KPPU Paparkan Teknik Pembuktian Predatory Pricing di Forum Global OECD
Jakarta (7/12) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam OECD Global From on menyampaikan pandangannya terkait Teknik dan Bukti untuk Menilainya Adanya Predatory Pricing. Hal ini disampaikan oleh Komisioner KPPU Dinni Melanie dalam sesi perhelatan besar tahunan OECD Global Forum on Competition, Selasa siang waktu Indonesia.
Dalam dialog, Dinni menyampaikan bahwa predatory pricing tidak harus selalu dilakukan oleh perusahaan yang memiliki posisi dominan, karena posisi dominan bukanlah syarat bagi pelaku usaha untuk mengambil tindakan merugi atau menetapkan harga yang sangat rendah, “Posisi dominan adalah tujuan yang dikejar untuk memperoleh keuntungan yang berlebihan,” tegas Dinni.
Penetapan harga predator sendiri dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999 merupakan praktik penetapan harga barang atau jasa pada tingkat yang sedemikian rendah sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing dan terpaksa meninggalkan pasar. KPPU pernah menyidangkan perkara Nomor 03/KPPU-L/2020 terkait predatory pricing dan memutus terlapor bersalah. Putusan perkara ini dikuatkan hingga Mahkamah Agung.
“Perkara ini melanggar Pasal 20 tentang Penetapan Harga Predator. Dalam perkara semacam ini, KPPU melakukan analisis berbagai aspek untuk membuktikan predatory pricing, seperti pasar terkait dan pelaku usaha, pangsa pasar, analisis harga, kekuatan finansial, hambatan masuk dan hambatan masuk kembali, kelebihan kapasitas, dan dampak terhadap pasar terkait,” jelasnya lagi.
Menutup dialog, Dinni berharap diskusi ini memberikan wawasan untuk meningkatkan teknik dalam menilai bukti, khususnya dalam hal predatory pricing.