Kanwil III KPPU Lanjutkan Diskusi terkait Komoditas Penyumbang Inflasi dengan Diskumindag dan DKPPP Kota Sukabumi
Sukabumi (30/11) – Berdasarkan data BPS, pada Oktober 2022 terjadi inflasi year on year (yoy) sebesar 5,70 persen dan terjadi deflasi month to month (mtm) sebesar 0,04 persen di Kota Sukabumi. Kota Sukabumi menjadi salah satu kota penilaian Indeks Harga Konsumen (IHK) pada perhitungan laju inflasi Provinsi Jawa Barat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kantor Wilayah III menilai penting dilakukan kajian analisis terhadap komoditas pangan penyumbang inflasi untuk mengindentifikasi adanya peran perilaku pelaku usaha pada kenaikan harga komoditas tersebut.
Untuk mendapatkan data dan informasi, Kepala Bagian Kajian dan Advokasi Kanwil III KPPU, Mansur, bersama tim melakukan diskusi dengan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Perindustrian dan Perdagangan (Diskumindag) Kota Sukabumi yang diwakili oleh Kepala Seksi Perdagangan Dalam Negeri M. Rifki. Di hari yang sama, tim juga berdiskusi dengan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan (DKPPP) Kota Sukabumi yang diwakili oleh Sekretaris Dinas Susiyana beserta jajarannya.
“Tujuan kami berkunjung ke Diskumindag dan DKPPP Sukabumi dalam kaitannya sebagai Dinas terkait yang memiliki data dan informasi, sehingga kami bisa memotret apa saja komoditas penyumbang inflasi, asal pasokan, tata niaga, jalur distribusinya serta siapa pelaku usahanya di Kota Sukabumi. Jangan sampai kenaikan harga pangan disebabkan oleh perilaku pelaku usaha yang tidak sehat, seperti sengaja menahan pasokan sehingga harga bisa naik, itu bisa menjadi domain KPPU,” ujar Mansur.
Rata-rata harga komoditas pangan pada tahun 2022 di Kota Sukabumi relatif aman. Kenaikan harga atau inflasi pada komoditas pangan tertentu tidak terlalu siginifikan. Komoditas yang selama ini stabil dan harganya mulai naik sebulan terakhir yaitu beras.
“Harga beras sebulan terakhir mengalami tiga kali kenaikan dengan total kenaikan yaitu Rp 700/kg baik untuk jenis medium maupun premium. Kenaikan harga ini dipicu oleh berkurangnya stok beras dari daerah pemasok sekitar. Pasokan beras berasal dari Kab. Sukabumi, Garut, Cianjur, Sumedang, Banjar, Demak, Sragen, Solo, Indramayu, dan daerah Pantura. Untuk komoditas lain seperti cabai dan bawang merah, diperoleh dari Pasar Induk di Bandung dan Pasar Induk di Bogor, sehingga harga di Sukabumi tergantung dari harga kedua pasar induk tersebut,” kata M. Rifki dalam keterangannya.
Sementara itu, Susiyana dari DKPPP menyampaikan bahwa Kota Sukabumi merupakan kota konsumsi dimana sekitar 90% pasokan pangan berasal dari luar kota Sukabumi. Untuk beras, produksi Kota Sukabumi hanya memenuhi 25-30% kebutuhan masyarakat karena penyusutan lahan pesawahan yang beralih fungsi menjadi perumahan, 70%-nya berasal dari luar.
“Berdasarkan data kebutuhan dan ketersediaan kami (DKPPP), pemenuhan kebutuhan komoditas pangan Kota Sukabumi memiliki ketergantungan dari daerah lain. Hal ini dikarenakan tingkat produksi lokal komoditas pangan yang kecil disebabkan lahan persawahannya dialihfungsikan menjadi perumahan. Sebagai daerah konsumen, upaya pengendalian inflasi yang selama ini dilakukan tidak berdampak besar terhadap penurunan harga komoditas, namun lebih ke upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk menghindari panic buying khususnya pada menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN),” jelas Susiyana. (SD)