Dialog Sumbar Pagi RRI Pro 1 Padang: Semakin Sulit, Subsidi Minyak Curah Dicabut
Padang (6/6) – Berusaha sangat keras menuntaskan masalah ketersediaan dan harga minyak goreng yang belum juga tuntas, pemerintah kembali mencabut kebijakan subsidi minyak curah. Hal ini menjadi tema yang diangkat oleh RRI Pro 1 Padang dalam dialog “Sumbar Pagi” dengan tema ”Semakin Sulit, Subsidi Minyak Curah Dicabut”.
Kepala Kantor Wilayah I Ridho Pamungkas hadir secara online dalam dialog tersebut. Turut hadir narasumber lain yaitu Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Prov. Sumbar, Asben Hendri dan Pedagang Minyak Goreng Curah Pasar Raya Padang, Dayat.
Mengawali dialog, Kepala Kantor Wilayah I menjelaskan bahwa sejak September 2021, isu minyak goreng sudah dikaji oleh KPPU hingga naik ke tahap penyelidikan terkait indikasi kartel. Terkait dengan pencabutan subsidi minyak goreng curah dan dikembalikan mekanismenya dengan tata kelola DMO-DPO, KPPU akan melihat bagaimana pelaku usaha dalam merespon kebijakan pemerintah tersebut. Kebijakan DMO DPO jilid pertama menghasilkan terjadinya penyelewengan, dimana sampai saat ini Kejaksaan Agung masih melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.
“Yang menjadi persoalan bagi publik adalah hasil evaluasi dari pemerintah terhadap kebijakan yang cenderung berubah-ubah tidak disampaikan kepada masyarakat. Namun belajar dari kasus sebelumnya, saya yakin tata kelola DMO jilid dua untuk minyak goreng curah akan lebih baik. Bagi KPPU, jika terjadi penyelewengan lagi maka hal ini memperkuat sinyal dugaan kartel dan KPPU harus lebih intensif untuk melakukan pengawasan,” tambahnya.
Sementara itu, Dayat pedagang minyak curah di Pasar Raya Padang menyampaikan bahwa harga minyak goreng curah masih mengikuti harga HET, dan tidak ada gangguan terkait persediaan. “Untuk harga masih dalam kondisi normal di Pasar Raya Padang dan tidak ada gangguan terkait pasokan minyak curah karena dibantu oleh Satgas Pangan dan Disperindag. Yang menjadi permasalahan adalah syarat administrasi pembelian maksimal 2 kilogram (kg) yang harus memberikan NIK atau KTP akan mempersulit penjualan di lapangan dan juga kehadiran aplikasi warung pangan digital otomatis yang akan menyingkirkan pedagang tradisional. Akan terjadi konflik horizontal antara pedagang tradisional dan ritel modern,” ujarnya.
Ditambahkan oleh Dayat, untuk kondisi sebelum ada gejolak kenaikan harga minyak goreng untuk 1 (satu) hari penjualan minyak goreng curah sampai dengan 7 (tujuh) ton per hari, untuk sekarang terjadi kenaikan menjadi 10-12 ton per hari dimana banyak konsumen yang beralih dari minyak goreng kemasan menggunakan minyak goreng curah.
Asben Hendri dari Disperindag Prov. Sumbar memaparkan bahwa harga HET minyak curah masih di harga Rp 14.000,-, subsidinya saja yang dicabut. Pembatasan pembelian dengan melampirkan NIK atau KTP dilakukan supaya terjadi pemerataan distribusi minyak goreng curah. “Kalau dari sisi jumlah dan kebutuhan di Padang masih surplus karena ada 4 (empat) produsen minyak goreng yang siap untuk memenuhi kebutuhan, namun kita tetap melakukan pengawasan di lapangan.
Menutup dialog, Ridho Pamungkas menambahkan bahwa kondisi yang terjadi di lapangan harus menjadi masukan kepada pemerintah. KPPU juga sudah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah untuk memperbaiki struktur pasar dalam industri minyak goreng mulai dari hulu. Dari data BPS dan Kementerian Pertanian Tahun 2019 yang diolah, dapat dilihat ketimpangan penguasaan lahan perkebunan sawit diantara pelaku usaha perkebunan. Jumlah pekebun rakyat mencapai 99,92% dari total pelaku usaha perkebunan sawit, tetapi hanya menguasai 41,35% lahan. Sementara jumlah Perusahaan Perkebunan Swasta hanya 0,07% dari total pelaku usaha perkebunan sawit, tetapi menguasai lahan seluas 54,42%. Angka ini masih di atas jumlah Perusahaan Perkebunan Negara yang berjumlah 0,01% dari total pelaku usaha perkebunan sawit, dengan penguasaan lahan sebesar 4,23%.