Dampak Hadirnya Starlink dalam Perspektif Persaingan Usaha
Jakarta (30/5) – Masuknya Starlink ke pasar retail jasa layanan internet segera menjadi perhatian publik. Starlink sebagai salah satu alternatif penyedia jasa internet di Indonesia mendapatkan respon yang beraneka ragam di masyarakat. Muncul kekhawatiran dengan masuknya Starlink ke pasar, layanan internet akan berdampak kepada persaingan usaha yang tidak sehat pada sektor ini. Merespon hal tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melaksanakan diskusi kelompok terpumpun (FGD) pada 29 Mei 2024 di kantor KPPU Jakarta. FGD dipimpin oleh Anggota KPPU Hilman Pujana, serta turut dihadiri Anggota KPPU Gopprera Panggabean dan Anggota KPPU Eugenia Mardanugraha. FGD juga mengundang narasumber dari perwakilan dari Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas), Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII), Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI), akademisi Universitas Indonesia Prof Ine Minara S. Ruky, dan perwakilan dari PT Starlink Services Indonesia.
Dalam diskusi, Wantanas yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang IPTEK, Hendri Firman Windarto menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan kajian terhadap masuknya Starlink di Indonesia. Wantanas pun telah menyampaikan rekomendasinya kepada Presiden yang berfokus kepada pentingnya regulasi dan kebijakan nasional yang dapat melindungi keamanan data dan persaingan usaha nasional.
Sementara itu perwakilan dari asosiasi masing-masing menyampaikan respon senada berkaitan dengan hadirnya Starlink. Perwakilan asosiasi ini menyoroti adanya peraturan maupun kebijakan yang belum dipenuhi oleh Starlink untuk dapat beroperasi di Indonesia, antara lain adanya Network Operation Center (NOC), landing rights satellite maupun kewajiban-kewajiban lain yang selama ini telah dilakukan oleh pelaku usaha yang lebih dulu bergerak di jasa layanan internet. Selain itu, adanya perbedaan harga perangkat dan jasa layanan Starlink yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga di negara asalnya. Sehingga terdapat kekhawatiran adanya predatory pricing yang dilakukan Starlink yang dapat menggerus pelaku usaha UMKM. Begitupun dengan regulasi yang menjadi acuan dalam bisnisnya, asosiasi mempertanyakan apakah Starlink menggunakan acuan regulasi yang sama mengingat teknologi yang digunakannya merupakan teknologi baru.
Berkaitan dengan predatory pricing, Ine menyampaikan bahwa predatory pricing tidak selalu identik dengan harga lebih murah, juga tidak dengan membandingkan harga di satu tempat dengan tempat lain. Perilaku predatory pricing memiliki strategi penetapan harga predator, harus menetapkan harga di bawah biaya, memiliki niat mematikan pesaing. Kemudian, memiliki kekuatan untuk memonopoli pasar dan menaikkan harga sampai untuk menutup kerugiannya pada masa predatory.
Sementara Starlink yang hadir diwakili oleh kuasa hukumnya memberikan tanggapan terkait dengan regulasi maupun kebijakan yang disebutkan merupakan ketentuan secara internasional. Starlink menyatakan bahwa telah mematuhi seluruh regulasi dan telah melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan, hal ini dapat dikonfirmasi kepada regulator dalam hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Terkait penciptaan equal playing field menjadi domain dari regulator, tugas kami di KPPU melakukan pengawasan terhadap perilaku pelaku usaha di pasar bersangkutan. Tidak hanya kepada pelaku usaha yang baru masuk namun juga kepada pelaku usaha existing. Sesuai tujuan Undang undang Persaingan Usaha, yang kami harapkan adalah terwujudnya iklim usaha yang kondusif,” kata Hilman.
Respon senada disampaikan Gopprera bahwa diskusi pada hari ini merupakan upaya pengumpulan informasi awal untuk mendengar masukan dari berbagai pihak. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dibuat untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional serta mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha. KPPU akan terus mengawasi persaingan usaha pada sektor jasa telekomunikasi. Undang-undang telah mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya. Apabila terdapat pelaku usaha yang melanggar Undang-undang, proses penegakan hukum dapat dilakukan. Selain itu, untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif, dapat dilakukan pengaturan persaingan usaha apabila diperlukan.
“Apabila terdapat entry barrier, kecurangan dalam menetapkan biaya produksi, dan biaya lainnya akibat pelanggaran peraturan perundang-undangan, predatory pricing maupun bentuk pelanggaran lainnya pada industri ini, silakan sampaikan ke KPPU,” kata Gopprera.
Dari sisi persaingan usaha, seluruh pelaku usaha diharuskan untuk bersaing adil, dan berusaha dalam equal playing field. KPPU akan selalu bersikap netral dan tidak akan memihak kepada salah satu pelaku usaha baik pelaku usaha baru maupun pelaku usaha incumbent, “karena itu seluruh pelaku usaha dalam bersaing haruslah secara sehat dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaku usaha incumbent tidak perlu takut bersaing dengan Starlink. Selama persaingan usaha sehat terjadi, maka perusahaan akan bertumbuh bersama-sama,” tutup Eugenia.