KPPU Awasi Perkembangan Penyaluran Student Loan
Surabaya (28/2) – Guna menggali lebih dalam isu potensi persaingan usaha yang tidak sehat dalam sektor penyaluran pinjaman mahasiswa (student loan), KPPU menyelenggarakan serangkaian FGD dengan melibatkan Perguruan Tinggi (PT) di berbagai daerah. Kali ini dilaksanakan pada 28 Februari 2024 di Kantor Wilayah IV KPPU dan dihadiri oleh 4 (empat) perwakilan PT di Jawa Timur yaitu Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Jember (UNEJ), dan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Dalam pertemuan yang dipimpin langsung oleh Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha ini, diperoleh informasi adanya permasalahan terkait dengan pinjaman yang diambil oleh mahasiswa di PT yang tidak sepengetahuan pihak kampus sehingga kampus turut terdampak jika terjadi persoalan dalam penyelesaian pinjaman. Menurut pihak kampus yang hadir, selama ini PT telah mempunyai beberapa mekanisme dalam membantu mahasiswa yang kesulitan keuangan untuk membayar biaya kuliah atau pendidikan. Bahkan salah satu kampus yang hadir, menyampaikan bahwa di salah satu fakultasnya mempunyai fasilitas baitul maal yang dapat membantu pembiayaan pendidikan mahasiswanya.
Berdasarkan amanat peraturan perundangan-undangan yang terdiri dari Undang–Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dan turunannya, diamanatkan agar tidak ada mahasiswa yang berhenti kuliah karena permasalahan biaya pendidikan. Pihak PT menyediakan juga berbagai alternatif beasiswa kepada mahasiswa termasuk mahasiswa tidak mampu, kemudian juga ada kebijakan penyesuaian biaya kuliah bergantung dari perkembangan kondisi ekonomi keluarga masing – masing mahasiswa.
“Case di luar negeri, yang melakukan pinjaman pendidikan adalah mahasiswa, dan akan dibayar nanti ketika mahasiswa tersebut sudah bekerja dan mempunyai uang,” jelas Eugenia. Dirinya melanjutkan, ketika lulus disini mahasiswa harus mencari pekerjaan, “berbeda dengan di luar negeri yang sudah terdata dengan baik setiap orang yang masuk ke dunia kerja sehingga memudahkan tracing kewajibannya khususnya pinjaman pendidikan yang pernah diambil,” katanya.
Di Undang-Undang tersebut khususnya pada Pasal 76, menyebut bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perguruan Tinggi berkewajiban memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik. Salah satu cara pemenuhan haknya, dilakukan dengan pemberian pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan. “Undang-undang tersebut sudah memberikan ruang kepada lembaga keuangan agar memberikan pinjaman kepada mahasiswa, namun harus diatur kembali mekanismenya agar lebih efektif dan efisien,” tegas Eugenia.