Ketersediaan Komoditas Pangan di KBB Menjelang NATARU Relatif Aman

Ketersediaan Komoditas Pangan di KBB Menjelang NATARU Relatif Aman

Ngamprah (9/12) – Kepala Bagian Kajian dan Advokasi Kanwil III KPPU, Mansur, bersama tim melakukan diskusi dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bandung Barat (DKPP KBB) yang diwakili oleh Kepala Bidang Konsumsi, Suherman berserta jajarannya di Kantor DKPP KBB.

Mansur menyampaikan bahwa tim telah melakukan diskusi terkait komoditas pangan penyumbang inflasi di kota besar di Jawa Barat yang menjadi kota penilaian IHK. Hampir semua kebutuhan komoditas pangan kota tersebut bergantung dari daerah lain. “Kami telah berdiskusi dengan dinas terkait dari kota-kota konsumsi tersebut. Kota-kota tersebut memiliki ketergantungan dari daerah lain yang menjadi daerah sentra produksi seperti Kabupaten Bandung Barat untuk memenuhi kebutuhannya,” ujar Mansur.

Suherman menyampaikan bahwa Kabupaten Bandung Barat merupakan daerah sentra produksi hortikultura dan tanaman pangan khususnya padi, jagung, dan kedelai. “KBB merupakan salah satu daerah produksi pajale (padi, jagung, dan kedele) di Jawa Barat dan sudah swasembada beras. Produksi padi KBB sejumlah 285.125 ton dengan luas tanam 41.393 ha dengan wilayah tanam terbesar ada di daerah Cipeundeuy, Sindangkerta, Cikalong Wetan, Rongga, Cipongkor, dan Cipatat. Jika dibagi dengan jumlah penduduk, terdapat surplus beras yang disalurkan sebagian besar untuk pemenuhan kebutuhan beras di Kota Bandung ke Pasar Induk Caringin serta ke Karawang. Untuk komoditas hortikultura, KBB sebagai penghasil cabai merah dan cabai rawit dengan harga jual berfluktuatif tergantung cuaca. Produk horti tersebut banyak diserap oleh pasar di Bandung, Jakarta serta pasar modern Borma, Giant dan Superindo,“ jelas Suherman.

Suherman juga menambahkan budidaya kedelai telah dikembangkan di KBB agar mengurangi ketergantungan dari kedelai impor. Namun kendalanya, produsen tahu dan tempe di daerah sekitar lebih memilih kedelai impor karena sudah terikat dengan pemasok kedelai impor. Akhirnya kedelai lokal tidak terserap karena kalah bersaing dengan kedelai impor. “Sistem pembayaran kepada pemasok kedelai importir lebih mengikat karena barangnya dititip dulu, pembayarannya nanti setelah datang pasokan berikutnya. Sedangkan pemasok untuk kedelai lokal, harus cash saat barang diterima,” tambahnya.

Dalam menghadapi Nataru, DKPP memastikan pasokan komoditas aman. Dari data prognosa neraca ketersediaan dan kebutuhan pangan di wilayah KBB, komoditas surplus meliputi jagung, cabai merah besar, serta daging ayam ras yang dapat disalurkan ke wilayah sekitar KBB. (SD)