Persaingan Usaha menjadi Topik dalam Laporan Business Ready oleh Bank Dunia
Jakarta (18/07) – Bank Dunia (World Bank) tahun ini mulai mengembangkan dan mengganti laporan Doing Business yang selama ini mereka keluarkan, menjadi Business Ready. Laporan tersebut memberikan pendekatan yang lebih seimbang dan transparan dalam mengevaluasi iklim bisnis dan investasi suatu negara. Business Ready fokus pada berbagai faktor yang mencakup siklus hidup perusahaan, mulai dari pendirian perusahaan, beroperasinya perusahaan, dan penutupan atau penataan perusahaan. Persaingan usaha di pasar merupakan salah satu topik yang diukur Bank Dunia dalam laporan tersebut, selain sembilan topik lainnya, yakni perizinan, lokasi bisnis, jasa utilitas, tenaga kerja, jasa keuangan, perdagangan internasional, pajak, mekanisme sengketa, dan kecukupan bisnis. Ditargetkan laporan ini akan dipublikasikan setiap tahun dengan mencakup 180 negara. Untuk tahap awal, laporan Business Ready ini akan dipublikasikan pada musim semi tahun 2024 dengan mencakup 54 negara. Jadi mulai tahun depan, kita akan mengetahui bagaimana Bank Dunia menilai situasi persaingan usaha di pasar Indonesia, dibandingkan dengan 53 negara lainnya, atau bahkan dengan 179 negara lain pada beberapa tahun mendatang.
Sebelumnya, laporan Doing Business yang turut menunjukkan ranking kemudahan berusaha (ease of doing business) berbagai negara di dunia. Pada September 2021, Bank Dunia memutuskan untuk mengembangkan dan menggantikan Doing Business menjadi Business Ready. Tahun ini mereka telah mempublikasikan dua dokumen, yakni Business Ready Manual and Guide dan Business Ready Methodology Handbook. Pada tahap awal, survei untuk laporan tahun 2022 telah mulai dikumpulkan sejak pertengahan tahun ini di 54 negara.
Situasi persaingan usaha di pasar menjadi salah satu faktor karena dinilai mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan inovasi dan produktifitas perusahaan, mengarah kepada kualitas produk yang lebih baik, pekerjaaan yang lebih banyak dan lebih baik, dan peningkatan pendapatan. Persaingan usaha juga akan menstimulasi inovasi produk dan kualitas jasa, melindungi konsumen, dan memaksa pelaku pasar untuk menyediakan produk dan jasa pada harga yang kompetitif.
Terdapat tiga pilar utama dalam pengukuran persaingan usaha di pasar, yakni (1) Kualitas regulasi yang mempromosikan persaingan usaha; (2) Kecukupan jasa publik yang mempromosikan persaingan usaha; dan (3) Efisiensi dalam penerapan jasa-jasa utama dalam mempromosikan persaingan usaha. Ketiga pilar tersebut mencakup hingga 149 indikator, utamanya pilar pertama yang mencakup 85 indikator pengujian. Pada pilar pertama, salah satunya membahas tentang kualitas regulasi terkait persaingan usaha, baik dalam hubungannya dengan kerangka badan usaha milik negara (BUMN), anti-trust (kartel, monopoli, dan lainnya), pengendalian merger, dan penegakan hukum. Kelembagaan KPPU sendiri berkaitan dengan pilar kedua, antara lain berkaitan dengan kerangka kelembagaan otoritas persaingan usaha, dan advokasi dan transparansi. Sementara pada pilar ketiga, antara lain berbicara tentang efektifitas pelaksanaan regulasi persaingan, yakni efektifitas pelaksanaan reviu merger yang sederhana, dan persepsi atas dinamika pasar dan perilaku kompetitif.
Dengan adanya pengukuran Bank Dunia atas persaingan usaha di pasar sebagai bagian dari laporan Business Ready ini, menandakan bahwa Pemerintah dan KPPU harus makin berkolaborasi dan lebih serius dalam menata persaingan usaha di Indonesia, baik pada sisi regulasi, kelembagaan, maupun efektifitas pengawasan persaingan usaha di pasar.