KPPU Hadirkan Prof. Dr. Sukarmi, SH., M.Hum. sebagai Saksi Ahli dalam Sidang Migornas
Jakarta (03/02) – KPPU hadirkan ahli hukum persaingan usaha Prof. Dr. Sukarmi, S.H., M.Hum sebagai Saksi Ahli dari Investigator Penuntutan KPPU pada sidang Pemeriksaan Lanjutan atas dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU No. 5/1999) dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan di Indonesia, yang dilaksanakan secara hybrid kemarin tanggal 2 Februari 2023 di Kantor Pusat KPPU Jakarta. Prof. Sukarmi dimintai penjelasan atas penafsiran berbagai pasal pada UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya pasal 19 huruf c.
Dalam persidangan, Prof. Sukarmi menjelaskan bahwa Pasal 19 huruf c adalah terkait dengan penguasaan pasar dan menggunakan pendekatan rule of reason, di mana perlu adanya evaluasi dampak yang ditimbulkan. Dalam penguasaan pasar sebagaimana yang diatur dalam Pasal 19 huruf c, pelaku usaha membatasi peredaran dan/atau penjualan barang dan/atau jasa pada pasar bersangkutan. Oleh karena itu, unsur-unsur membatasi tersebut harus dibuktikan, dan tentunya disertai dengan analisis pasar bersangkutan untuk membuktikan bahwa pelaku usaha berada pada satu pasar bersangkutan. Dengan membatasi peredaran ataupun penjualan yang menyebabkan peredaran barang di pasar menjadi jarang sementara kebutuhan konsumen tetap ada, maka dampaknya adalah pengendalian harga.
Prof. Sukarmi juga menjelaskan bahwa unsur yang ada pada Pasal 19 tidak menyebutkan konteks perjanjian. Namun apabila penguasaan pasar dilakukan secara bersama-sama (melibatkan pelaku usaha lain) bisa jadi bentuknya adalah kesepakatan. Lebih dalam, disebut bahwa memang tidak mudah untuk membuktikan secara langsung adanya perjanjian yang tidak tertulis. Otoritas persaingan biasanya menggunakan bukti tidak langsung atau indirect evidence seperti bukti komunikasi dan bukti ekonomi. Beberapa Putusan KPPU terkait bukti tidak langsung sudah dikuatkan di Mahkamah Agung dan sudah menjadi preseden, sehingga indirect evidence sudah diakui sebagai alat bukti.
Selain, itu Prof. Sukarmi juga menjelaskan bahwa pasal 19 juga bisa memiliki kedekatan dengan Pasal 5 (penetapan harga). Pasal 5 dalam UU No. 5/1999 mengatur tentang penetapan harga barang yang dilakukan dengan pelaku usaha pesaingnya yang dituangkan dalam suatu perjanjian. Perjanjian berasal dari adanya suatu kesepakatan, yang merupakan kehendak bersama antar pelaku usaha untuk melakukan sesuatu. Dalam konteks Pasal 5, harus dibuktikan adanya perjanjian yang dilakukan dengan pelaku usaha pesaingnya, baik lisan ataupun tertulis. Dalam persidangan, Prof. Sukarmi menegaskan bahwa untuk membuktikan adanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, harus sama-sama mengacu kepada ketentuan yang ada di dalam UU No. 5/1999.
Untuk memantau perkembangan lanjutan atas perkara ini, informasi jadwal sidang kasus minyak goreng dapat diketahui melalui tautan https://kppu.go.id/jadwal-sidang/.