KPPU Putus Perkara Persekongkolan Tender Konstruksi Jalan Di Nusa Tenggara Barat

KPPU Putus Perkara Persekongkolan Tender Konstruksi Jalan Di Nusa Tenggara Barat

Jakarta (24/12) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bacakan putusan atas perkara persekongkolan tender (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999) dalam pengadaan dua paket pekerjaan konstruksi jalan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam putusan yang dibacakan kemarin sore (23/12), Majelis Komisi Perkara bernomor 35/KPPU-I/2020 tersebut, menjatuhkan sanksi denda kepada dua pelaku usaha, yakni PT Metro Lestari Utama sebesar Rp 1.359.000.000,00 (satu miliar tiga ratus lima puluh sembilan juta rupiah), dan PT PT Eka Praya Jaya sebesar Rp 1.149.000.000,00 (satu miliar seratus empat puluh sembilan juta rupiah).

Perkara ini merupakan perkara inisiatif KPPU dari pengawasannya atas pelaksanaan tender dua paket pekerjaan konstruksi jalan (program percepatan), yakni Paket 3 (Pelangan-Sp. Pengantap 3) dan Paket 4 (Pelangan-Sp. Pengantap 4), yang dilakukan oleh Satker Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Propinsi Nusa Tenggara Barat APBD pada tahun anggaran 2017-2018. Nilai harga perkiraan sendiri untuk kedua paket mencapai Rp 115.380.000.000. Persekongkolan melibatkan tiga Terlapor, yakni PT Metro Lestari Utama (Terlapor I) dan PT PT Eka Praya Jaya (Terlapor II), dan Kelompok Kerja Konstruksi Tim 51 (POKJA 51) ULP Provinsi Nusa Tenggara Barat, Biro Administrasi Pembangunan dan Layanan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai Terlapor III.

Dalam proses persidangan, Majelis Komisi membuktikan adanya berbagai bentuk persekongkolan horizontal antara Terlapor I dan Terlapor II, khususnya dalam penyusunan atau penyesuaian dokumen penawaran maupun dalam hal hubungan antara kedua Terlapor. Di lain sisi, Terlapor III juga melakukan pembiaran atas terjadinya persekongkolan antar kedua Terlapor yang menciptakan persaingan semu dalam mengatur pemenang tender tersebut.

Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi dalam Putusannya menyatakan ketiga Terlapor terbukti sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999, dan menjatuhkan hukuman berupa denda kepada Terlapor I sejumlah Rp 1.359.000.000,00 (satu miliar tiga ratus lima puluh sembilan juta rupiah) dan Terlapor II sejumlah Rp 1.149.000.000,00 (satu miliar seratus empat puluh sembilan juta rupiah). Keduanya diwajibkan melakukan pembayaran denda selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak Putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) serta melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda ke KPPU.

Sementara atas Terlapor III, Majelis Komisi merekomendasikan KPPU untuk memberikan saran pertimbangan kepada Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk memberikan sanksi hukuman disiplin sesuai peraturan berlaku kepada POKJA 51, dan memberikan pembinaan kepada Terlapor III terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa.

Selain itu, saran dan pertimbangan juga direkomendasikan untuk diberikan kepada Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) untuk membuat petunjuk teknis dan melakukan pelatihan dan bimbingan teknis bagi Pokja pengadaan barang dan jasa untuk memahami dan menemukan indikasi persaingan usaha tidak sehat, serta membuat kebijakan untuk mengatur kelengkapan fasilitas dan perangkat yang mendukung penemuan indikasi persaingan usaha tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa.