Kanwil I KPPU Lakukan Sosialisasi Potensi Pelanggaran Dalam Pelaksanaan Kemitraan Terkait Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan
Medan (5/6) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui Kantor Wilayah (Kanwil) I KPPU Medan mengikuti kegiatan rapat koordinasi yang dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Sumatera Utara (Disbunnak Provsu) yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 2023 di Hotel Grand Antares Medan. Kegiatan tersebut dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah I KPPU Medan Ridho Pamungkas dan perwakilan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Kegiatan yang bertemakan Pertemuan Koordinasi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan dihadiri oleh seluruh perwakilan Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten/Kota se-Sumatera Utara dan beberapa perwakilan pelaku usaha yang melakukan pola kerja sama dalam bentuk kemitraan.
Dalam pemaparannya Ridho menyampaikan materi tentang “Potensi Pelanggaran dalam Pelaksanaan Kemitraan”. Ridho menjelaskan bahwa Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM dan PP No. 7 tahun 2021 Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memberikan amanat kepada KPPU untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kemitraan yang selama ini tidak terjangkau oleh UU No. 5 Tahun 1999 seperti penyalahgunaan posisi tawar yang tak seimbang antara pelaku usaha besar dengan pelaku usaha kecil yang menjadi mitranya.
Dijelaskan bahwa kegiatan kemitraan usaha terlaksana dikarenakan adanya beberapa prinsip yang sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM diantaranya: prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat dan saling menguntungkan. Dibalik adanya prinsip yang telah dijelaskan di atas, maka pelaku usaha besar dilarang untuk memiliki dan/atau menguasai pelaku usaha yang bermitra dengannya sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 35 UU No. 20 Tahun 2008.
Pada sesi tanya jawab, beberapa peserta menyampaikan usulan agar dibuat kebijakan untuk mewajibkan pengusaha peternakan untuk melakukan modernisasi kandang dari open house menjadi semi closed house atau closed house. Pertanyaan lain yang mengemuka adalah jumlah periode pemeliharaan yang berkurang misalnya dari sebelumnya 8 kali dalam setahun, kemudian jadi 6 kali, dengan alasan dari perusahaan adanya kebijakan cutting DOC dari pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, Ridho menjelaskan bahwa di satu sisi, kandang open house dapat meningkatkan produktivitas industri perunggasan, namun di sisi lain, jangan sampai kebijakan ini hanya dapat dinikmati oleh mitra peternak yang memiliki modal besar dan mampu melakukan modernisasi kandang, sehingga menyebabkan semakin meningkatnya konsentrasi pasar hanya pada pelaku usaha tertentu. Dalam hal pembangunan kandang yang dibiayai oleh hutang perusahaan, Ridho menyarankan agar pelaku usaha besar atau inti memisahkan antara perjanjian kemitraan dengan perjanjian pinjaman agunan agar jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian kemitraan tidak terciderai.
Terkait dengan pengurangan periode pemeliharaan dalam satu tahun, dalam konsep kemitraan, tentunya hal tersebut harus jelas diatur dalam isi perjanjian, misalnya periode pemeliharaan berapa kali dalam setahun, dan apabila tidak terpenuhi, bagaimana pembagian resikonya atau siapa yang akan menanggung kerugiannya, karena hal tersebut berpengaruh pada cash flow atau pembayaran bungan investasi kandang.
Sebagai penutup, Ridho menghimbau kepada pelaku usaha untuk memenuhi aturan terkait dengan pelaporan apabila mereka menjalin kemitraan dengan peternak plasma, dan menginformasikan jumlah ayam yang masuk dan keluar, sehingga pemerintah memiliki data yang valid mengenai permintaan dan penawaran dalam industri unggas, khususnya di sektor ayam broiler ini.