Mahkamah Konstitusi Putuskan perlu Segera Dilakukan Penyesuaian Penataan Kelembagaan Sekretariat KPPU
Jakarta (01/10) – Mahkamah Konstitusi RI (Mahkamah) memutuskan perlunya segera dilakukan penyesuaian penataan kelembagaan sekretariat KPPU oleh pembentuk undangundang, dengan mendasarkan pada perkembangan sekretariat suatu lembaga atau institusiinstitusi negara dengan menggunakan rujukan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Putusan Mahkamah ini dibacakan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi yang dilaksanakan hari Kamis, 29 September 2022. Hal ini mengemuka dalam sidang pembacaan putusan atas gugatan judicial review pada perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999) yang sebagiannya telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang diajukan oleh beberapa bekas pegawai dan salah seorang pegawai aktif KPPU.
Sebagai informasi, beberapa bekas pegawai dan salah seorang pegawai aktif KPPU pada 20 Juli 2022 mengajukan permohonan judicial review atas pengujian Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) (UU 5/1999) yang tidak sejalan dengan nilai-nilai konstitusi dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 4 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Permohonan ini dilandaskan karena pegawai KPPU dinilai tidak memiliki legalitas dan kepastian hukum serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, yang pada akhirnya tidak dapat memperoleh hak-hak sebagaimana pegawai instansi pemerintah pada umumnya.
Sebelumnya beberapa pegawai aktif KPPU juga mengajukan permohonan judicial review atas Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) UU 5/1999. Dalam permohonan sebelumnya, pemohon menyampaikan antara lain agar kata “sekretariat” dalam Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) UU 5/1999 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai selain “sekretariat jenderal sebagaimana sekretariat badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945”. Namun permohonan tersebut ditolak Mahkamah melalui putusan Nomor 54/PUU-XVIII/2020.
Yang berbeda dari permohonan kali ini adalah Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan kata “sekretariat” dalam Pasal 34 ayat (2) UU 5/1999 adalah inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “sekretariat yang ditetapkan oleh Presiden”. Demikian juga frasa “keputusan Komisi” dalam Pasal 34 ayat (4) UU 5/1999 adalah inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Peraturan Komisi setelah mendapat persetujuan dari Presiden”.
Dalam amar putusannya, Mahkamah menolak permohonan Pemohon tersebut. Permohonan tidak dapat dikabulkan oleh Mahkamah karena rumusan petitum tersebut tidak lazim. Namun demikian, Mahkamah menilai substansi apa yang dimohonkan Pemohon merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyesuaian yang nantinya akan dilakukan terhadap kelembagaan KPPU.
Lebih lanjut, turut ditegaskan oleh Mahkamah bahwa putusan Mahkamah tidak hanya berupa amar putusan, namun terdiri dari identitas putusan, duduk perkara, pertimbangan hukum, dan amar putusan bahkan berita acara persidangan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sehingga Mahkamah dapat memberikan perintah (judicial order) di dalam bagian pertimbangan hukum yang harus dilaksanakan juga oleh addressat putusan Mahkamah.
Dalam hal tersebut, meskipun dalam bagian amar putusan, Mahkamah menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya, namun dalam bagian pertimbangan hukum Mahkamah terdapat perintah kepada pemerintah dan lembaga terkait. Sehingga berkenaan dengan penentuan status kesekretariatan KPPU termasuk juga status pegawai KPPU, selain menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-XVIII/2020, maka melalui putusan, Mahkamah menambahkan perlunya segera dilakukan penyesuaian penataan kelembagaan sekretariat KPPU oleh pembentuk undang-undang dengan mendasarkan pada perkembangan sekretariat suatu lembaga atau institusi-institusi negara dengan menggunakan rujukan peraturan perundang- undangan yang berlaku.