Menyikapi Persoalan Harga Komoditas Pangan, Diperlukan Inventarisir Masalah dari Hulu ke Hilir
Bandung (22/12) – Menyikapi fenomena kenaikan harga atau inflasi, anomali cuaca dan hambatan distribusi yang paling sering dijadikan alasan penyebabnya, tanpa mempertimbangkan adanya potensi perilaku pelaku usaha yang memainkan harga sebagai penyebabnya. Oleh karena itu, Kepala Bagian Kajian dan Advokasi Kanwil III KPPU, Mansur, bersama tim melakukan diskusi dengan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung yang diwakili oleh Nunung Sukanti selaku Analis Pasar Hasil Pertanian dan Dede Tarwilin selaku Analis Ketahanan Pangan yang bertempat di Kantor DKPP Kota Bandung.
“Kami ingin mengetahui apakah benar kenaikan harga komoditas memang murni dari anomali cuaca ataukah memang ada perilaku persaingan usaha tidak sehat dari pelaku usaha yang sengaja menahan pasokan sebagai penyebabnya. Kedatangan kami juga sekaligus dalam rangka bersinergi dengan DKPP Kota Bandung sebagai mitra strategis yang berwenang dan memiliki data dan informasi lengkap terkait ketersediaan kebutuhan pangan di Kota Bandung,” ujar Mansur.
Nunung mengakui bahwa persoalan harga komoditas pangan menjadi masalah yang sudah lama dan berlarut-larut, dan belum ada solusi yang tepat untuk mengatasinya sampai saat ini. Diperlukan upaya inventarisir permasalahan dari hulu ke hilir sehingga solusinya tidak hanya di hilir saja.
“Saya sudah bertahun-tahun melakukan kajian terkait dengan pola distribusi komoditas pangan. DKPP juga telah memiliki hasil kajian pola distribusi beberapa komoditas pangan di Kota Bandung yang dikerjasamakan dengan UNPAD. Pola distribusi atau tata niaga berpengaruh pada kenaikan harga. Seharusnya ada sistem untuk mengetahui harga di tingkat petani/peternak, tingkat pedagang dan di konsumen sehingga bisa terlihat di titik mana kenaikan harga mulai terjadi. Tata Niaga yang panjang juga menjadi penyebab kenaikan harga,” imbuh Nunung.
Nunung juga menambahkan, komoditas pangan untuk Kota Bandung 97% berasal dari luar Bandung, sisanya hasil produksi sendiri, terutama beras yang diusahakan dari sawah abadi dan sawah mandiri. Sawah abadi merupakan areal lahan sawah yang dimiliki oleh Pemkot Bandung dan khusus diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan digarap oleh petani sekitar dengan pembagian keuntungan 70% untuk petani dan 30% untuk Pemkot. Hasil panen petani sawah abadi tersebut disalurkan ke pengumpul, lalu ke penggilingan, lalu ke grosir, dan juga ke pedagang eceran. (SD)