat strategis dalam menyehatkan struktur pasar yaitu dengan melakukan pengelompokan pelaku usaha,” jelasnya. Lebih lanjut, Prof Didin menyampaikan bahwa penting bagi KPPU untuk mengadakan forum seperti ini secara reguler ke depannya.